SINGAPURA, Suara Muhammadiyah – Setelah Juni lalu diminta berbicara di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) PP Muhammadiyah Dr Rahmawati Husein diminta berbicara di pertemuan organisasi ASEAN yang membahas Strategi Kebijakan Penanggulangan Bencana untuk membangun Ketangguhan di Singapura, Rabu (21/8).
Dalam event tersebut Rahmawati diminta dalam panel tematik tentang pelokalan sebagai norma baru dalam tanggap darurat ataupun bantuan kemanusiaan. Rahmawati menyampaikan kerja Muhammadiyah, khususnya MDMC yang mendapat mandat mengorganisasi bantuan kemanusian yang dilakukan jaringan Muhammadiyah.
Di Muhammadiyah sendiri, penting penguatan kapasitas di tingkat lokal baik organisasi maupun anggota Muhammadiyah yang semuanya sukarelawan untuk melakukan kerja kemanusiaan yang efektif, efesien, berkualitas sesuai standar. Di samping itu perlu bekerja sama dengan masyarakat di tingkat lokal untuk menjamin keberlanjutan dan menciptakan ketangguhan.
Rahmawati Husein, yang juga Dosen Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan salah satu Unsur Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjadi satu-satunya wakil Indonesia dari empat panelis yang berasal dari berbagai negara Asia Tenggara. Forum Strategis ini dihadiri wakil dari negara-negara ASEAN, Lembaga/Organisasi Kemanusiaan International, serta lembaga donor.
Pada panel tersebut Rahmawati Husein diminta untuk menyampaikan pengalaman Muhammadiyah dalam upaya penguatan lokal melalui kerja sama dengan seluruh elemen Muhammadiyah baik itu majelis-lembaga, organisasi otonom (ortom) serta rumah sakit, sekolah dan perguruan tinggi.
Penguatan kapasitas yang dilakukan Muhammadiyah juga dilakukan melalui kerja sama dengan donor seperti pemerintah Australia, dengan organisasi Internasional seperti Direct Relief, Catholic Relief Service (CRS), Humanitarian Forum Inddonesia dan sebagainya. Investasi kapasitas ini penting untuk pelokalan kerja-kerja kemanusiaan serta meningkatkan ketangguhan masyarakat.
Oleh karena itu organisasi Internasional perlu bekerja sama dengan organisasi lokal untuk mewujudkan “pelokalan” yang sebenar-benarnya. Artinya, tidak mengarahkan bantuan sesuai keinginan atau praktek seperti yang mereka biasa lakukan. Para pelaku Internasional tersebut perlu mencari tahu pemain lokal, memahami cara kerja organisasi lokal dan mendukung upaya yang sudah dirintis atau yang perlu dilakukan.
Rahmawati juga menegaskan perlunya memahami semua aktor baik pemerintah provinsi, kabupaten daan kota, kelompok swasta, organisadi non pemerintah, LSM, komunitas, kampus dan sebagainya.
Aktor lokal tersebut sangat penting dan memiliki peran sentral dalam mempercepat penanganan darurat yang efektif serta dapat terus melakukan semua siklus penanggulangan bencana baik dari mistigasi, kesiapsiagaan. Sebagai contoh MDMC PP Muhammmadiyah setiap tahunnya merespon 50-70 kejadian bencana di Indonesia. Untuk merespon bencana tersebut, tidak hanya dapat dilakukan di tingkat nasional. Aktor di provinsi dan kabupaten/kota hingga desa harus dikuatkan agar masyarakat makin tangguh dan bisa pulih dengan cepat kalau mengalami bencana.
Oleh karena itu, perlu kerjasama berbagai pihak termasuk donor dan organisasi internasional. ASEAN dan AHA Center perlu memasukkan aktor lokal, memfasilitasi kerja sama antar aktor lokal di Asia Tenggara. Kerja sama ini dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi penanganan bencana yang dapat diukur melalui kecepatan respon, kualitas respon, area yang dilayani, tidak ada yg tidak terlayani kebutuhan dasarnya.(Arif)