YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Penembakan umat muslim di New Zealand yang menewaskan kurang lebihnya 40 jiwa lalu masih menyisakan duka yang mendalam. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Nasyiatul Aisyiyah (NA) Diyah Puspitarini, mengungkapkan bahwa yang terjadi di negara tersebut adalah murni tindakan terorisme. Menurutnya Islamophobia masih banyak terjadi diluar negeri terasuk negara yang relatif aman seperti New Zealand.
“Selama ini kita mendengar New Zealand itu sebagai negara yang paling damai, ternyata ada juga Islamophopbia di sana termasuk aksi teroris,” ungkap Diyah dalam Diskusi Rutin Bulanan PP NA di Aula Gedung Muhammadiyah Yogyakarta, Jum’at (29/3).
Diyah juga menyampaikan bahwa yang terjadi saat ini di negara barat malah peningkatan umat muslim signifikan, padahal disana kita tahu masih ada Islamophobia di sebagian Eropa. Sedangkan di Indonesia yang tidak terjadi Islamophobia mengalami perubahan, yang dulunya dari 90% hingga sekarang menjadi 74-75%, apakah ini penurunan? Menurutnya hal ini terjadi karena adanya beberapa faktor seperti pengakuan aliran kepercayaan sebagai agama.
Arie Kusuma Paksi, Dosen Hubungan International (HI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sebagai narasumber diskusi juga menyampaikan, bahwa peningkatan Muslim di Eropa dipengaruhi oleh faktor pernikahan dan imigrasi penduduk, terutama di Inggris. Arie yang pernah tinggal di Inggris tepatnya di daerah Bradford menemukan banyak Muslim terutama dari Pakistan. Hal ini terjadi karena revolusi industri di Inggris yang kemudian mengambil pekerja dari luar seperti Pakistan, India, dan Bangladesh.
Penyebaran agama Islam melalui pernikahan juga memberi pengaruh yang sangat besar, hingga perubahan adat kebiasaan Islam yang mulai mereka terapkan dalam keluarga membuat perubahan pandangan buruk terhadap agama Islam selama ini.
Tak hanya itu, jumlah masjid yang ada di Inggris maupun Spanyol juga terus bertambah dan berkembang pesat, yang mana hal itu digerakkan oleh sekumpulan kecil umat Muslim yang ada di sana. Mereka menggalang dana untuk membangun atau membeli rumah untuk dijadikan masjid.
“Setiap kota yang saya temui mesti ada masjid, adanya masjid itu bukan dari pemerintah, kalau pemerintah disana nggak ada support untuk bangun masjid, yang ada kelompok-kelompok kecil umat Muslim menggalang dana untuk beli rumah atau bangun tempat untuk dijadikan masjid,” ungkapnya.
Bagi umat Muslim yang ada di sana tidak sulit untuk menemukan masjid dan juga makanan-makanan halal, bahkan di sana sengaja disediakan tempat seperti toko-toko yang besar yang berisi produk atau makanan halal.
Ari juga menjelaskan bahwa di Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) United Kingdom (UK) banyak ikut terlibat dalam kegiatan yang di inisasi oleh MC England di Jakarta. Masih banyak umat Muslim di sana yang berfikir secara saklek, mungkin ini juga ada pengaruh dengan letak geografis di wilayah konflik, maka dari itu pemerintahan Inggris juga perlu belajar dari Muhammadiyah bahwa kaum perempuan itu juga mempunyai hak dan peluang yang besar dalam melakukan kegiatan sosial.
Selain perkembangan Islam di UK, Ari juga menjelaskan perkembangan Islam yang ada di Spanyol. Pertumbuhan umat Muslimnya juga mengalami perkembangan, walaupun tidak sepesat yang ada di UK. Karena di Spanyol sendiri memang terbilang agak sedikit sulit untuk menyuarakan kebeasan beragama, apalagi agama Islam. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran mereka bahwa kelak umat muslim akan bangkit dan menguasai peradaban lagi.
“Saya rasa memang terdapat kekhwatiran oleh penduduk di Spanyol sana terhadap umat Islam, sehingga sekarang mereka lebih berhati-hati,” pungkasnya. (ian/Afn)