Oleh : M. Muchlas Abror
KEMERDEKAAN Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, di Jakarta. Peristiwa sangat penting itu terjadi pada hari Jum’at bulan Ramadhan. Teks proklamasi yang ditandatangani oleh Soekarno – Hatta, atas nama seluruh rakyat Indonesia, dibacakan oleh Soekarno. Sekarang, kita sedang berada dalam bulan Agustus 2019. Sebagai bangsa dan rakyat Indonesia, kita tentu akan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Negara Republik Indonesia (RI), pada tanggal 17 Agustus 2019.
Indonesia sebelum merdeka lama dijajah Belanda. Bangsa Indonesia merasakan pahit getirnya hidup dalam cengkeraman penjajah Belanda. Indonesia berhasil membebaskan diri dari penjajahan melalui perjuangan panjang segenap bangsa Indonesia. Perjuangan untuk meraih kemerdekaan pasti meminta banyak pengorbanan. Tak ada perjuangan tanpa pengorbanan. Apalagi perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Perjuangan dan pengorbanan yang didasari keimanan, keistiqamahan, kebenaran, keadilan, keberanian, kesabaran, dan ketulusan tentulah tidak sia-sia. Perjuangan dan pengorbanan itu berhasil meraih kemenangan. Sebab, Allah meridhai perjuangan bangsa kita. Selain itu, Dia juga memberkati dan memberi rahmat.
Adalah sangat arif para peletak batu dasar kemerdekaan dan amat bijak para pendiri bangsa kita. Mereka dengan penuh rasa syukur menulis dalam Pembukaan UUD 1945 pada salah satu alineanya “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Nah, kita yang sedang dalam suasana memperingati HUT Kemerdekaan Negara RI ke-73 harus banyak bersyukur kepada Allah. Karena Allah telah mengaruniai bangsa kita kemerdekaan.
Negara RI didirikan mempunyai tujuan. Tujuannya, sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945, untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Sementara itu, Bung Karno, Presiden RI pertama, sering menyatakan bahwa kemerdekaan merupakan jembatan emas yang di seberang sana akan dibangun masyarakat adil makmur.
Umat Islam, sebagai golongan mayoritas, memiliki tanggung jawab besar untuk terwujudnya tujuan kemerdekaan yang dicita-citakan Indonesia. Bahkan, harus menjadi perekat di masyarakat dan bukan menjadi pelaknat. Dalam melakukan pendekatan dengan berbagai pihak haruslah santun, rendah hati, lembut, dan ramah. Sadarilah bahwa Indonesia penduduknya majemuk dalam suku, ras, golongan, dan agama. Apalagi Islam mengakui dan memayungi berbagai kemajemukan itu. Nah, ke depanlah dalam pergaulan pesan damai, toleran, dan sikap tengahan di segala bidang kehidupan.
Tujuan kemerdekaan yang dicita-citakan, memang, hingga sekarang belum terwujud. Ini bukan berarti sejak Negara Indonesia Merdeka hingga sekarang tak ada kemajuan. Secara jujur banyak kemajuan yang telah dicapai. Tetapi kita tidak boleh menutup mata terhadap berbagai masalah serius, misal, korupsi, penegakan hukum, dan kesenjangan sosial. Kita tidak boleh berkecil hati menghadapi berbagai persoalan itu. Kita mestilah tetap optimis asal memiliki tekad kuat untuk membrantas dan memperbaikinya. Selain itu, kerja keras, ikhlas, jujur, amanah, dan bertanggungjawab. Nah, segenap lapisan bangsa Indonesia mari bersama-sama membangun Negara RI yang berdasar Pancasila menjadi negara adil makmur lahir batin yang diridhai Allah SwT.
HUT Kemerdekaan Negara RI ke-74. Beberapa hari sebelumnya kita merayakan Idul Adha/Idul Qurban 1440 H. Ambil hikmahnya untuk membangkitkan jiwa kita bersemangat berkorban. Dorongan itu penting artinya bagi kita untuk membangun dan mengisi kemerdekaan Negara RI. Sebab, kemerdekaan memerlukan pengorbanan.
—
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 16 Tahun 2018 dengan penyesuaian