BRISBANE, Suara Muhammadiyah – Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat yang berfokus di pelayanan kesehatan memiliki sekitar 300 rumah sakit di Indonesia. Sejak tahun 2008, Muhammadiyah telah menjadi pelopor rumah sakit aman bencana di Indonesia. Posisi geografis Indonesia yang berada di lingkar cincin api dan rentan terhadap risiko bencana membuat Muhammadiyah melalui Lembaga Penanggulangan Bencana terus berupaya untuk meminimalisir dampak dari bencana yang terjadi di rumah sakit.
Inisiatif Muhammadiyah akan rumah sakit aman bencana diimplementasikan dalam program rumah sakit dan masyarakat aman bencana yang pada tahun 2016-2018 dilaksanakan di RS PKU Muhammadiyah Kota Bima dan RSI PKU Muhammadiyah Kota Palangkaraya. Kedua kota ini merupakan benteng Muhammadiyah dalam usaha kesehatan di wilayah tengah dan timur Indonesia.
Keberhasilan program rumah sakit aman bencana di kedua rumah sakit ini disampaikan oleh Divisi Diklat MDMC PP Muhammadiyah dr. Ahmad Alim, Sp.An., EMDM yang sekaligus Manajer Program Rumah Sakit Aman Bencana dalam “Congress on Disaster and Emergency Medicine” yang diselenggarakan di Brisbane, Australia pada 7-10 Mei 2019. Kongres ini diselenggarakan oleh World Association for Disaster and Emergency Medicine (WADEM), sebuah asosiasi dunia yang berfokus pada kedokteran bencana dan kedaruratan.
Dalam program rumah sakit aman bencana, masyarakat yang berada di sekitar rumah sakit dilibatkan dalam berbagai pelatihan peningkatan kapasitas. Masyarakat juga berperan aktif dalam struktur komando penanganan darurat bencana. Kolaborasi masyarakat dan rumah sakit ini dinilai dapat menguatkan ketahanan masyarakat ketika terjadi bencana. Kolaborasi ini diimplementasikan dalam pelatihan peningkatan kesiapsiagaan, pembuatan dokumen rencana penanggulangan bencana, dan latihan-latihan atau simulasi bencana.
Pada kondisi sebenarnya ketika terjadi bencana, rumah sakit dan masyarakat memiliki fungsi saling membutuhkan. Masyarakat yang terdampak bencana datang ke rumah sakit untuk mencari pertolongan pertama, sedangkan dalam kondisi bencana yang menyebabkan adanya korban massal, rumah sakit juga membutuhkan sumber daya manusia yang bisa membantu memberikan pelayanan.
Program rumah sakit aman bencana di kota Bima dan Palangkaraya terbukti berhasil dilihat dari survei yang dilakukan saat akhir program. Kota Bima yang pada akhir Desember 2016 terdampak banjir bandang dan menderita kerugian ekonomi hingga Rp 7M berada di posisi 83 dari 374. Sedangkan kota Palangkaraya yang terdampak asap kebakaran hutan berada di posisi 53 dari 331.
Perubahan lain dari adanya pendampingan program rumah sakit aman bencana ini adalah kedua rumah sakit ini dapat mengirimkan tim medis bencananya ke Lombok dan Palu pada akhir 2018 lalu. (Aul)