MANADO, Suara Muhammadiyah – Suara Muhammadiyah bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika terus melakukan upaya memberantas konten-konten negatif dan berita bohong (hoax) lewat kegiatan dialog publik bertajuk “Menyatukan Perbedaan, Membangun Negeri”.
Staf ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, Henri Subiakto mewakili Menteri Rudiantara memberikan penjelasan kepada publik dalam upaya merawat persatuan di era digital. Menurut guru besar ilmu komunikasi Universitas Airlangga ini, karakter generasi milenial saat menjadi sorotan utama dalam pembangunan komunikasi dan informasi. Smartphone dan koneksi internet, disebutnya sebagai kebutuhan primer bagi generasi milenial.
“Mereka (generasi milenial) membutuhkan smartphone dan koneksi internet sebagaimana manusia membutuhkan oksigen”. Beliau memaparkan beberapa hal yang menyerang dan mengancam karakter dan persatuan bangsa lewat internet. Pertama, propaganda asing, kedua, masuknya propaganda ideologi transnasional (NIIS dan ISIS), ketiga, intoleransi dan radikalisme dan terakhir adalah weaponization of social media (“tempur politik di media sosial”).
Pada kesempatan yang sama, cendikiawan yang juga tokoh nasional Buya Syafii Maarif mengingatkan kembali pemerintah memiliki tugas untuk menyadarkan kelompok-kelompok yang kerap mengeluarkan isu-isu intoleransi, hoax dan hate speech. Meskipun dalam kondisi dirawat karena sakit, Buya Syafii memberikan penjelasan kepada audiens yang hadir di Manado lewat video.
“Kita harus menyadarkan kelompok-kelompok intoleran, yang tidak suka Indonesia bersatu, kelompok-kelompok yang maunya menang sendiri. Agar rakyat kita tidak mudah termakan isu, tidak mudah menerima informasi yang tidak benar. Apalagi di dalam kondisi politik pasca kebenaran (post truth), kalua tidak dibendung (propaganda negatif), maka peradaban bisa runtuh dan manusia kehilangan martabatnya,” tegas Buya Syafii.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Sumiati, Sekretaris Ditjen Informasi & Komunikasi Publik, Kemenkominfo. Menurutnya kita adalah negara yang besar, dan sangat mahal harga yang harus dibayar, jika kita terpecah belah, hanya karena berbagai informasi yang tidak jelas sumber kebenarannya. ” Melalui forum ini, saya mengajak, menjadi bagian masyarakat yang aktif berperan melawan informasi-informasi Hoax di negeri ini,” ungkapnya saat menyampaikan sambutan dalam pembukaan acara dialog kebangsaan.
Sementara itu, Deni Asyari, selaku Direktur Suara Muhammadiyah melihat era revolusi teknologi, terutama media sosial dan smartphone, semua orang tanpa pandang kelas, kini dengan mudah menjelma menjadi sumber kebenaran. Sehingga ruang media sosial kita disesaki dengan sikap saling hujat, menghina, menafikan dan menegasikan antar sesama. Karena semua pemilik akun media sosial merasa berhak menentukan kebenaran sesuai emosi dan prefesensinya masing-masing tanpa rujukan ilmu pengetahuan.
“Dialog literasi ini, menjadi media untuk untuk mengembalikan ilmu pengetahuan sebagai rujukan ber media sosial,” tutur Deni.
Sedangkan Taufiq Pasiak, Pakar Studi otak dan Prilaku Sosial Universitas Sam Ratulangi Manado ini melihat hoax muncul karena adanya otak dan pikiran manusia. Maka sampaikan kapan pun, informasi hoax tidak akan pernah hilang, dia akan selalu ada sampai kapanpun sesuai dengan istilahnya masing-masing.
“Hoax ini lebih tua dari kita, sejak dulu hingga kapan pun, ia akan selalu ada, maka untuk melawan hoax ini, perlunya diperkuat kembali hubungan manusia dalam bentuk face of face (bertemu muka). Melalui intensitas pertemuan antar warga, akan bisa mengenali dan mengantisipasi Hoax,” tuturnya.
Sementara Irfan Amalee mendorong adanya kontra narasi. “Anak-anak muda harus aktif membuat kontra narasi dari berbagai informasi yang hoax yang kita terima. Melalui kontra narasi ini, akan bisa kita putus mata rantai hoax melalui penggiringan opini yang dibangun,” ungkap Co-Founder Peace Generation ini.
Melalui forum ini, semangat untuk melawan hoax ditandai dengan penggunaan jaket dan kaos yang bertema “bijak dalam media sosial” sekaligus pernyataan bersama melalui penandatangan sikap warga Manado melawan Hoax.
Acara yang berlangsung di Hotel Novotel Manado ini, dihadiri 250 peserta dari berbagai kalangan seperti Pimpinan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Kristen, Katolik, mahasiswa serta perkumpulan literasi generasi millenial Manado. (Red)