YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dalam rangka meningkatkan kapasitas sekolah hadapi revolusi industri 4.0 Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta, SMP Muhammadiyah 3 Depok dan Sekolah Menengah Kebangsaan (SMK) Sultanah Asma Malaysia adakan seminar international “Benchmarking Education in Industrial Revolution 4.0” di aula Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (3/8).
Dari kegiatan itu diharapkan bisa perkuat benchmarking, membangun jejaring dengan luar negeri, saling memberi masukan dan bertukar pengalaman.
Sebagai pemateri antara lain: Agustyani Ernawati, MPd (Direktur Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta), Hasanuddin, MPd (Kepala SMP Muhammadiyah 3 Depok Sleman) dan Puan Zurina binti Abdul Hamid (Pengetua SMK Sultanah Asma Malaysia).
Ketika membuka acara itu, Dr M Habib Chirzin mengatakan, pada tahun 1960 di Mu’allimin Yogyakarta sudah ada siswa dari Malaysia. Kemudian tahun 1970 Sabah dan Serawak berkembang.
“Memajukan pendidikan adalah memajukan Indonesia,” kata Habib Chirzin yang menambahkan melalui kegiatan ini adalah panggilan kita sebagai sekolah berkemajuan.
Anggota Badan Pembina Harian (BPH) Mu’allimin dan Mu’allimaat Muhammadiyah Habib Chirzin mengungkapkan, madrasah ini merupakan akar dari pergerakan Muhammadiyah. Perserikatannya pun tersebar di seluruh pelosok negeri, mulai dari Sabang sampai Merauke.
Penyebaran tersebut, lanjutnya, tidak lepas dari peran kader-kadernya dalam membangun dunia pendidikan Indonesia. “Dalam membangun dunia pendidikan sendiri, madrasah ini menerapkan sistem yang terus diperbarui sesuai dengan perkembangan zaman,” kata Habib Chirzin.
Tentunya, ungkap Habib Chirzin, hal ini dilakukan dengan mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan. “Perjalanan madrasah ini merupakan perjalanan dalam membangun peradaban yang kolektif,” terang Habib Chirzin.
Apa yang dilakukan oleh Muallimin-Muallimat ini, dikatakan Habib Chirzin adalah membangun peradaban, membangun integritas, marwah dan kepribadian bangsa serta umat.
Di sisi lain Ahmad Muhamad, MAg dari Majelis Dikdasmen PWM DIY mengapresiasi kegiatan ini yang berbicara revolusi industri 4.0 yang menjadi pembelajaran bagi kita semua. “Hal itu untuk senantiasa mengembangkan sekolah dan pendidikan Muhammadiyah,” kata Ahmad Muhamad, yang menerangkan tantangan ke depan bisa melalui strategi yang tepat.
“Semoga melalui kegiatan ini bisa ada diskusi menarik, penting dan melahirkan gagasan yang brilian,” ungkap Ahmad Muhamad.
Puan Zurina binti Abdul Hamid (Pengetua Sekolah Menengah Kebangsaan Sultanah Asma Malaysia) mengatakan, sekolah yang dipimpinnya selalu berprestasi tinggi.
Di depan peserta seminar, Puan Zurina yang jadi guru sejak 1989 menjelaskan benchmarking education in industrial revolution 4.0, pembelajaran abad ke-21 berasaskan STEM (Sains, Technology, Engineering, Mathematics) dan karakter menghadapi revolusi industri 4.0.
“Kebanyakan negara maju menekankan sains, technology, engineering, mathematics atau STEM karena meliputi setiap aspek kehidupan masyarakat dan penyumbang kepada kemajuan ekonomi masa depan,” papar Puan Zurina binti Abdul Hamid, didampingi Syuraini binti Abd. Syukur dan Hazida binti Maimoon.
Di depan guru-guru Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta dan Kepala SMP Muhammadiyah se-Kabupaten Sleman, Puan Zurina menyatakan akan membuka ruang bagi sekolah Muhammadiyah untuk bertukar pikiran terkait isu pendidikan dan pembelajaran terkait mendidik siswa di era revolusi industri 4.0 dan pengembangan STEM.
Menurut Puan Zurina, STEM sudah lama diterapkan di Malaysia. Dan pendidikan di Malaysia 60 persen terkait sains dan matematika serta 40 persen sastra dan lainnya. “Meski target belum tercapai secara optimal,” tandas Puan Zurina.
Disampaikan Puan, dirinya tertarik dengan sekolah Muhammadiyah. “Makanya saya ingin saling bertukar program dan pemikiran dalam pendidikan,” kata Puan Zurina.
Pada kesempatan itu Hasanuddin, Kepala SMP Muhammadiyah 3 Depok, Sleman, sampaikan best practice literasi iptek dan imtak dalam perspektif sekolah Muhammadiyah modern.
Menurut Hasanudin, di Kabupaten Sleman ada 25 SMP yang memiliki keragaman dan kontribusi positif dalam menghadapi millenial.
“Saat ini Indonesia baru mulai menuju masyarakat berbasis pengetahuan dan ilmu pengetahuan merupakan isi pikiran manusia yang merupakan hasil proses usaha manusia untuk mengetahui sesuatu,” terang Hasanudin.
Tantangan generasi di era revolusi industri 4.0, dikatakan Hasanudin, menyebabkan hilangnya 5 juta pekerjaan. Diperkirakan, 65 persen anak yang masuk SD saat ini akan bekerja pada suatu pekerjaan yang benar-benar baru dan belum ada saat ini.
Dikatakan Hasanudin, pendidikan 4.0 harus selaras dengan tuntutan revolusi industri 4.0. “Dan mampu menyiapkan lulusan dengan baik,” tandas Hasanudin.
Direktur Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta, Agustyani Ernawati, MPd, menguraikan boarding school as the solution for character building in facing industrial revolution 4.0 dan output generasi emas tahun 2045.
Selain itu, sampaikan pula visi, misi dan tujuan Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta sebagai institusi pendidikan Muhammadiyah tingkat menengah yang unggul dan mampu menghasilkan kader ulama, pemimpin dan pendidik. “Sebagai pembawa misi gerakan Muhammadiyah,” ujar Agustyani Ernawati.
Menurut Agustyani Ernawati, Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta juga mengembangkan pendidikan Islam. “Guna membangun kompetensi dan keunggulan siswi di bidang ilmu-ilmu dasar ke-Islaman, iptek, seni dan budaya.
“Tak kalah pentingnya mengembangkan pendidikan kader Muhammadiyah guna membangun kompetensi dan keunggulan siswi di bidang organisasi dan perjuangan Muhammadiyah,” papar Agustyani Ernawati. (Anne Rochmawati)