Fisip UMJ Teliti Intoleransi dan Radikalisme di Perguruan Tinggi

Fisip UMJ Teliti Intoleransi dan Radikalisme di Perguruan Tinggi

Seri Diseminasi Penelitian Fisip UMJ (Dok Tri/SM)

TANGERANG SELATAN, Suara Muhammadiyah – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) menggelar seri diseminasi hasil penelitian bertajuk “Memperkuat Ketahanan Kampus Sebagai Ujung Tombak Nilai-nilai Kebangsaan”, Senin, (29/7). Penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti FISIP UMJ dilaksanakan sejak Desember 2018 sampai dengan Maret 2019.

Tim Peneliti FISIP UMJ melaksanakan penelitian ke delapan kampus yang meliputi tiga Perguruan Tinggi Negeri yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dua Perguruan Tinggi Kedinasan yaitu Politeknik Keuangan Negara (STAN) dan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), serta tiga Perguruan Tinggi Muhammadiyah yaitu Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ),  Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (UMTAS), dan Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT).

Ketua Tim Peneliti, Debbie Affianty, M.Si., memaparkan tentang temuan dari penelitian yang telah dilakukan, termasuk analisa tentang faktor-faktor pendukung daya tangkal (resilience) serta faktor-faktor kerentanan (vulnerabilities) terhadap intoleransi dan radikalisme di Perguruan Tinggi. Menurut Debbie, seperti temuan pada penelitian, ada dua faktor yang mempengaruhi ketahanan kampus dalam radikalisme. Berkaitan dengan ketahanan kampus, ditemukan bahwa dukungan terhadap NKRI dan demokrasi cukup kuat dikalangan mahasiswa.

Sebagian besar dari mahasiswa yang diwawancarai di kampus-kampus yang diteliti, mendukung adanya Pancasila dan demokrasi dalam sistem NKRI. Menurut mahasiswa, Pancasila tidak bertentangan dengan Syariat Islam. Selanjutnya, kaitan tentang relasi mayoritas-minoritas. Mahasiswa menganggap bahwa koeksistensi dari masyarakat yang berbeda harus dihargai.  Temuan lain yang tidak kalah penting dari hasil penelitian ini adalah adalah mahasiswa menolak kekerasan atas nama agama yang sangat tinggi (85%) dan  terorisme atas nama agama sebagai syahid atau jihad ditolak (81%).

Menurut Debbie, berkaitan dengan pengetahuan agama yang didapat hasil penelitian mahasiswa menyatakan bahwa sebagian besar responden masih mengandalkan Ustadz dalam pencarian pengetahuan agama. Sebanyak 90,58% mengikuti pengajian dengan berbagai bentuk dan sebanyak 58,12% responden belajar agama melalui ustadz di masjid.

Sebagian besar Perguruan Tinggi yang termasuk dalam lokus penelitian, memiliki program kegiatan keagamaan (88,22%). Bentuk-bentuk program kegiatan keagamaan tersebut didominasi oleh Mata Kuliah Agama sebesar 48,17%, diikuti oleh kegiatan pengajian sebesar 30,10%, dan 6,81% berupa Konseling Agama. Kegiatan lainnya sebesar 1,83% dan 0,79% Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK). Sebanyak 86,65% responden menjawab tidak ada dosen yang dalam pengajarannya memiliki unsur ujaran kebencian terhadap agama lain. Sebanyak 90,58% mengikuti pengajian dengan berbagai bentuk dan sebanyak 58,12% responden belajar agama melalui ustadz di mesjid.

Paparan Debbie ditanggapi oleh oleh Ma’mun Murod, khususnya yang terkait dengan kesiapan Perguruan Tinggi dalam menghadapi ancaman intoleransi dan radikalisme. “Khusus di UMJ, ketahanan kampus dimulai dengan ditegakkannya Al Islam, Kemuhammadiyahan sebagai dharma pertama dari empat darma perguruan tinggi selain pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,” tegas Dekan FISIP UMJ tersebut.

Sementara itu, Dr. Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, menanggapi paparan Ketua Tim Peneliti bahwa data yang menjadi hasil penelitian merupakan tantangan bersama, bagaimana kampus menjadi basis menciptakan kebangsaan yang tinggi. “Kampus yang menekankan aspek intelektualitas, perlu mengembangkan nilai-nilai intelektual. Perlu ada upaya bagaimana kebebasan akademik namun tidak keluar dari nilai-nilai kebangsaan. Oleh karena itu, perlu ada penguatan buku ajar dan referensi utama yang dirancang memenuhi keinginan mahasiswa dalam megkaji ideologi secara kritis akademis dalam bingkai nilai kebangsaan.”

Selaras dengan pernyataan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Prof. Syaiful Bakhri, SH, MH membuka acara diseminasi dengan pernyatan dan penegasan penting bahwa mahasiswa sebagai aktor intelektual pengembangan ilmu dan dosen sebagai pendamping harus diarahkan untuk memperkuat ketahanan kampus.

Sebelum seri diseminasi penelitian ini dilaksanakan di kampus UMJ, Tim Peneliti telah memaparkan hasil penelitian di hadapan para pejabat Kementerian dan Lembaga, seperti Bappenas, Kementerian Agama, Kemenristekdikti, Kemenpolhukam, BNPT, UKP, MUI, dan Kantor Staf Presiden pada tanggal 22 Juli yang lalu. (Riz)

Exit mobile version