Oleh: Dr M G Bagus Kastolani, Psi
Pernah nonton film Harry Potter? Jika sudah pernah, maka tidak asing dengan judul di atas. Dementor adalah penyedot kebahagiaan orang lain. Dalam film tersebut digambarkan sebagai peran antagonis iblis musuh Harry Potter. Apabila sosok ini datang, maka kebahagiaan dan keceriaan orang lain yang semula ada akan disedot habis dan berganti dengan depresi atau kesedihan yang berkepanjangan.
Dalam praktek sehari-hari, misalnya di suatu kantor sedang mempunyai suasana yang ceria namun tibatiba datang seseorang yang merusak dan menyedot kebahagiaan suasana tersebut. Itulah dementor yang biasanya akan dijauhi oleh orang lain. Atau mungkin kita tidak bisa menjauhi sang dementor tersebut karena dia adalah boss di kantor kita. Lebih berbahaya lagi, jika key person dalam lingkungan itu menjadi dementor, maka dijamin suasana lingkungan itu menjadi bad mood dengan keberadaannya. Adakah dementor di lingkungan kita? Atau setelah tahu apa itu dementor, jangan-jangan kita sendiri termasuk dementor itu?
Cara yang paling ampuh untuk menundukkan pengaruh dementor itu adalah dengan tidak mengambil hati apa yang disampaikannya. Ingat… jangan sampai suasana hati kita yang sedang bahagia atau ceria tersedot oleh dementor ini. Jangan biarkan ia merusak suasana hati kita sebab jika kita memperbolehkan ia merusak hati, maka dipastikan hati kita menjadi galau bahkan depresi. Maka hadapilah ia dengan senyum dan tetap fokus dengan tugas kita yang lebih produktif.
Namun jika diri kita sendiri yang menjadi dementor, maka tips yang paling baik adalah ambil waktu rehat secukupnya (time out) ketika bad mood dan jangan biarkan perasaan itu menular kepada orang lain. Cegah dalam diri kita dengan membahagiakan diri melalui apapun cara yang kita suka. Lakukan yang menjadi hobby atau kesukaan kita untuk meminimalisasi perasaan yang galau. Jangan biarkan perasaan galau menguasai kita sehingga rasa bahagia diri dan orang lain tersedot karenanya. Bukankah semakin bahagia seseorang, maka semakin produktif dirinya?
Wallahu a’lam bi shawab
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 18 2018