Oleh: Prof Dr Dadang Kahmad, MSi
Setiap lembar catatan kehidupan diisi dengan aktivitas yang menampilkan dua wajah: dunia dan akhirat. Pun begitu dengan kebahagiaan itu, ada kebahagiaan yang berorientasi duniawi dan kebahagiaan ukhrawi. Siapapun orangnya –selalu mengharapkan kebahagiaan menetap dalam jiwanya. Namun, kebahagiaan itu tidak mudah diperoleh dengan cuma-cuma atau gratis. Sebab, di dunia ini terdapat hukum alam di mana kerja keras dan kemampuan akal pikiran harus dimaksimalkan untuk menggapai yang diharapkan. Bila tidak, maka besar kemungkinan seseorang akan hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan.
Di samping itu, riwayat hidup seseorang sangatlah terbatas. Ajal atau batas waktu dimana ia harus berpisah dengan gemerlap duniawi senantiasa mengintai. Sedangkan amal dan perbuatan di dunia harus dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Khalik. Setelah itu, akan nyatalah baginya apakah dia beruntung atau celaka. Bila ia beruntung, ia akan mendapatkan lebih banyak lagi karunia dan kenikmatan berupa surga. Akan tetapi, bila celaka, maka penyesalannya tidak akan lagi berguna baginya. Karena itu, hidup yang singkat ini haruslah dikelola sedemikian rupa sesuai dengan petunjuk yang digariskan oleh Allah SwT. Sehingga karunia Tuhan yang Maha Pemurah dapat kita peroleh.
Nikmat di dunia adalah sementara. Tetapi nikmat yang sementara ini sangat berarti penting dan modal utama untuk kehidupan akhirat. Sedangkan kebahagiaan akhirat adalah tujuan utama. Untuk mewujudkan harapan mendapat kebahagiaan di akhirat, seseorang harus mengelola kehidupan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an. Sebab, di dalam Al-Qur’an ada ajaran dan pesan tentang bagaimana mendapatkan kehidupan yang berbahagia di akhirat nanti. Dalam bahasa lain, kita harus mempelajari dan mengamalkan menejemen hidup Qur’ani, yakni tatakelola kehidupan berdasarkan pesanpesan di dalam Al-Qur’an sebagai pertanda bahwa keimanan kita sedemikian kokoh dan kuat.
Membicarakan tentang manajemen kehidupan dalam perspektif Al-Qur’an, sesungguhnya adalah kisaran diskusi yang mempersoalkan hidup dan kehidupan manusia versi Al-Qur’an. Di mana kehidupan itu tidak bisa dipisahkan dengan waktu yang akan mendatangkan berbagai resiko yang diperoleh akibat kelalaian memanfaatkannya. Risiko itu kemungkinan bisa berasal dari diri sendiri, bisa dari orang lain, bisa dari lingkungan sekitar.
Untuk itulah upaya manajemen kehidupan secara sistemik dan antisipatif secara Qur’ani merupakan upaya dan langkah yang sangat tepat guna memperkecil kemungkinan terjadinya risiko tersebut. Penekanannya dalam bincangan ini dititikberatkan pada aspek bagaimana penggunaan dan pemanfaatan waktu secara optimal, efisien, sistemik, akurat, dan memberikan pahala di akhirat nanti.
Persoalannya adalah karena apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang tidak satupun manusia mampu memprediksikan secara pasti. Karena segala kejadian hari esok merupakan misteri yang hanya diketahui oleh Sang Khalik.
—
Tulisan ini telah dimuat di Majalah SM Edisi 23 tahun 2017