YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Forum dialog dan litersai media sosial hasil kerjasama Suara Muhammadiyah dan Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia) digelar di DIY, Hotel Cavinton Yogyakarta. Kegiatan ini merupakan wujud apresiasi Kemenkominfo RI terhadap buku Fikih Informasi karya Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Sebelumnya acara serupa, pertama kali digelar pada seminar pra Tanwir Muhammadiyah di Bengkulu Februari lalu.
Deni Asy’ari Pemimpin Perusahaan Suara Muhammadiyah dalam sambutanya menyampaikan, bahwa melalui forum ini Kemenkominfo RI dan Suara Muhammadiyah mengajak segenap masyarakat untuk bijak menyikapi informasi khususnya dalam bermedia sosial melalui kemudahan internet dan gadget atau smart phone. “Melalui acara ini kami mengajak kepada masyarakat agar bijak di dunia maya dan rukun di dunia nyata,” jelasnya.
Pesan serupa juga disampaikan Ahmad Syafi’i Ma’arif Pemimpin Umum Suara Muhammadiyah sebagi pembicara kunci pada forum dialog dan literasi tersebut. “Bijak dalam bermedia sosial dan tidak mudah terbawa arus,” sarannya. Karenanya Buya (sapaan akrab Ahmad Syafi’i Ma’arif) mengapresiasi tema yang diambil dalam seminar ini. Bijak di Dunia Maya Rukun Di Dunia Nyata itu sangat bagus. Tetapi dalam kenyataan kita ini sering berperang di dunia maya dan terbelah di dunia nyata,” kritiknya.
Tidak hanya itu, Buya juga menyayangkan funsi media sosial yang seharusnya menjadi perekat tali silaturahmi justru kini media sosial penuh dengan ujaran kebencian, berita palsu, caci maki, dan fitnah. Hal ini menurutnya disebabkan oleh pengguna media sosial yang tidak kritis dan cermat, sehingga umumnya mudah percaya berita-berita hoaks. “Mereka tidak lagi melihat benar dan salah suatu berita. Penerimaan atas suatu berita hanya berdasarkan suka dan tidak suka. Hal ini diperparah lagi dengan momentum politik di sebuah negara,” sesal Buya.
Sedang menurut Wakil Ketua MTT PP Muhammadiyah Hamim Ilyas, era 4.0 memang telah menjadi era baru dan telah membukakan pintu seluas-luasnya kepada siapa saja untuk mengakses teknologi informasi tanpa batas. Bahkan, siapapun bisa menciptakan informasi untuk disebarluaskan kepada siapapun dengan modal konektivitas yang tanpa batas pula. Orang tidak lagi melihat validitas suatu berita. Akhirnya, arus informasi yang demikian deras menjelma menjadi Tsunami yang siap menerjang siapapun dan di manapun, bahkan tak jarang ia menjadi kekuatan penghancur bagi tatanan moral dan sosial suatu masyarakat.
Dalam istilah lain, Irfan Amalee salah satu pemateri menyebutnya sebagai gejala infobesitas (kegendutan informasi). “Kalau kebanyakan makan baik tidak? Jelas tidak baik karena bisa mengalami obesitas. Bagitu juga dalam hal mengkonsumsi informasi,” terang Irfan.
Sementara itu, Widodo Muktiyo guru besar ilmu komunikasi UNS lebih mendorong kepada kaum milenial untuk mewujudkan perubahan. Tentu perubahan yang baik untuk mempersiapkan diri pada era selanjutnya, era 5.0 di masa yang akan datang.
Pemateri lain adalah Henry Subiakto Staf Ahli Menkominfo RI. Ia lebih banyak berbicara tentang munculnya hoaks, persebarannya, dan tujuan dari hoaks itu sendiri. Sedang hoaks yang dibuat untuk kepentingan pilpres, menurutnya, itulah karya amatiran.
Di akhir acara, dilakukan penandatanganan kanvas bertuliskan “Yogya Istimewa Stop Hoaks,” oleh semua pembicara yang hadir. (gsh/erik)