Geliat Islam di Samudera Hindia

peta

Maps by slideplayer

Oleh: Azhar Rasyid

Samudera Hindia hanyalah salah satu samudera di dunia. Ia bukan yang terluas, dan bukan pula yang paling terkenal. Tapi ia menghubungkan dua benua besar yang diyakini sebagai asal-usul peradaban manusia: Asia dan Afrika. Lewat Samudera Hindia pula salah satu agama besar dunia, Islam, berkembang. Kini, sekitar satu setengah milenium sesudah Nabi wafat, Islam menjadi agama yang dianut oleh mereka yang tinggal di berbagai sisi Samudera Hindia, mulai dari Madagaskar dan Somalia di bagian barat, Yaman di bagian utara, dan Sumatera di bagian timur.

Samudera Hindia telah menjembatani manusia di berbagai tepinya sejak ribuan tahun silam. Awalnya, para penghuni kawasan pesisir mulai mengenal dan memahami pola arah angin musim di laut. Pengetahuan ini digabungkan dengan teknologi perkapalan yang memungkinkan orang melakukan perjalanan yang sangat jauh. Tambahan lagi, airnya hangat dan minim badai. Penduduk di salah satu bagiannya bermigrasi ke bagian lain melalui lautan ini. Lalu terjadilah percampuran ras, persilangan budaya, dan peleburan ide-ide.

Sejak beberapa abad sebelum Masehi, berbagai kawasan di Samudera Hindia menjadi kian hidup oleh aktivitas dagang. Rempah-rempah, sutra, gading gajah hingga budak diperjualbelikan di kawasan ini. Awalnya perdagangan terjadi antara para saudagar di Afrika Timur yang berjual-beli dengan mereka yang ada di Timur Tengah dan India. Ketiga kawasan ini menjadi segitiga emas perdagangan kala itu. Asia Tenggara sendiri masih berada dalam jaringan yang dikuasai Cina.

Kelahiran Islam mengubah wajah Samudera Hindia untuk seterusnya, bahkan hingga kini. Sesudah Nabi wafat, penyebaran Islam dilakukan lewat daratan dan lautan. Di daratan, Islam tersebar mulai dari Asia Barat, Asia Tengah hingga Cina. Sementara via jalur laut, Islam berhasil mendapatkan pengaruh di pusat-pusat perdagangan di pesisir Samudera Hindia. Itu mencakup Afrika Timur, Malabar dan Tamil Nadu di anak benua India, serta Sri Lanka. Kota-kota muncul dan menjadi tempat para saudagar asing, termasuk dari Dunia Arab, menunggu angin musim berikutnya.

Para pedagang Arab Muslim sudah membuat pemukiman di pantai selatan India dan pesisir Sri Lanka sejak awal abad ke-8. Komunitas Muslim meningkat seiring dengan kian banyaknya pedagang Arab Muslim yang tiba, ditambah dengan perkawinan campuran dengan wanita lokal. Di sisi lain, terjadi pula konversi ke agama Islam di antara penduduk setempat.

Khoja Mosque di Ibu Kota Antananarivo, Madagaskar (Doc Hassan)

Samudera Hindia tidak hanya menghubungkan penduduk dan ekonomi antarwilayah, tapi juga menjadi simpul yang menyatukan kecenderungan keislaman penghuninya. Menurut sejarawan Barbara D. Metcalf, saat di India Utara kaum Muslimnya memakai bahasa Persia dan mengadopsi Mazhab Hanafi (yang lazim di Asia Tengah), di India Selatan yang digunakan adalah bahasa Arab dan Mazhab Syafii. Kedua hal yang disebut terakhir ini merupakan ciri khas Islam di kawasan di sepanjang pesisir Samudera Hindia, mulai dari Somalia, Maladewa, India, Srilanka hingga Indonesia dan Malaysia.

Islam juga bangkit di sisi lain Samudera Hindia: Afrika Timur. Di masa awal Islam, agama ini menyebar hingga ke Afrika bagian timur dan tenggara, yang dulu dikenal dengan nama Zanj. Di Zanj inilah lahir negara-kota yang dipimpin oleh penguasa Muslim di abad ke-14. Walau Islam sudah tersebar luas, budaya Arab tidak terlalu kental. Orang Arab Muslim yang berdagang dan berdakwah di Afrika Timur justru mengadopsi tradisi setempat, khususnya bahasa dan budaya mayoritas di sana, Swahili. Sebagaimana kawasan pesisir lainnya, dan terutama sebagai bagian penting dalam jaringan perdagangan Samudera Hindia, orang Swahili sendiri berdarah campuran. Mereka memiliki darah Arab dan Persia, dan dalam taraf yang lebih rendah, India dan Indonesia. Dari pesisir timur Afrika, kaum Muslim Swahili menyebarkan Islam ke kawasan pedalaman Afrika meski tak mudah karena sulitnya akses dan penolakan dari sukusuku yang berada jauh dari pantai.

Asia Tenggara, terutama Sumatera, Semenanjung Malaya, dan Jawa, adalah pesisir timur Samudera Hindia yang juga berhasil diislamkan dalam satu milenium terakhir. Di abad ke-9, para pedagang di Asia Tenggara muncul sebagai salah satu kelompok penting dalam perdagangan internasional yang membentang dari Dunia Arab ke Tiongkok. Di sisi lain, para pedagang Arab dan India Muslim mulai menetap dan menyebarkan Islam di pesisir utara dan barat Sumatera.

Puncaknya adalah kemunculan kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya pada abad ke-15, yang sekaligus menandai bahwa Islam telah berakar kuat di kedua pulau itu. Dari Malaya, Islam lalu tersebar ke Borneo dan Sulu. Dewasa ini, hampir separoh penduduk Asia Tenggara menganut Islam. Maka, Islam di Indonesia sesungguhnya tidak hanya merupakan bagian dari Islam Asia Tenggara yang berkonteks regional, tapi juga Islam Samudera Hindia, yang berkonteks global.

***

Di samping perdagangan lintas samudera, Islam adalah elemen yang menyatukan setidaknya lima kawasan di barat, utara dan timur Samudera Hindia. Kelimanya, yakni Afrika timur, Arab, Persia, India dan Asia Tenggara, awalnya dipisahkan oleh agama dan tradisi berbeda. Laut tak hanya menjadi jalur transportasi komoditas perdagangan, tapi juga sarana migrasi dan penyebaran agama. Saat orang-orang Eropa datang dan menguasai Samudera Hindia di abad ke-15, Islam telah menjadi agama mayoritas penduduk di pesisirnya. Para saudagar dan pemimpin Muslim lokal ini pada suatu masa pernah menguasai perekonomian kawasan pesisir, sebelum akhirnya ditaklukkan oleh orang Eropa, seperti yang terjadi pada Kesultanan Malaka.

Muslim di Malaysia (Doc The Rocket)

Di abad ke-21, Samudera Hindia kian penting, tidak hanya bagi negara-bangsa yang melingkarinya, tapi juga untuk kekuatan global dari luar kawasan, termasuk Amerika Serikat dan Cina. Ini tidaklah mengherankan karena di samudera ini terdapat banyak titik yang menjadi urat nadi ekonomi dunia, seperti Terusan Suez, Selat Hormuz dan Selat Malaka. Kawasan ini juga merupakan salah satu kawasan yang paling banyak memproduksi minyak lepas pantai. Potensi ikannya juga luar biasa.

Di sisi lain, ada kemungkinan konflik besar bisa pecah sewaktu-waktu di sini, seperti antara India dan Cina dan antara India dan Pakistan. Maka, sebagian orang, seperti pengamat keamanan Asia Pasifik, Donald L. Berlin, percaya bahwa Samudera Hindia adalah kawasan kunci di abad ke-21, menggantikan Eropa dan Asia Timur bagian utara di abad sebelumnya. Masa depan dunia ditentukan oleh siapa yang menguasai Samudera Hindia. Yang jelas, Islam telah mewarnai perjalanan sejarah masyarakat di berbagai arah mata angin di lautan ini selama setidaknya seribu tahun terakhir dan tampaknya masih akan terus memainkan peranannya di masa yang akan datang.

___

Azhar Rasyid. Penilik sejarah Islam

Tulisan ini telah dimuat di Majalah SM Edisi 18 Tahun 2017

Exit mobile version