Oleh: Yunahar Ilyas
Secara bahasa, akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk (yang diciptakan), dan khalq (penciptaan). Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluk (manusia). Dengan kata lain, tata perilaku terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki bila perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Khaliq (Tuhan). Dari pengertian ini, akhlak bukan saja tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antarsesama, tetapi juga hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta.
Secara istilah, akhlak memiliki beberapa definisi. Salah satunya, definisi Imam al-Ghazali, “Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.” Jadi, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, yang muncul secara spontan bila diperlukan, bersifat konstan, tidak temporer, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, dan tidak memerlukan dorongan dari luar.
Trilogi Iman-Islam-Ihsan sering disamakan dengan trilogi akidah-ibadah-akhlak. Dengan menyandingkan dua trilogi itu, maka ihsan sama dengan akhlak. Istilah akhlak sebenarnya masih bersifat netral, bisa baik dan buruk. Tetapi jika disebut sendirian, maka yang dimaksud adalah akhlak yang baik, mulia, atau terpuji.
Pendekatan ihsan dan akhlak sama-sama mencari yang terbaik, terpuji, dan termulia. Ihsan adalah melakukan yang terbaik dalam beribadah kepada Allah SwT, baik ibadah mahdhah maupun ibadah ghairu mahdhah. Sementara, akhlak adalah melakukan yang terbaik terhadap Allah SwT, Rasulullah saw, pribadi, keluarga, bermasyarakat, dan bernegara.
Tetapi, jika ingin membedakannya, maka ihsan melampaui akhlak. Misalnya adil. Adil adalah salah satu akhlak mulia, tetapi ihsan bisa lebih tinggi dari adil. Menahan marah dan memaafkan kesalahan orang lain adalah akhlak mulia, tetapi membalas perilaku buruk seseorang dengan kebaikan adalah ihsan.
Apabila iman tertanam kuat dalam diri seseorang, maka ia akan menjadi Muslim yang baik, yang akan menjalankan ajaran Islam dalam seluruh aspek hidup, tidak hanya dalam ritual semata. Hasilnya, pengamalan itu akan melahirkan akhlak mulia dan terpuji, dan puncaknya melahirkan sikap ihsan.
Keshalihan individual pun akan berbuah kepada keshalihan sosial. Jika dua keshalihan itu merata pada setiap warga masyarakat, maka kita akan melihat masyarakat yang sehat, aman, damai, sejahtera, dan diridhai Allah SwT. Jika masyarakat seperti itu merata dalam suatu negara atau bangsa, maka negara itu akan menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Dalam bahasa Muhammadiyah, akan menjadi masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. (im)