Muhammadiyah Harus Jadi Pelopor Integrasi Sosial dan Nasional

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Haedar Nashir, MSi berpesan agar masyarakat dapat membangun nilai-nilai budaya, solidaritas sosial, yang dalam bahasa agama dinamakan ta’awun, kebersamaan. “Kita hidup dalam keragaman, kita tidak bisa hidup sendirian, biarpun muslim mayoritas kita memerlukan orang lain. Bahkan sesama muslim kita ada banyak keragaman,” kata Haedar dalam Pengajian Akbar Peletakan Batu Pertama Pembangunan SD Muhammadiyah Kraton, di Kadipaten Kulon, Kraton Yogyakarta, Ahad (19/5).

Disitulah Muhammadiyah harus menjadi pelopor integrasi sosial, integrasi nasional, pluralitas, bahkan nilai-nilai kultural yang menyemai benih persamaan, persaudaraan, di tengah keragaman dan perbedaan. “Urusan aqidah urusan masing-masing agama, kita saling menghormati dan tidak perlu disama-samakan. Tetapi urusan muamalah duniawiyah kita harus melampaui, harus beyond. Itulah yang diajarkan Islam dengan spirit rahmatan lil alamiin,” ungkapnya.

Dalam kesempatan itu mewakili Sri Sultan Hamengkubuwono X, GKR Mangkubumi mengajak untuk sejenak menyimak pesan KH Ahmad Dahlan untuk menjadikan Muhammadiyah sebagai majelis bagi insan-insan yang tampil sebagai cendekia ulama sekaligus ulama cendekia melalui melalui pendalaman ijtihad menuju kemajuan.

GKR Mangkubumi berharap pembangunan sekolah dasar harus disertai membangun dasar karakter subjek didik agar peduli dan bersahabat dengan liyan, sehingga tidak menjadi eksklusif, karena banyak fakta bahkan di PAUD tertentu diajarkan untuk tidak bergaul dengan teman yang tidak seiman. “Bagi hemat saya bagi kita masa kini sudah hidup dalam kebhinekaan agama, kayakinan, ras, suku dan golongan,” tuturnya.

Pembangunan fisik memang baru merupakan sarana pembelajaran saja, masih dibutuhkan mental ruhaniah sebagai subjek didik manusianya agar kelak dikemudian hari bisa ikut mewujudkan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.

Menurutnya, investasi modal manusia lebih penting sebab merekalah yang menjadikan sekolah sebagai wahana pendidikan dimana nggulawentah (mendidik) sebagai proses memperadabkan subjek didik dalam ranah sekolah, satu diantara dua ranah pendidikan yang lain, keluarga dan masyarakat dijalankan sepanjang hayat.

“KH Ahmad Dahlan muda adalah sosok pendobrak tradisi yang berniat agar Islam menjadi rahmat bagi semesta, cita-cita ini juga bisa ditanamkan sejak dini dalam mata pelajaran ekstrakurikuler. Tentu materinya harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak sekolah dasar. Dengan penanaman karakter seperti itu maka nanti pemahaman tentang semangat ukhuwah islamiyah, wathoniyah dan basariah akan menjadi kesadaran sosialnya di dalam pergulatan masyarakat bangsa,” ungkap putri pertama Sri Sultan Hamengkubuwono X tersebut.

Muhammadiyah, lanjutnya, bertumpu pada bayani, burhani, dan irfani sebagai metode pembaharuan atau tajdid Muhammadiyah. Bahkan bayani percaya pada hakikat kebenaran atas teks Al-Quran dan hadits agar tidak eksklusif tidak mengklaim kebenaran mutlak. Burhani adalah pendekatan rasional yang mendasarkan diri pada dalil-dalil kognisi. Cara ini adalah kombinasi dari pendekatan tekstual dan kontekstual sebagai acuan kajian. Sedangkan irfani dalam pemahaman yang bertumpu pada pengalaman batin Rasulullah saw dalam jagat pendidikan adalah konsep afeksi untuk menajamkan olah rasa sebagai dasar pendidikan karakter.

Dengan berpegang kepada ketiga tajdid ini, masih kata GKR Mangkubumi, bisa menjadikan pimpinan Muhammadiyah sebagai role model umat Islam. Karena selalu bisa mendinginkan suasana dengan memberikan solusi penuh hikmah kebijaksanaan melalui tafsir ajaran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Harapan saya persekolahan selain mencerdaskan nalar, dan penguasaan kecakapan hidup juga wahana penanaman kebiasaan baik agar subjek didik paham, mampu merasakan, serta mau berperilaku dan bertindak secara baik,” pungkasnya.(Riz)

Exit mobile version