Oleh: Muhadjir Effendy
Agaknya spirit dakwah di Muhammadiyah saat ini perlu dipertanyakan keberadaannya. Apa benar Muhammadiyah sekarang ini masih menjadi gerakan dakwah? Setidaknya, tidak ada bobot yang signifikan lagi dalam usaha-usahanya di bidang dakwah.
Salah satu indikator untuk membuktikan dugaan tersebut adalah di Muhammadiyah sekarang ini tidak ada penataan kelembagaan Majelis Dakwah. Yang ada adalah Lembaga Dakwah Khusus (LDK). Mungkin kata “khusus” dimaksudkan untuk menegaskan bahwa seluruh potensi dan usaha yang dilakukan Muhammadiyah memiliki fungsi dan maksud untuk dakwah. Sehingga fungsi kolektif ini disebut dakwah umum, di samping ada dakwah khusus. Tapi, apa memang demikian kenyataannya? Dugaan saya, fungsi utama (dakwah umum) tersebut telah berjalan tidak sebagaimana yang diharapkan, karena telah mengalami reduksi dan deviasi.
Di kalangan Muhammadiyah telah terjadi pemahaman umum (yang keliru) bahwa yang melaksanakan fungsi dakwah adalah Majelis Tabligh, plus LDK. Sehingga lembaga-lembaga lain secara parsial dan kompartemental menjalankan fungsi yang lain sama sekali. Lembaga pendidikan hanya menjalankan fungsi penyelenggara dan pelayanan di bidang pendidikan. Lembaga kesehatan hanya menjalankan fungsi pelayanan kesehatan. Dan seterusnya. Hal inilah yang saya maksud telah terjadi reduksi terhadap pemahaman dan pelaksanaan dakwah. Seharusnya, semua komponen dan daya yang ada di Muhammadiyah ini secara sentripetal (bergerak memusat) ke arah satu fungsi yaitu dakwah dalam arti ‘am maupun khas.
Dari sisi yang lain, tanpa benar-benar disadari, gerakan Muhammadiyah hanya terhenti (mandeg) sebatas sebagai gerakan amal. Karena itu, dalam setiap pembicaraan di forum resmi di semua tingkat, yang jadi fokus adalah amal usaha. Bahkan soal amal usaha ini urgensinya mengalahkan masalah konsolidasi organisasi, misalnya soal tertib administrasi keanggotaan Muhammadiyah. Untuk bisa mendirikan Ranting, syarat utamanya harus memiliki amal usaha. Gerakan Muhammadiyah saat ini sangat diasyikkan oleh kesibukan beramal-usaha: membangun sekolah, rumah sakit, panti asuhan, toko swalayan, dan tempat ibadah. Bahkan untuk yang terakhir ini, di beberapa tempat, sering akhirnya dikuasai pihak lain.
Memang amal usaha itu penting dan menjadi “brand image” Muhammadiyah. Tapi maksud terakhir dari didirikannya amal usaha adalah sebagai media dan sarana dakwah. Yang memprihatinkan, jangankan sebagai media dakwah, tidak jarang amal usaha justru berubah menjadi tempat konflik berkepanjangan. Fenomena inilah yang saya sebut bahwa dakwah di Muhammadiyah telah terdeviasi. (ron)
—
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 3 tahun 2017