Cucu Kiai Dahlan Penjaga Halal di Negeri Gajah Putih

cucu kiai dahlan

Suara Muhammadiyah Kunjungi Halal Science Center Thailand Milik Cucu Kiai Ahmad Dahlan (Dok SM)

Cucu Kiai Dahlan Penjaga Halal di Negeri Gajah Putih

Matahari terik mulai menanjak di atas kepala, ketika dua belas orang dari Suara Muhammadiyah tiba di komplek Chulalongkorn University, Bangkok. Pada Kamis, 28 Juni 2018, Suara Muhammadiyah diagendakan bertatap muka dengan Prof Dr Winai Dahlan. Wakil Presiden Central Islamic Council of Thailand itu mengarahkan kami untuk bertemu di kantornya, The Halal Science Center Chulalongkorn University (HSC CU).

Di gedung menjulang itu, area pusat laboratorium dan gedung pertemuan terletak di lantai 11, 12, dan 13. Aksesnya tidak terlalu sulit. Keluar dari pintu lift utama, akan disambut plakat tulisan berwarna kuning emas dan cokelat dalam tiga bahasa: Thailand, Inggris, dan Arab.

Kedatangan kami disambut seorang perempuan muda berjilbab dengan stelan semi formal dan celana hitam elegan. Perempuan berparas Melayu itu merupakan sekretaris pribadi Winai Dahlan. Setelah memperkenalkan diri, kami segera diantarkan ke ruang pertemuan dengan sebuah meja memanjang berbentuk U. Puluhan kursi hitam empuk dijejer rapi. Beberapa layar LCD terdapat di bagian depan, tengah, kiri dan kanan hall. Di ruangan ini, para tamu dari berbagai negara dan lembaga diterima.

Tak berapa lama, Prof Winai Dahlan dengan jas putih laboratorium memasuki ruangan ditemani beberapa staf lainnya. Mereka merupakan para peneliti dan staf yang bekerja untuk HSC. Setiap harinya, HSC menyediakan menu makan siang gratis bagi semua pengunjung dan karyawannya. Saat ini, HSC telah memiliki 92 karyawan, staf, dan peneliti. Dan semuanya Muslim. Winai yang fasih berbicara bahasa Thailand dan Inggris, mengutarakan bahwa pada mulanya di tahun 1994, dia memulai seorang diri.

Winai sempat kesulitan mencari kolega dan mengajak kerabat non Muslim untuk membantunya. “Tidak mudah mencari scientist Muslim,” ujarnya. Semangatnya terus ditularkan pada Muslim di Thailand untuk menjadi ilmuwan. Obsesinya menjadi scientist banyak terinspirasi dari sosok panutan. “Nabi Muhammad was a scientist,” kata Winai. Fakta itu kemudian ditulisnya dalam buku Muhammad: The World’s Greatest Scientist.

Berbasis Sains Modern

Winai sadar bahwa zaman terus bergerak maju. Dalam bahasa Muhammadiyah, selalu dibutuhkan tajdid baru. HSC menangkap spirit perubahan zaman. Revolusi 4.0 mengharuskan HSC melakukan inovasi. Maka dihadirkan, semisal aplikasi halalroute, yang memudahkan wisatawan menemukan restoran halal hingga masjid dan komunitas Muslim.

HSC menerapkan aplikasi scaning barcode, yang bisa diakses pemilik tablet atau smartphone. Aplikasi itu memberi tahu tentang status kehalalan, profil, komposisi, hingga batas akhir konsumsi produk terkait. Software untuk pemindaian label tersebut bisa didownload secara gratis di Google Play.

HSC merupakan lembaga yang tidak hanya mengeluarkan sertifikasi halal bagi ribuan produk, tetapi juga melakukan pengkajian dan pengembangan. Di antara wilayah garapnya: pertama, pengembangan metode-metode deteksi, semisal DNA, FID (Flame Ionization Detection). Kedua, mengembangkan teknologi produksi pangan halal. Sistem canggih ini memungkinkan pihak otoritas memastikan kehalal-haraman suatu produk dengan sekali tekan atau sentuh di layar gadget: menampilkan proses produksi, mulai dari bahan baku hingga menjadi produk jadi. Ketiga, mengembangkan sistem informasi kehalalan produk kepada konsumen. Konsumen yang hidup di era kemajuan IT ini cukup men-scanning barcode produk melalui gawainya.

Laboratorium HSC dilengkapi peralatan Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk menganalisa DNA hewan, Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk mendeteksi kandungan minyak babi. Ada juga Gas-Liquid Chromatography (GLC), Gas Chromatography Coupled with Mass Spectometry (GC-MS), Inductively Coupled Plasma Spetrometry, dan semisalnya untuk mendeteksi kadar alkohol dan zat yang merusak.

Peralatan di Halal Science (Dok SM)

Mendongkrak Pariwisata Thailand

Populasi penduduk planet bumi berkisar 7 milyar jiwa. Dari angka itu, 25 persennya atau sekitar 1,6 milyar merupakan penganut Islam. Sebagian besar mereka tersebar di 57 negara yang tergabung dalam OKI. Guna menopang tren gaya hidup ‘halal lifestyle’ yang terus menjamur, konsumen Muslim membutuhkan produk halal: makanan, kosmetik, obat-obatan, pakaian, perjalanan (halal travel), hotel, restoran, hingga produk pertanian.

Thailand dengan penduduk mayoritas Budha hanya memiliki 4,6% populasi Muslim dan mereka tidak selalu bisa mendapat produk halal dan aman. Keadaan ini menjadi awal kesadaran Winai. “Pangan halal bukan hanya soal makanan atau produk halal, tapi juga keamanan pangan. Kami menawarkan pangan aman itu melalui produk halal. HSC berdiri karena perhatian terhadap konsumen Muslim di sini. Kita tahu Thailand negara yang mayoritasnya non-Muslim. Kami sadari ada banyak makanan yang sebenarnya cocok dengan Muslim,” ungkapnya.

Winai berhasil meyakinkan pemerintah bahwa pangsa pasar halal meningkat. Terbukti, beberapa tahun berikutnya, HSC ikut mendongkrak pariwisata Thailand. Kesuksesan HSC sejalan dengan visi Thailand untuk menjadi The Kitchen of The World. “Kami bekerja untuk kepentingan konsumen, bukan produsen dan pebisnis. Ini tentang niatan kerja kami,” ulasnya.

Winai menangkap peluang ini dan mengusulkan pusat studi dan laboratorium. Pada 2003, The Royal Thai Cabinet menghibahkan sejumlah dana untuk pendirian Central Laboratory and Scientific Information Center for Halal Food Development (Halal-CELSIC) di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Chulalongkorn. Lembaga yang berfungsi sebagai pusat penelitian makanan halal menjadi cikal bakal HSC. Saat ini, HSC telah membuka cabang di Pattani dan Chiang Mai.

Seiring waktu, lembaga ini mendapat pengakuan luas dan menjadi rujukan internasional. Sejak 1998, dipercaya menjadi Halal Science Training Center for ASEAN. Tahun 2006, Malaysia melalui PM Abdullah Ahmad Badawi memberi anugerah Best Innovation in Halal Industry. Penghargaan serupa didapat dari Filipina pada 2009. Tiga tahun berselang, pada 2011, Malaysia kembali memberi penghargaan Halal Research Summit. Di tahun 2009, Kerajaan Thailand juga memberikan penghargaan kepada Winai atas jasanya mengembangkan produk halal yang memberikan rasa aman bagi konsumen.

Diminati non-Muslim

Apa makna produk halal bagi HSC CU? Winai Dahlan memberi jawaban bahwa makanan yang kita inginkan sesuai wahyu adalah makanan yang halal dan thayyib. Halal mengacu pada jenis produk yang tidak terdiri dari unsur haram dan tidak menimbulkan mudharat. Sementara thayyib mengacu pada kriteria baik, aman, sehat dan higienis. “Ini berarti bahwa halal bukan hanya untuk umat Islam. Halal baik untuk semua umat manusia,”urai Winai.

Paradigma itu menjadi kunci bagi HSC CU. Produknya diminati konsumen dari semua kalangan, termasuk mayoritas umat Budha di Thailand. HSC CU berhasil menjadi branding untuk pemenuhan konsumsi publik. Ketulusan niat cucu kiai Ahmad Dahlan merupakan kunci. (ribas)

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 14 Tahun 2018 dengan judul “Menjaga Halal di Negeri Budha: The Halal Sience Center Chulalongkorn University”

Exit mobile version