Hati yang Membatu

Cinta Hati sakit

Ilustrasi: amuba

Oleh: Dr M G Bagus Kastolani, Psi

Saya yakin pembaca yang budiman sering tersentuh hatinya, saat melihat kesulitan orang lain. Mungkin kita bisa menangis menyaksikan kesulitan orang lain. Pada lain waktu, kita melihat peristiwa yang sama namun hati kita tidak berempati bahkan tidak tergerak untuk menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan. Inilah rahasia hati kita. Hati yang sering disebut sebagai qalbu sebenarnya mempunyai makna sebagai daun pintu, bisa membuka, bisa menutup. Artinya, hati ini memang labil, kadang naik, kadang turun.

Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin pernah menjelaskan bahwa ketika manusia berbuat dosa maka terdapat satu noktah pada hatinya. Jika kita banyak berbuat dosa dan tidak segera bertaubat maka banyak noktah di hati kita. Dan noktah-noktah itu semakin menutup hati kita sehingga kita tidak bisa mendengar kata hati kita yang berhubungan langsung dengan Allah SwT. Oleh karena itu, agar kita bisa mendengarkan bisikan kata hati kita yang mengarahkan kepada kebaikan maka perbanyaklah bertaubat kepada Allah SwT. Sebab hanya dengan taubat maka Allah SwT akan mengampuni dosa-dosa kita dan secara otomatis bergugurlah noktah-noktah dalam hati kita.

Dalam kitab itu, Imam Al Ghazali menyarankan kepada kita agar menyegerakan membantu orang lain yang sedang kesulitan, jangan ditunda. Karena ketika kita tunda, maka di lain kesempatan kita juga akan menunda menolong orang lain. Akibatnya, hati kita tidak lagi sensitif terhadap kesulitan orang lain. Akhirnya, hati kita membatu, tidak mampu berempati ketika melihat orang lain dalam kesulitan. Marilah kita coba test atau kita uji hati kita ini sudah membatu atau belum. Jika kita melihat kesulitan orang lain namun kita tidak membantunya maka dipastikan hati kita ini sudah membatu. Dengan demikian, jagalah hati kita agar tidak membatu dengan cara menyegerakan menolong orang lain dengan apapun yang kita bisa bantu. Setidaknya bantulah dengan doa kepada orang yang kesulitan tersebut. Karena kita juga tidak tahu dari mulut siapa doa akan dikabulkan. Bukankah ketika kita mendoakan kebaikan kepada orang lain maka kebaikan doa tersebut kembali kepada kita?

Huwallahu a’lam bi shawab.

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM edisi 12 tahun 2018

Exit mobile version