BANTUL, Suara Muhammadiyah – Prof KH Ahmad Azhar Basyir merupakan salah satu tokoh penting dan teladan dalam Muhammadiyah. Dalam kepemimpinan KH Ahmad Azhar Basyir memiliki corak tersendiri dimana berbagai kajian keilmuan dan tasawuf sangat gencar dilakukan.
Hal tersebut disampaikan Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Gunawan Budiyanto dalam Seminar Kemuhammadiyahan dan Kebangsaan KH Ahmad Azhar Basyir: Akhlak – Hukum Islam dan Pemikiran Islam. Seminar tersebut merupakan edisi ke-6 yang dilaksanakan oleh Program Doktor Pemikiran Islam Pascasarjana UMY yang mengangkat pemikiran para tokoh-tokoh Muhammadiyah terdahulu.
“Banyak orang mengatakan selama kepemimpinan KH Ahmad Azhar Basyir ini Muhammadiyah back to basic, kembali ke akarnya, karena kajian Al-Qur’an lebih banyak dilakukan, kajian-kajian hadits, kajian bagaimana memurnikan cara kita berislam itu sangat kental dilakukan,” ungkap Gunawan di Pascasarjana UMY, Sabtu (13/7).
Menurutnya generasi muda perlu meneladani para tokoh Muhammadiyah yang mewarnai pemikiran dan gerak persyarikatan. Termasuk KH Ahmad Azhar Basyir yang telah menghasilkan berbagai karya dari buah pemikirannya mulai dari filsafat, hukum Islam, bahkan tuntunan keluarga sakinah.
Hadir menjadi narasumber yaitu Putri KH Ahmad Azhar Basyir Evi Sofia Inayati, Dosen Filsafat Universitas Gadjah Mada Achmad Charris Zubair dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan PP Aisyiyah Alimatul Qibtiyah. Turut hadir juga istri KH Ahmad Azhar Basyir Maria Ulfa.
Evi Sofia Inayati mengisahkan bagaimana riwayat Ahmad Azhar bin Kiai Muhammad Basyir yang lahir di Kauman, Yogyakarta pada 21 November 1928. KH Ahmad Azhar Basyir menempuh pendidikan mulai dari Pondok Pesantren Termas Pacitan (1942-1943), Madrasah Mubalighin Muhammadiyah (1945-1946), Madrasah Menengah Tinggi (1949-1952), Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (1952-1956), Universitas Baghdad Irak (1957-1958), Universitas Kairo (1965), dan Pendidikan Purnasarjana Filsafat UGM (1971-1975).
Selanjutnya Evi mengungkapkan kiprah KH Ahmad Azhar Basyir dalam Muhammadiyah dimulai sejak aktif di Hizbul Wathan yang kemudian berkhidmat di Pemuda Muhammadiyah. KH Azhar Basyir juga pernah diamanahkan sebagai Anggota PP Muhammadiyah, Wakil Ketua Majelis Tarjih, hingga menjadi Ketua PP Muhammadiyah.
Selain itu, pada tahun 1946 KH Ahmad Azhar Basyir pernah bergabung dengan kesatuan TNI Hisbullah untuk berjuang melawan penjajah Belanda. Di luar Muhammadiyah kiprah KH Azhar Basyir yaitu sebagai anggota tetap Akademi Fikih Islam OKI, Wakil Ketua MUI Pusat (1990-1995), Pendiri dan Anggota Pengawas Bank Muamalat Indonesia, Anggota MPRI RI, hingga Anggota Tim Pengkajian Hukum Departemen Kehakiman.
KH Ahmad Azhar Basyir, kata Evi, turut berkiprah dalam pelayanan umat. Misalnya terlibat dalam kepengurusan takmir masjid, selalu memberikan informasi perkembangan dan aktivitas organisasi setiap pengajian di masjid, serta melayani konsultasi agama yang disempatkan setelah shalat shubuh.
Pengalaman KH Azhar Basyir di Ponpes Termas, ungkap Evi, memiliki kedekatan dan silaturahim dengan tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama. Hal tersebut sedikit banyak memberikan pengaruh sehingga memiliki pergaulan yang cair dan akrab dengan Kiai-kiai NU seperti Ponpes Krapyak, Pandanaran, KH Ilyas Ruhyat, KH Ibrahim Hosen dan yang lainnya. KH Azhar Basyir juga banyak bertemu dalam forum diskusi maupun saling mengunjungi.
KH Ahmad Azhar Basyir dan Filsafat
Sementara itu, Achmad Charris Zubair mengungkapkan bahwa KH Azhar Basyir merupakan contoh nyata tentang betapa filsafat tidak bisa dihadapkan secara konfliktual dengan keimanan. “Ahmad Azhar Basyir menunjukkan bahwa Islam pun sebagaimana filsafat menekankan betapa pentingnya akal pikiran,” tutur Charris yang juga murid KH Azhar Basyir di Filsafat UGM.
Charris menyampaikan bahwa sosok seperti KH Azhar Basyir sangat diperlukan seperti saat sekarang ini. “Tidak mudah mengkafir-kafirkan orang, tidak mudah mencacat-cacat orang, tetapi sesungguhnya memahami apa yang dilakukannya,” imbuhnya. Sebagaimana adagium dalam filsafat yaitu radikal, reflektif, dan holistik.
Kemudian Alimatul Qibtiyah menyampaikan penelaahannya terhadap beberapa karya KH Ahmad Azhar Basyir. Salah satunya yaitu buku Keluarga Sakinah, Keluarga Surgawi. Dalam buku tersebut Alimatul kagum terhadap pemikiran KH Azhar Basyir yang pada era 1970-an telah mengkaji tentang bagaimana kebebasan barat dan keseimbangan timur dalam hal keagamaan.
Selain itu KH Azhar Basyir juga menekankan tentang pendidikan anak. Kedua orang tua memiliki kewajiban bukan hanya ibu. Pendidikan mencakup keimanan, ibadah, akhlak, dan kemasyarakatan. (Riz)