• Tentang SM
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Media Siber
  • Term & Condition
  • Privacy Policy
  • Hubungi Kami
Minggu, November 16, 2025
Suara Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
No Result
View All Result
suaramuhammadiyah
No Result
View All Result

Kemaruk

Suara Muhammadiyah by Suara Muhammadiyah
6 April, 2019
in Ibrah
Reading Time: 2 mins read
A A
0
Haedar Nashir: MPM Melakukan Usaha Praksis Memberdayakan Masyarakat dan Menyadarkan Pemerintah

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyerahkan gerobak kepada salah satu dampingan MPM

Share

Oleh: Haedar Nashir

Peristiwa ini terjadi pada waktu pembagian ghonimah, harta rampasan perang. Seseorang meminta kepada Nabi. Setelah diberi, dia masih meminta lagi. Dia merasa tidak puas, hingga ingin diberi lebih banyak. Pada kasus sejenis, Nabi sempat didorong-dorong oleh seseorang yang tidak puas ketika diberi sesuatu.

Baca Juga

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

Muhammadiyah Kritik DPR Langgar Keputusan MK

Berkaitan dengan sikap tak puas diri tersebut, Nabi kemudian bersabda, yang artinya, “Seandainya anak keturunan Adam diberi satu lembah penuh dengan emas niscaya dia masih akan menginginkan yang kedua. Jika diberi lembah emas yang kedua maka dia menginginkan lembah emas yang ketiga. Tidak akan pernah menyumbat rongga anak Adam selain tanah, dan Allah menerima taubat bagi siapa pun yang mau bertaubat.” (HR Bukhari dari Ibn Zubair).

Nabi dalam hadis lain lebih keras bersabda, “Tidaklah dua ekor srigala yang lapar dikirimkan pada seekor kambing itu lebih berbahaya daripada tamaknya seseorang pada harta dan kedudukan dalam membahayakan agamanya.” (HR. Al-Tirmidzi dari  Ka’ab ibn Malik al-Anshari). Dalam hadis tersebut Nabi menyebut penyakit “hirshu al-mal” (rakus harta) dan “hirshu al-syarif” (rakus kedudukan).

Sikap tidak pernah puas dan selalu ingin mendapat lebih seperti dikisahkan dalam dua hadis Nabi itu disebut rakus atau tamak. Dalam bahasa Jawa ada istilah yang lebih tepat, yaitu kemaruk. Orang kemaruk itu dilukiskan seperti mereka yang yang baru sembuh dari sakit, kemudian pekerjaannya hanya makan banyak sekali. Ketika sakit sedikit atau tidak selera makan, maka setelah sembuh makan melebihi takaran baik volume maupun frekuensinya.

Orang kemaruk harta sudah banyak contoh sehari-hari, seperti perangai Qarun. Harta itu bawaannya memang tidak pernah puas. Termasuk uang. Semua ingin memperoleh yang banyak, setelah didapat ingin bertambah lagi, sampai tidak pernah puas. Sedikit saja berkurang gelisah. Karena rebutan waris, sesama saudara kandung tidak jarang putus hubungan. Demi harta orang tega membunuh. Itulah watak harta sebagai hiasan dunia.

Kedudukan atau posisi politik juga sama dengan harta, memiliki sifat tidak pernah memuaskan diri. Dalam dunia politik bahkan ada virus bernama ambisi. Ambisi itu bahkan seakan ditumbuhkan agar terus menyala dalam diri seseorang yang ingin sukses dalam karir politik. Agar kedudukan tertinggilah yang harus diraih, bila perlu dengan segala cara. Itu namanya kemaruk politik.

Harta, politik, dan apapun dalam dunia itu memang perlu atau penting. Manusia memerlukan urusan dunia seperti itu. Seorang sufi ternama, Jalaluddin Rumi, bahkan berkata, yang artinya  “Bila orang-orang shaleh apatis diri, jangan salahkan kalau orang zalim yang berkuasa”. Sebuah pernyataan yang terbilang ekstrem dari sosok sufi yang memganjurkan hidup zuhud.

Namun bukan berarti setiap muslim harus kemaruk alias tamak atau rakus. Makan dan minum pun dilarang berlebihan, itulah beda seorang muslim dengan yang sekuler. Sikap syukur dan qana’ah juga penting. Jangan karena azas manfaat harta dan kuasa, kemudian menjadi rakus atau tamak. Karena kemaruk maka segala cara dilakukan, lalu jiwa syukur dan qana’ah pun hilang.

Orang kemaruk tahta sama dengan penyakit tamak harta. Setelah tidak memiliki kedudukan politik, tidak pernah qana’ah dan bersyukur. Segala ukuran kesuksesan takarannya hanya keberhasilan dalam dunia politik, yang lain dianggap nihil atau tidak ngaruh.

Orang kemaruk politik juga biasanya memiliki penyakit post-power syndrome. Dirinya merasa seperti masih bertahta, selalu merasa paling hebat dan digdaya. Merasa paling tahu segalanya, yang lain dianggap bodoh. Mereka yang tidak berpolitik pun dan bergerak di bidang yang lain,  dianggap seperti pandir. Hanya kedudukan politik yang hebat dan menentukan, yang lainnya minus.

Seperti pemyakit orang tamak, sombong, rakus, atau kemaruk pada umumnya, mereka memiliki watak yang sama sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi: bathara al-haq wa ghamtu al-nas, gemar menyalahkan dan merendahkan orang lain!

Tags: Haedar Nashirkemarukmuhammadiyah
Suara Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Related Posts

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah
Berita

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

28 September, 2024
Prof Dr Abdul Mu'ti
Berita

Muhammadiyah Kritik DPR Langgar Keputusan MK

22 Agustus, 2024
Tingkatkan Taraf Hidup Rakyat, Muhammadiyah MoU dengan BCA Syariah
Berita

Tingkatkan Taraf Hidup Rakyat, Muhammadiyah MoU dengan BCA Syariah

2 Juli, 2024
Next Post

Jalan Sehat Milad ke-54 UMP

Please login to join discussion
  • Kotak Pos
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media

© SM 2021

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora

© SM 2021

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In