Teologi Terapi Mental Spiritual

Sakit

Ilustrasi

Sakit, musibah, bala dan ujian kehidupan lainnya merupakan sebuah kemestian yang tidak bisa dielakkan. Manusia pasti pernah merasakan sakit, baik sakit hati maupun sakit jasmani. Bala (ujian) berupa sakit, menurut Said Nursi dalam Risalah Bala’, harus dipahami sebagai “pemberian” dari Allah yang harus disyukuri (diterima dengan lapang dada, hati terbuka dan jiwa besar, sekaligus diambil hikmah atau nilai positifnya). Bala’ yang diberikan oleh Allah merupakan “lahan subur” bagi investasi akhirat.

Banyak orang sakit, bukan karena sakit fisik, tetapi sakit mental spiritual. Dan banyak pula orang beranggapan bahwa terapi sakit fisik harus berupa obat-obatan yang bersifat fisik, baik kimiawi-medik maupun herbal. Padahal, tidak sedikit sakit fisik yang bisa diterapi dan disembuhkan melalui pendekatan teologi terapi.

Karena sakit fisik yang diterapi mental spiritualnya, maka sekurang-kurangnya dapat meringankan penderitaan psikologis yang bersangkutan. Mental spiritual yang sehat sesungguhnya modal awal kesembuhannya, karena keyakinan teologis kepada Sang Pencipta adalah basis mental spiritual yang tangguh untuk menghadapi segala hal.

Dalam Risalah Bala’, Said Nursi menjelaskan beberapa resep terapi bagi penderita sakit. Resep itu diramu dari berbagai ayat Al-Qur’an, Hadits Nabi saw, dan pengalaman-pengalaman spiritual para Nabi dan orang-orang shalih. Sekurang-kurangnya, ada tujuh tips terapi teologi yang dianjurkan oleh Said Nursi untuk mengatasi derita sakit, baik fisik maupun psikologis.

Pertama, bersabarlah, dan jangan gelisah, banyak mengeluh, bersedih, dan berduka. Kedua, bersyukurlah, karena derita sakit itu bisa menjadikan detik-detik umurmu setara dengan berjam-jam ibadah. Dalam sebuah Hadits dinyatakan: “Satu menit derita mereka yang bersyukur dan bersabar setara dengan satu jam beribadah”.

Ketiga, tujuan hidup manusia di dunia ini adalah memperoleh kebahagiaan sejati, bukan untuk bersenang-senang. Karena itu, ketika sakit, jadikanlah modal besar hidupmu (umur) untuk berintrospeksi diri, menjernihkan pikiran, dan memperoleh ketenangan jiwa. Keempat, kita semua adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya (Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un). Ketika diuji sakit, maka serahkanlah diri kepada Sang Pemiliknya dengan tidak mengeluh dan berkecil hati.

Kelima, pahamilah bahwa derita sakit yang dialami sebagian manusia merupakan kemurahan dan anugerah rahmani (Allah). Karena itu, hadapilah rasa sakit dengan berbaik sangka kepada Allah, dan yakinlah bahwa jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba-Nya, niscaya Dia akan memberinya cobaan.

Keenam, melalui sakit, kita diajak untuk meninggalkan sifat sombong, mengetahui sifat kelemahan diri kita, dan mengenali Sang Pemilik diri kita. Ketujuh, renungkan dan pikirkanlah selalu manfaat sakit; dan yakinlah bahwa Allah SwT pasti memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Melalui sakit dan bala’, kita diajak untuk belajar melihat segala sesuatu dari segi positif dan hikmahnya, terutama dari segi spiritualitasnya.

Muhbib Abdul Wahab, Sekretaris Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah dan Dosen FITK UIN Jakarta

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 2 tahun 2017

Exit mobile version