SURAKARTA, Suara Muhammadiyah – Prof Dr Sofyan Anif, MSi dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dalam Bidang Ilmu Manajemen Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Auditorium Mohamad Djazman UMS, Kamis (8/8).
Pada pengukuhan guru besar Sofyan Anif turut hadir Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Haedar Nashir, MSi, Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Prof Lincolin Arsyad, MSc, PhD, Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Republik Indonesia Prof Dr Ali Gufron, MSc, serta keluarga besar UMS.
Surat Keputusan guru besar telah dikantongi Sofyan pertanggal 1 Juli 2019. Dengan demikian, Sofyan resmi menjadi guru besar UMS ke-24 dari total seluruh guru besar di UMS. Sementara jumlah guru besar yang dihasilkan murni oleh UMS, Sofyan merupakan guru besar ke-19 dan juga guru besar ke-3 bidang Manajemen Pendidikan.
Rektor UMS tersebut menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besarnya yang berjudul “Pengembangan Sumberdaya Pendidik berbasis Continous Professional Development (CPD) pada Distruption Era”.
“Beberapa alasan menjadi dasar pertimbangan judul ini pertama permasalahan pendidikan masih menjadi prioritas dalam pembangunan nasional, kedua SDM pendidikan memiliki peran yang strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, ketiga perkembangan era industri 4.0 telah menuntut pengembangan kompetensi SDM pendidik secara komprehensif untuk menghadapi tantangan pendidik di era disrupsi,” ungkapnya
Oleh karena itu, kata Sofyan, menyambut visi misi pemerintah bahwa di tahun 2045 akan disebut sebagai Indonesia emas. Maka salah satu strateginya adalah menggiring Indonesia menjadi negara yang berkembang dari segi Ilmu Pengetahuan dan teknologinya.
Menurut Sofyan, baik buruknya wajah pendidikan di Indonesia, salah satu faktornya tergantung dari kompetensi guru. “Sudah barang tentu guru harus bisa memotivasi siswanya dalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa” paparnya. Maka pengelolaan SDM berbasis CPD di era disrupsi tidak bisa dihindari lagi.
“Di era disrupsi seorang guru harus mampu membentuk siswa yang berdaya saing tinggi, memiliki daya kreatifitas, inofatif yang tinggi pula,” tandasnya. Sehingga pembelajaran satu arah (teacher centre) sudah tidak tepat dilakukan lagi. Pendekatan sekarang harus bermodelkan dua arah atau student centre.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr Haedar Nashir, MSi, menyampaikan tentang pendidikan holistik yaitu memadukan intelegensi, emosional dan intelektual sebagai solusi atas era disrupsi dimana nilai-nilai sosial tercerabut yang diakibatkan Teknologi Informasi . Selain lembaga pendidikan, peran perbaikan kemanusiaan dan generasi mendatang juga harus melibatkan lingkungan keluarga dan relasi sosial disekitarnya.
“Organisasi pergerakan bisa ambil peran. Keberadaan organisasi tersebut, seperti halnya Muhammadiyah bisa menjadi perekat melalui penanganan terhadap isu-isu kemanusiaan yang dijawab melalui amal usaha, hasil pemikiran para tokohnya dan instrumen pendukung lainnya,” ungkap Haedar dalam sambutannya.
Haedar juga mengajak untuk berkaca kepada sistem pendidikan yang digagas oleh KH. Ahmad Dahlan yang menggabungkan nilai religius dan berkemajuan. Menurutnya sistem pendidikan tersebut sedang dibutuhkan sekarang ini untuk tetap menjaga nilai-nilai dasar kemanusiaan. (Riz)