Dalam perjalanan Rasulullah mengejar orang-orang Ghathafan, beliau kehujanan lalu melepas pakaiannya dan menjemurnya. Saat beliau sedang duduk istirahat, datanglah seorang laki-laki yang bernama Du’tsur bin Al-Harits mengacungkan pedang ke kepala Rasulullah. Ia berkata, “Siapa yang akan menghalangimu dariku sekarang?” Maksudnya, siapa yang akan menolongmu dari pedangku.
Dengan tenang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Allah.” Lalu ia pun tergetar dan jatuhlah pedang dari tangannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil pedang tersebut dan berkata, “Siapa yang akan menghalangimu dariku?” Ia menjawab, “Tidak ada seorang pun.” Kemudian ia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Itulah satu-satunya penggunaan senjata yang terjadi pada Perang Dzi Amr atau Perang Ghathafan atau Perang Anmar. Itupun berakhir damai tanpa pertumpahan darah.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Rabiul Awal tahun 3 H. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memimpin 450 orang sahabatnya menghadapi orang-orang Ghathafan dari Bani Tsa’labah bin Muharib yang hendak menyerang Madinah.
Ada 27 pergerakan militer yang terjadi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dipimpin oleh Nabi sendiri, namun hanya tujuh di antaranya yang terjadi kontak senjata. Ketujuh kontak senjata itu terjadi pada Perang Badar II, Uhud, Khandaq, Bani Quraizhah, Bani Musthaliq, Thaif, dan Hunain.
Rasulullah saw sendiri mengutamakan kedamaian sebagaimana Islam berasal dari kata ‘salm’ yang berarti damai atau kedamaian. Islam juga bisa berasal dari kata ‘aslama’ yang berarti berserah diri atau pasrah. Islam berasal dari kata istaslama–mustaslimun yang berarti penyerahan total kepada Allah SwT. Berasal dari kata ‘saliim’ yang berarti bersih dan suci. Islam Berasal dari ‘salam’ yang berarti selamat dan sejahtera. Semua akar kata Islam itu tidak menggambarkan kekerasan.
Umumnya kontak senjata terjadi karena musuh Islam merasa kuat dibanding pasukan yang dibawa Rasulullah. Jika mereka merasa lemah, mereka melarikan diri atau melakukan perjanjian damai dengan Rasulullah. Narasi Islam damai betul betul ditekankan oleh Rasulullah saw. Puncaknya pada Fathul Makkah yang tidak ada pertumpahan darah dan balas dendam.
Meskipun upaya penanaman narasi Islam damai yang dilakukan Rasulullah sangat intens, tetapi sering Rasulullah digambarkan sebaliknya. Rasulullah saw oleh musuh Islam sering digambarkan naik kuda dengan membawa senjata di tangan kiri dan Al-Qur’an di tangan kanan. Seolah menggambarkan Islam disebarkan dengan kekerasan.
Saat inipun Islam tak luput dituduh sebagai penyebar kekerasan, penyebar teror. Narasi Islam Terorisme sangat kuat, tugas kita menyampaikan narasi Islam Damai sebagaimana akar kata Islam: kedamaian, kesejahteraan, kepasrahan dan kesucian. Sebarkan salam sebagaimana perintah Allah dan Rasul-Nya. (Abu Aya)