Pada jaman dahulu di Jepang, ada suatu kebiasaan yang dilakukan oleh seorang anak laki-laki terhadap ibunya yang sudah lanjut usia, yaitu membuang ibunya di tengah hutan belantara. Dan inilah yang dilakukan seorang anak laki-laki di suatu desa di Jepang. Menjelang usia senja ibunya, sang anak menawarkan kesiapan ibunya untuk dibuang tengah hutan. Sang ibu mengangguk dengan lemah karena rentanya. Pertanda ia siap kapan pun dibuang oleh sang anak. Dengan berlinang air mata, anak itu memeluk ibunya dengan perasaan sedih yang begitu mendalam. Namun dengan senyuman tulus, ibu itu hanya memandang mata sang anak.
Pada waktu yang telah mereka sepakati, sang anak menuntun tangan ibunya untuk diantarkan keluar rumah menuju hutan. Tangan lembut sang ibu memegang tangan sang anak. Tangan yang dulu digunakan untuk membelai lembut dan penuh kasih sayang kepada anaknya. Sentuhan lembut sang ibu membuat tangis sang anak pecah kembali. Tiba di halaman depan rumah, sang anak menggendong ibunya agar beliau tidak merasakan kelelahan menempuh perjalanan panjang ke hutan belantara.
Dalam gendongan sang anak, ibu terus memandang dengan kasih sayang diiringi senyuman lembutnya. Sang anak berusaha menguatkan hatinya dengan menatap ke depan meski banjir mata tak terbendung lagi. Hingga menjelang siang, sang anak yang menggendong ibunya telah berada di pinggir hutan. Pada sore harinya, keduanya telah sampai ke tengah hutan. Sang anak menurunkan ibu dari gendongannya.
Ia menatap ibunya terakhir kali untuk ditinggalkannya. Hatinya bergejolak menahan langkahnya untuk pergi. Ia peluk erat ibunya dan mengucapkan terima kasih serta selamat tinggal untuk selamanya. Sang ibu berpesan, “Anakku sayang… ibu telah mematahkan ranting-ranting pepohonan semenjak kita memasuki hutan ini. Ibu berharap engkau dapat mengikuti ranting-ranting yang patah tadi agar tidak tersesat…”
Kalimat perpisahan sang ibu menyebabkan hatinya goyah. Ia kembali dekap sang ibu dan menggendongnya sambil berucap, “Ibu… begitu dalam sayangnya Ibu kepadaku… bahkan Ibu pun tak memikirkan tentang nasib Ibu sendiri malah memikirkan keselamatanku… Kasih sayangmu inilah yang membuatku menginginkan Ibu terus bersamaku selama hidup kita. Ibu akan kubawa pulang.”
Itulah kasih sayang ibu, yang beliau tidak pernah memikirkan nasibnya sendiri tetapi lebih memikirkan anaknya. Jangankan kasih sayang, nyawa pun akan beliau berikan kepada kita. Beliaulah satu-satunya orang yang menerima kita dan mencintai kita tanpa syarat (unconditional love). Bukankah Rasulullah saw pernah bersabda tentang ibumu… ibumu… ibumu…?
Wallahu a’lam bish shawab
Dr M G Bagus Kastolani, Psi, seorang psikolog dan kader Muhammadiyah