BANTUL, Suara Muhammadiyah – Misi utama dari Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) adalah rekontekstualisasi spirit Al-Maun dengan konteks-konteks kekinian. Sama halnya ketika dulu KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang merupakan hasil dari pembacaan nalar kritis dari pembacaan normatif Al-Quran (teks) dengan realitas sosial.
Itulah yang disampaikan Ketua MPM Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr M Nurul Yamin, MSi dalam Pengajian PP Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu 11 Mei 2019.
Menurut Yamin surat Al-Maun menjadi landasan bagi gerakan sosial Muhammadiyah yang memberikan inspirasi untuk melahirkan sebuah kesadaran kolektif. Kesadaran atas realitas sosial yang timpang khususnya dalam distribusi pangan yang berkeadilan.
Yamin mengungkapkan terkait keadilan pangan dalam ayat surat Al-Maun wa laa yahudhu alaa thoaamil miskiin berbicara tentang memberi makan orang miskin. “Kalau kita coba kaitkan dengan konteks sekarang ada prediksi tahun 2025 Indonesia akan mengalami krisi pangan,” tandasnya.
“Jadi surat Al-Maun bukan hanya bicara penyantunan terhadap anak yatim dan orang miskin tetapi berbicara tentang distribusi pangan,” imbuh Yamin.
Oleh karena itu yang coba dikembangkan oleh MPM yaitu menyusun langkah blueprint bagaimana budaya petani yang lemah ke petani yang kuat. “Ada dua strategi disitu, pada tahap pertama adalah penguatan kapasitas, dan tahap kedua adalah akses pasar,” tuturnya.
Selain itu, yang dilakukan MPM adalah pemberdayaan dengan membangun budaya inklusi difabel, pendampingan komunitas pemulung, dakwah pemberdayaan di daerah 3T (terdepan, terpencil, terluar) seperti Suku Kokoda di Papua, Suku Dayak Baturajang Berau di Kalimantan, Desa Tliu Amanuban Timur di NTT, serta pemberdayaan Buruh dan Nelayan.
“Best practice yang dilakukan oleh MPM intinya bukan sekedar aktivitasnya, tetap ada nilai perubahan yang terkandung dalam aktivitas yang dilakukannya,” pungkasnya. (Riz)