Buya Syafii Mencintai Muhammadiyah

Oleh: Haedar Nashir

Hari ini, 31 Mei 2019, Prof Dr H Ahmad  Syafii Maarif berulang tahun ke-84. Kita akrab menyebutnya Buya atau Buya Syafii.  Meski, ketika awal dipanggil Buya, sering beliau menimpali dengan seloroh, “Apa Buya, nanti  buaya”. Jawaban sangat egaliter seperti orangnya.

Kita sulit menemui tokoh besar yang begitu egaliter, humanis, dan demokratis seperti sosok kelahiran Sumpur Kudus Sumatra Barat ini. Dikritik, disela, dan bahkan dihujatpun tak pernah marah dan menunjukkan murka. Selalu senyum dan menjawab, “biarkan saja”, ketika banyak hujatan kepadanya karena pikiran dan pernyataannya yang bagi sebagian menudingnya liberal.

Hal yang menakjubkan dari Ketua PP Muhammadiyah 2000-2005 ini ialah pengkhidmatannya yang luar  biasa untuk Muhammadiyah, selain untuk umat dan bangsa. Sering ketemu selalu berpesan, “Dar, jaga Muhammadiyah”.

Pasca tidak menjadi Ketua PP Muhammadiyah, Buya Syafii masih terus berkhidmat untuk Persyarikatan. Beliau sendiri yang minta menjadi Ketua Panitia Pembangunan Madrasah Muallimin di area baru. Padahal pasca gempa Yogya, Buya sudah membangunkan gedung utama Madrasah bersejarah tempat dirinya menimba ilmu itu. Kini gedung baru di lahan sekitar 6 hektar itu sedang dibangun kampus baru Muallimin senilai sekitar 500 milyar. Buya ke sana ke mari mencarikan dana dengan resiko ada yang kritik dan kadang sinis. Tapi beliau tetap jalan demi Muallimin sekolah kader kebanggan Muhammadiyah.

Di usianya yang senja, Buya tidak membangun dinasti untuk diri dan keluarganya, tetapi untuk Muhammadiyah. Kecintaannya pada Muhammadiyah lahir dari hati, tidak dengan retorika dan citra. Kepada anak-anak di Suara Muhammadiyah pun selalu mendampingi. Selalu berpesan dan mengajak kerja keras agar SM, baik majalah maupun perusahaan semakin besar dan maju. Ketika bertemu, selalu bertanya, “bagaimana Muhammadiyah? Lalu berpesan, “jaga kekompakan Persyarikatan ya”. Ucapannya tidak basa-basi, keluar dari hati.

Kami hormat dan merasa kecil menyaksikan kiprah Buya Syafii. Demikian pula dengan sosok-sosok  bersahaja seperti Pak Muchlas Abror dan Pak Rosyad Sholeh. Itulah figur-figur tulus dan otentik Muhammadiyah.  Apa yang keluar dari ucapannya ialah suara hati, tidak dibuat-buat. Komitmen dan pikirannya tentang Muhammadiyah selain paham juga lahir dari penghayatan yang menyatu dengan pengkhidmatannya. Ketiganya selalu berusaha  memposisikan Muhammadiyah dalam koridornya sebagai gerakan dakwah dan ormas keagamaan sesuai Kepribadian dan Khittah. Tidak berusaha menarik-narik organisasi Islam ke politik praktis dan yang tidak sejiwa dengan karakter gerakan Islam yang didirikan Kyai Ahmad Dahlan tahun 1912 itu.

Sikap hidup ketiganya sama sekali jauh dari pencitraan ala burung merak, tetapi apa adanya. Tidak biasa berselancar dalam ucapan dan tindakannya.  Sosok-sosok seperti ini mungkin tidak heroik di sebagian kalangan umat atau warga Persyarikatan, namun sungguh kuat jiwa keteladanan dan pengkhidmatannya. Ketiganya seperti pada umumnya tokoh dan lebih-lebih kita memilki kekurangan, tetapi tulus dan menujukkan bukti kata sejalan tindakan. Jika menyangkut Muhammadiyah tidak menuntut yang tidak semestinya, apalagi sampai menghakimi Persyarikatan dengan pernyataan-pernyataan negatif. Muhammadiyah selalu dihimbau agar tetap dalam jati dirinya sebagai gerakan Islam dan dakwah yang sejalan Kepribadian dan Khittah.

Kita rindu tokoh-tokoh Muhammadiyah yang apa adanya seperti Buya, Pak Muchlas, dan Pak Rosyad yang dalam menyikapi keadaan segawat apapun senantiasa memposisikan diri selaku orang Muhammadiyah yang tidak larut dalam tarikan pihak dan kepentingan lain. Sikap dan pikirannya lurus, kalaupun mengkritik tetap tawazun. Kita perlu belajar banyak dari figur-figur yang sepi popularitas dan tetap bersahaja itu.

Selamat ulang tahun Buya Syafii. Dengan kiprah yang tak kenal lelah dalam  memajukan Muhammadiyah, Buya Syafii seakan ingin memberi pesan kepada kita, kalau betul-betul merasa Muhammadiyah, bantulah gerakan Islam ini. Kalau belum dapat membantu, setidaknya jangan banyak menuntut dan membebani Muhammadiyah.

Buktikan kecintaan pada Muhammadiyah dengan pengkhidmatan nyata tanpa kata. Sungguh luhur sikap hidup tokoh Muhammadiyah yang bersahaja ini.  Kami yang lebih muda dibuatnya malu dengan jejak langkahnya yang nirpamrih. Buya Syafii bagi Muhammadiyah ibarat burung Rajawali, yang gagah dan terbang  ke angkasa tinggi, tetapi tak mau membangun sarangnya sendiri!

 

Exit mobile version