“Dari Ibnu Abbas ra: Rasulullah saw bersabda dan menasehati pada seseorang: “Gunakan yang lima sebelum datang yang lima: masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa lapangmu sebelum masa sibukmu dan masa hidupmu sebelum masa matimu,” (HR Al-Hakim).
Hadits ini dinilai shahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim, di mana Rasul memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan lima perkara yang menguntungkan diri sebelum lima perkara yang sebaliknya mendatangkan kerugian serta penyesalan.
Muda Sebelum Tua
Masa muda adalah masa paling istimewa dalam fase kehidupan manusia. Banyak hal yang bisa dilakukan dan memungkinkan seseorang menghasilkan karya yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain dengan dukungan kekuatan fisik, kecemerlangan berpikir, lantang bersuara, dan ketangkasan bertindak. Maka, Islam sangat menghargai para pemuda yang akan meneruskan estafet perjuangan di masa depan. Seperti Rasul yang memberi kepercayaan kepada pemuda Zaid bin Tsabit menjadi sekretaris pribadinya dan mengangkat Usamah bin Zaid bin Haritsah, yang berusia kurang dari 20 tahun menjadi panglima perang menaklukkan Romawi.
Fakta historis, sebagaimana direkam Al-Qur’an, pemuda adalah pelaku dan pembentuk utama peradaban. Misalnya, kisah mempertahankan keteguhan iman para pemuda Ashabul Kahfi pada masa Raja Diqyanus yang bengis dan kejam hingga nama mereka diabadikan menjadi satu nama surat Al-Qur’an. Para pemuda Muslim juga berkontribusi dalam mempertahankan agama dan kedaulatan negeri Islam, seperti Thariq bin Ziyad yang berusia kurang dari 30 tahun dan menjadi pahlawan penaklukan Spanyol di masa khalifah al-Walid bin Abdul Malik dari Bani Umayyah. Nama lain yang fenomenal adalah Muhammad al-Fatih, yang dalam usia 21 mampu menaklukkan Konstantinopel atau Byzantium.
Selain itu, usia muda sepatutnya digunakan untuk mencari ilmu sebagai bekal di masa tua. Imam Al-Syafi’i bersyair:
“Kehidupan seorang pemuda itu berlandaskan ilmu dan ketakwaan.”
Musthafa al-Ghulayani, seorang pujangga Mesir bersyair:
“Sungguh, di tangan pemudalah urusan umat dan di kaki merekalah kehidupan umat.”
Sehat Sebelum Sakit
Kesehatan, baik ruhani dan jasmani, adalah dambaan setiap insan yang tidak selamanya menyertai. Adakalanya Allah menguji dengan suatu penyakit. Sehat dan sakit adalah sunnatullah yang berlaku bagi semua makhluk. Ketika tubuh sehat, manusia banyak yang lupa mahalnya harga sehat dan di saat sakit barulah ia sadar. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi:
“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR Al-Bukhari).
Kesehatan fisik seyogyanya disyukuri dan diberdayakan untuk ibadah dan mengembangkan potensi kebaikan untuk memakmurkan bumi.
Kaya Sebelum Miskin
Kaya dan miskin adalah ujian bagi hamba. Hidup bagaikan ombak di pantai, ada pasang-surutnya. Tidak selamanya si miskin hidup dalam kemiskinannya. Tidak selamanya pula si kaya hidup dalam kemewahan yang dimilikinya.
Kekayaan dan harta dalam Islam adalah istikhlaf, amanah, dan titipan Allah. Oleh karena itu, dalam mencari, mengelola, dan men-tasharuf-kannya harus sesuai dengan aturan Allah, sang pemilik kekayaan. Maka dalam Islam terdapat aturan dan perintah sedekah, zakat, infak dikarenakan dalam harta seseorang terdapat hak orang lain yang harus ditunaikan. Dengan zakat, kesejahteraan sosial akan terwujud. Sayang tidak semua manusia menyadari filosofi harta kekayaan ini. Saat posisinya di puncak kekuasaan dengan segala fasilitas mewah yang melekat pada dirinya, dia lupa bahwa kekuasaan dan kepemilikan harta yang abadi hanya pada Allah semata.
Lapang Sebelum Sibuk
Durasi waktu yang diberikan pada manusia, baik mukmin maupun yang ingkar (kafir) adalah sama, menyesuaikan kebutuhan manusia, baik untuk bekerja, beristirahat, dan beribadah. Seorang mukmin harus bijak dalam memanfaatkan waktu yang disediakan-Nya. Mengisinya dengan amalan ibadah, baik ibadah secara umum (‘am), yaitu bekerja memakmurkan bumi maupun beribadah secara khusus (khas), seperti shalat dan zakat, di mana keduanya adalah sarana mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu, memanfaatkan waktu untuk memperluas khazanah pengetahuan dengan membaca dan menghadiri majelis ilmu sebagai kewajiban seorang Muslim.
Kesempatan tidak terulang dua kali, maka hendaknya setiap insan tidak menyia-nyiakan kesempatan. Pekerjaan yang bisa dilakukan hari ini jangan diulur-ulur sampai besok. Ketika satu pekerjaan ditunda, maka akan menumpuk di hari esoknya, sehingga akan menyusahkan diri sendiri. Menunda pekerjaan atau mengulur-ulur waktu merupakan indikasi kemalasan yang dapat menghambat terwujudnya peradaban Islam.
Hidup Sebelum Mati
Setiap manusia yang diberi kesempatan menjalani kehidupan di dunia fana ini masing-masing telah diatur jatah hidupnya. Durasi hidup manusia semuanya telah tercatat dengan rapi dalam lauh al-mahfuzh. Hanya Allah yang mengetahuinya. Tugas manusia adalah menjalani kehidupan ini dengan sebaik-baiknya, berusaha untuk bertakwa sesuai kemampuan, karena kelak semuanya akan ditagih oleh Allah, termasuk tugas kekhalifahannya di muka bumi. Maka, kehidupan dunia ini adalah ujian yang hasil akhirnya akan diperlihatkan di fase kehidupan akhirat. Allah berfirman:
“Dialah yang menjadikan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antaramu yang lebih baik amalnya” (Qs Al-Mulk: 2). Kehidupan dunia amat singkat jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal abadi, harus dipadatkan dengan berbagai amal kebajikan agar hasilnya dapat dinikmati di kala raga sudah berpisah dengan jasad. Memanfaatkan kehidupan dunia dengan sebaik-baiknya berarti mempersiapkan kehidupan bahagia di akhirat kelak. Balasan di akhirat, tentu saja, berbanding lurus dengan usaha selama mengembara di alam dunia.
Wallahu a’lam.
__
Safwannur, Alumni Ponpes Ihyaaussunnah Lhokseumawe, Aceh, dan PUTM Yogyakarta. Kini mengajar di Ponpes Darul Arqam Muhammadiyah Garut, Jawa Barat.
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 8 tahun 2017