CIANJUR, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) bekerjasama dengan segenap Organisasi Otonomom (Ortom) Muhammadiyah di Cianjur melaksanakan pengajian Qobla Ramadhan bersama Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Rabu (20/3).
Dalam pengajian yang dilaksanakan di masjid Islamic Center Aisyiyah Cianjur itu Haedar menyampaikan makna Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid.
Gerakan Islam menurutnya dalam bahasa Arab disebut dengan istilah Harokah Islamiyah, dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai Islamic Movement.
“Ia oleh Kiai Dahlan dinamakan demikian dengan maksud yang namanya gerakan itu akan terus bergerak, tidak bisa diam. Kalau diam maka bukan pergerakan,“ jelas Haedar.
Gerakan Muhammadiyah adalah gerakan yang membawa kemajuan untuk umat. Bukan hanya sekedar jalan ditempat saja. “Tolok ukurnya mudah, cobalah lihat ke kiri dan ke kanan. Apakah dengan hadirnya Muhammadiyah ini sudah memajukan Umat? Kesejahteraannya, pandangan keagamaannya,” ungkap Haedar.
Pergerakan Muhammadiyah tidaklah asal bergerak. Namun ia bergerak dengan organisasi yang modern sekaligus membawa nama paling luhur yakni Islam. Gerakan Islam. Demikianlah Q.S Ali-Imron ayat 104 yang menjadi dasar berdirinya muhammadiyah juga merupakan ayat pergerakan. Menyeru akan adanya segolongan umat yang berdakwah amar ma’ruf nahi munkar.
Haedar yang juga penulis buku “Memahami Ideologi Muhammadiyah” menjelaskan bahwa warga persyarikatan harusah ikhlas dalam ber-Muhammadiyah, “Ikhlas itu harus sungguh-sungguh, tidak boleh asal-asalan. Lillah kok asal-asalan.” Terangnya seraya memberi contoh bahwa orang yang pergi ke masjid hendaknya seperti orang mau pergi ke kondangan, memakai pakaian yang bagus-bagus tidak pakai kaos oblong.
Para mubaligh Muhammadiyah agar memahami kembali makna dakwah. Dimana dakwah berarti mengajak, menyeru dan menjamu. Seorang yang mengajak dan menyeru pastilah dilakukan dengan partisipatif dan cara-cara yang baik. “Tidak marah-marah,” Haedar mengingatkan.
Apalagi bila dakwah ini dimaknai dengan menjamu. Ia akan memperlakukan mad’u dengan sebaik-baiknya. Bil hikmah wal mauidhoh hasanah.
Adapun tajdid berarti pembaharuan, dinamisasi. Saat Kiai Dahlan mulai bergerak dan mendirikan persyarikatan, umat islam tertinggal baik dari sisi pendidikan maupun kesejahteraan. “Selama ratusan tahun surat al-Ma’un telah dibaca tidak mengubah apapun. Tapi ditangan seorang pendakwah, al-Ma’un kini telah berubah menjadi rumah sakit, panti asuhan, sekolah, universitas.”
Kiai Dahlan menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah pertama yang berasal dari Jawa Barat itu telah mempelopori gerakan Islam yang maju. Mempelopori Islam sebagai dinul hadhoroh, agama yang membawa pada peradaban maju. Sehingga berislam tidaklah dimaknai terbatas kepada suatu yang bersifat artifisial saja.
“Nabi Muhammad itu diutus ditengah-tengah masyarakat jahiliyah. Masyarakat yang curang dalam perdagangan, merendahkan kaum perempuan, bila ada konflik diselesaikan dengan pertumpahan darah, dan tidak menghargai ilmu pengetahuan. Kemudian Nabi Muhammad membawa masyarakat jahiliyah itu kepada perdaban yang maju dan dan mencerahkan. Al- Madinah al Munawwarah,” ungkap Haedar.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut ketua umum Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) dan Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Barat, para tamu undangan, juga Novianti Nasution caleg DPR-RI yang pada kesempatan itu turut menyumbangkan satu unit ambulance.
Dalam sambutannya Fathurahman selaku Ketua PDM Cianjur menyampaikan bahwa perkembangan Muhammadiyah Cianjur saat ini tidak seperti dulu. Sudah lebih maju dan sudah mulai berlari. “Insya Allah apabila segenap warga Muhammadiyah Cianjur senantiasa berpartisipasi dan berperan dalam setiap kegiatan, kedepan Muhammadiyah akan lebih maju lagi,“ungkap Fathurahman.
Menurut pria yang akrab dipanggil pak Fatuh itu, di Cianjur terdapat 17 Cabang Muhammadiyah beserta Amal Usaha Muhammadiayh (AUM) diantaranya 4 TK ABA, 6 TPA, 4 SD, 5 SMP, 2 SMA, 2 SMK, 1 Ponpes dan 2 Panti Asuhan. (Ilham)