Pada suatu masa, aliran mata air alami yang menganak sungai merupakan sumber penghidupan yang disediakan Tuhan untuk dinikmati siapa saja. Seiring waktu, air sungai sudah tercemar dan tidak bisa lagi langsung diminum. Beberapa mata air yang masih tersisa, justru diprivatisasi oleh kekuatan kapitalis. Air kini menjadi barang yang bernilai rupiah. Saat ini kita masih bisa menikmati udara secara gratis. Namun jika pencemarannya tidak dihentikan, kemungkinan kita pun harus mengeluarkan uang untuk bisa mendapatkan udara bersih.
Udara bersih dan segar dihasilkan oleh hutan, sehingga disebut sebagai paru-paru dunia. Selain memproduksi oksigen, hutan juga berfungsi untuk menjaga kualitas air, menghasilkan pangan, hingga mencegah bencana alam. Belakangan, kelestarian dan keseimbangan alam ini semakin terganggu. Fenomena ini menggerakkan Dekan Fakultas Kehutanan dan Pertanian Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Siti Maimunah, untuk tidak tinggal diam.
Pelestarian hutan pendidikan di Mungku Baru, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, tak lepas dari peran Siti Maimunah. “Ini hutan tersisa di Palangkaraya yang biodiversitasnya tinggi yang terancam rusak oleh pertambangan dan illegal logging,” kata Siti. Dia mendorong agar hutan ulin di Mungku Baru diakui dan dipelihara sebagai hutan adat. Ulin (eusideroxylon zwageri) termasuk jenis kayu asli Kalimantan yang semakin langka. Selain karena masa pertumbuhannya yang sangat lama, juga karena alih fungsi lahan dan pebalakan hutan. Hutan pendidikan seluas 5000 hektar tersebut kini menjadi kawasan penelitian dan tujuan ekowisata.
Tahun 2012, Siti mulai mendampingi masyarakat Mungku Baru. Menurutnya, pelestarian lingkungan harus melibatkan masyarakat setempat. Warga juga perlu diberi solusi dan alternatif mata pencaharian. “Kerusakan lingkungan itu lebih disebabkan oleh kesejahteraan masyarakat yang sangat rendah. Jika ingin melestarikan hutan, hendaknya kita punya solusi untuk kesejahteraannya dulu,” tutur Siti. Dalam rangka ini, Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah bersama dengan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya memberi pendampingan dan pemberdayaan ekonomi. Masyarakat setempat diajak melakukan budidaya jamur dan lebah, serta memanfaatkan hasil hutan bukan kayu.
Tidak mudah bagi Siti Maimunah pada awal mula masuk ke kawasan yang hampir 99% beragama Nasrani itu. Sempat dituduh sebagai penyebar ajaran sesat. “Saya berusaha meyakinkan masyarakat bahwa kami di Universitas Muhammadiyah Palangkaraya merupakan lembaga resmi dan selalu mendampingi masyarakat tanpa pandang agama untuk maju,” ujarnya. Perlahan, masyarakat menaruh simpati dan mulai bersinergi untuk menjaga hutan mereka.
Tak kenal lelah, Siti berupaya mencari solusi dan berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan. Siti pernah memfasilitasi pertemuan antara warga, PT Taiyoung, dan Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah, yang mencapai kesepakatan untuk menjaga hutan ulin Mungku Baru. Pemerintah Kota Palangkaraya dan Kabupaten Gunung Mas mendukung penuh upaya pelestarian lingkungan ini.
Bersama para mahasiswa dan masyarakat desa Buntoi, Siti juga mengembangkan tanaman bioenergi. Hasilnya untuk mendukung upaya restorasi lahan dan menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat adat di Kalimantan Tengah. Ada beberapa spesies yang dikembangkan, semisal calophyllum inophyllum atau ‘nyamplung’, reutealis trisperma atau ‘kemiri sunan’, leucaena leacocephala atau ‘lamtoro’, gliricidia sepium atau ‘gamal’, hingga jenis calliandra calothyrsus atau kaliandra. Selain itu juga berbagai jenis anggrek.
Rakorwil Majelis Lingkungan Hidup Regional Kalimantan dan Workshop Model Pengelolaan Hutan Pendidikan tahun 2018 mendorong Siti dan para mahasiswanya yang terlibat untuk melakukan paten terhadap temuan-temuan dari hasil riset yang dilakukannya. Sekretaris MLH PP Muhammadiyah Gatot Supangkat mendukung penuh pengembangan hutan pendidikan ini. Dalam waktu dekat, praktik serupa juga akan dikembangkan di Bengkulu, NTT, dan Sumatera Barat.
Atas dedikasinya, perempuan kelahiran Wonosobo, 31 Januari 1976 ini diganjar beberapa penghargaan. Pada tahun 2017, menjadi nominator Kalpataru KLHK untuk kategori Perintis Lingkungan. Tahun 2019 masuk dalam kategori Pembina Lingkungan. Pada 2014, meraih Green Award dari USAID IFACS. Pada 2018 mendapat anugerah wanita pelopor reboisasi dari Menteri LHK dan di tahun 2019 dinobatkan menjadi Champion of Asia Pacific Forest 2019.
Atas inisiasi ini, beberapa lembaga studi tertarik untuk melakukan kerjasama. Michigan State University (MSU) pada tahun 2016 berkunjung ke Universitas Muhammadiyah Palangkaraya dan menginisiasi kerjasama terkait tatakelola hutan pendidikan UM Palangkaraya. Pada tahun 2017, beberapa peneliti dari University of Exeter Inggris dan Borneo Nature Foundation (BNF) juga berkunjung ke kawasan hutan pendidikan ini.
Siti sendiri mulai banyak diundang untuk berbicara tentang konservasi lingkungan dalam berbagai forum nasional dan internasional. Di antaranya pernah menjadi pembicara di Korea, Inggris, USA, dan beberapa universitas lainnya. Pada tahun 2020, Siti diundang oleh Michigan State University untuk memaparkan tentang konsep Islam dan konservasi hutan.
Universitas Muhammadiyah Palangkaraa juga berhasil meraih dana hibah dari Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) untuk melakukan kegiatan konservasi dan rehabilitasi hutan di kawasan PT Hutan Amanah Lestari (HAL) yang berlokasi di Kabupaten Barito Selatan dan Barito Timur, Kalimantan Tengah. Kerjasama ini berlangsung selama dua tahun, April 2016-Maret 2017.
Dana itu digunakan untuk meningkatkan program pelestarian dan penelitian kawasan hutan pendidikan. “Alhamdulillah, salah satu di antaranya kami sudah berhasil mengidentifikasi sarang orang utan di lokasi kegiatan kita. Oleh karena itu, Sumber Daya Alam di Kalimantan Tengah ini harus kita jaga secara bersama-sama tidak hanya perorangan atau sekelompok kecil saja, namun seluruh elemen harus berperan,” tukas Siti Maimunah.
Atas berbagai capaian membanggakan itu, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjuk UM Palangkaraya sebagai koordinator dalam proyek Strengthening Fores Area Planing and Management in Kalimantan (Kalfor) di Provinsi Kalimantan Tengah. (ribas)