Oleh: Dr H Haedar Nashir, MSi
Aisyiyah sebagai gerakan perempuan Muhammadiyah menurut James L Peacock merupakan organisasi perempuan Islam modern yang pergerakannya terbesar di dunia. Dalam pandangan Prof Mukti Ali, ‘Aisyiyah merupakan wujud kelembagaan Islam modern yang menjadi ciri khas yang menonjol dari Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan di dunia Islam.
Ketika kini ‘Aisyiyah memasuki awal abad kedua dalam pergerakannya, ‘Aisyiyah tentu saja tidak cukup berhenti pada apa yang telah dilakukan selama ini. ‘Aisyiyah selain harus mengevaluasi keberadaan dan peran gerakannya, pada saat yang sama harus terus berbenah dan memperbarui kiprahnya. Lebih-lebih jika ingin mampu bertahan dan berkembang di abad ke-21 yang sangat kompleks serta sarat masalah dan tantangan.
‘Aisyiyah dalam melangkah pada abad kedua tentu jauh lebih berat ketimbang era sebelumnya. Agar ‘Aisyiyah dapat berperan lebih maju maka penting untuk memetakan situasi internal dan eksternal yang dihadapi saat ini dan bagaimana antisipasinya ke depan. Hal yang tidak kalah penting ialah mengenal eksistensi ‘Aisyiyah dalam memposisikan dan memerankan fungsi pergerakannya sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah.
Satu: Gerakan Islam Berkemajuan
‘Aisyiyah memiliki watak dasar sebagai Gerakan Islam (al-Harakat al-Islamiyah). Bahwa Aisiyiyah bukanlah gerakan kemasyarakatan biasa, tetapi gerakan kemasyarakatan yang berkarakter Islam. Islam sebagai landasan, fondasi, jiwa, pikiran, dan pusat orientasi gerakan ‘Aisyiyah. Islam menyatu dalam struktur dan fungsi gerakan ‘Aisyiyah. Bahwa Islam qobla kulli syaiy, Islam merupakan segalanya bagi ‘Aisyiyah.
‘Aisyiyah sebagai Gerakan Islam bercirikan antara lain. Pertama, menjadikan Islam sebagai asas gerakan, sehingga Islam menjadi pedoman hidup utama ‘Aisyiyah. Kedua, pandangan keislaman ‘Aisyiyah merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang maqbulah sebagai sumber ajaran Islam, yang menjadi nilai-nilai dasar dan utama dalam gerakan ‘Aisyiyah. Ketiga, ‘Aisyiyah menjadikan segala usahanya berbasis pada Islam, sehingga nilai-nilai Islam teraktualisasi dalam usahanya. Keempat, tujuan ‘Aisyiyah sama dengan cita-cita Islam yakni terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Karakter Islam yang menjadi ciri utama gerakan ‘Aisyiyah ialah Islam Berkemajuan. Di tengah kecenderungan gerakan Islam yang ke arah kanan (fundamentalis) dan ke arah kiri (sekular-liberal) maka ‘Aisyiyah sebagai gerakan Islam berkemajuan berkarakter wasithiyah atau tengahan sebagaimana Muhammadiyah. Pandangan Islam Berkemajuan yang tengahan itu harus menjadi alam pikiran keagamaan anggota, kader, dan pimpinan ‘Aisyiyah di seluruh lini struktur organisasi, termasuk di lingkungan amal usahanya.
Dua: Gerakan Perempuan Berkemajuan
‘Aisyiyah sebagai gerakan Islam memiliki karakter khusus yakni sebagai gerakan perempuan Islam berkemajuan. ‘Aisyiyah sejak awal menggelorakan gerakan perempuan berkemajuan. ‘Aisyiyah hadir untuk mewujudkan kehidupan yang maju sepanjang nilai-nilai ajaran Islam.
‘Aisyiyah menyadarkan umat agar memuliakan perempuan sebagaimana mulianya laki-laki yang keduanya merupakan insan ciptaan Tuhan yang bermartabat fi-ahsani al-taqwim (Qs At-Tin: 4). Manusia itu baik laki-laki maupun perempuan sama di sisi Allah dan di hadapan sesamanya sebagai abdullah untuk beribadah kepada-Nya (Qs Adz-Dzariyat: 56), sekaligus khalifah di muka bumi (Qs Al-Baqarah: 30) untuk mengolah dan memakmurkan kehidupan (Qs Hud: 60). Tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan kecuali pada ketaqwaan (Qs Al-Hujarat: 13) serta iman dan amal shalehnya (Qs Al-Nahl: 97).
Ketika awal lahir ‘Aisyiyah berhadapan dengan umat atau masyarakat yang pandangan keagamaannya maupun struktur kebudayaannya merendahkan perempuan. ‘Aisyiyah menanamkan paham Islam berkemajuan, merintis sistem pendidikan modern untuk perempuan, mendirikan berbagai amal usaha untuk kebajikan, dan tahun 1928 memelopori Kongres Perempuan yang sangat monumental. Nyai Walidah, Siti Bariyah, Siti Hayyinah, Siti Munjiyah, dan lainnya adalah sosok-sosok perempuan Islam berkemajuan.
Pemerintah memberikan penghargaan kepada Kiai Dahlan sebagai Pahlawan Nasional, antara lain karena ‘Aisyiyah yang didirikannya telah “memelopori kebangunan wanita bangsa Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial setingkat dengan kaum pria”. Nyai Walidah Dahlan pun diangkat sebagai Pahlawan Nasional, sebagai bukti ketokohannya sebagai perempuan berkemajuan.
Tiga: Berbasis Komunitas Akar-Rumput
‘Aisyiyah sebagai gerakan dakwah kemasyarakatan memiliki keunggulan sekaligus ciri khas yakni berkiprah nyata di komunitas atau jamaah akar-rumput. ‘Aisyiyah bergerak dalam kehidupan masyarakat setempat, baik di perkotaan, pedesaan, dan daerah-daerah terjauh atau terpencil atau pedalaman.
Basis pergerakan ‘Aisyiyah itu berada di grass-root. Jika menyaksikan kegiatan-kegiatan ‘Aisyiyah akan tampak kehadiran anggotanya dari komunitas. Mereka jika datang ke pengajian atau acara-acara ‘Aisyiyah banyak berasal dari daerah-daerah jauh sampai harus naik kendaraan terbuka dan bahkan naik truk.
Kegiatan-kegiatan ‘Aisyiyah banyak yang nyata di masyarakat seperti program BUEKA, GACA, MAMPU, pengobatan dan pelayanan kesehatan massal, pemberdayaan masyarakat, advokasi sosial, taman pustaka atau gerakan literasi, pendidikan kewargaan, dan masih banyak lainnya yang tidak dapat dirinci satu-persatu.
Kehadiran ‘Aisyiyah juga dengan program Keluarga Sakinah dan Qoryah Thayyibah dapat menjadi pilar bagi penguatan masyarakat madani atau civil society yang faktual. Dengan dua model gerakan tersebut masyarakat masih memiliki kekuatan penyangga dari arus perubahan sosial, globalisasi, dan segmentasi sosial yang sering memporakporandakan tatanan masyarakat setempat.
Empat: Gerakan Praksis Amal Usaha
‘Aisyiyah satu-satunya atau sedikit dari organisasi kemasyarakatan perempuan yang memiliki pranata sosial praksis yang dikenal amal usaha. Lembaga pendidikan dari PAUD/ TK sampai perguruan tinggi, balai kesehatan dan rumah sakit, panti asuhan, dan berbagai amal usaha lainnya dimiliki ‘Aisyiyah tersebar di seluruh tanah air sampai ke Kairo dan Kuala Lumpur. Tidak ada organisasi perempuan seperti ‘Aisyiyah yang memiliki pranata praksis sebesar dan seluas itu daya jelajahnya.
Kini ‘Aisyiyah memasuki fase baru mendirikan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (Unisa) yang megah, sebagai penanda kehadirannya di awal abad kedua untuk membangun pusat keunggulan. Boleh jadi setelah Unisa akan diikuti dengan Universitas berikutnya, yang menunjukkan satu-satunya organisasi perempuan yang memiliki universitas. Amal usaha lain terus dikembangkan, termasuk amal usaha dan gerakan ekonomi sebagai pilar ketiga.
Kemajuan tersebut tentu harus disertai pembaruan alam pikiran dan kemampuan profesionalitas di kalangan para pimpinan amal usaha ‘Aisyiyah maupun persyarikatannya agar benar-benar menjadi pusat keunggulan. Termasuk bagaimana mevitalisasi amal usaha lainnya seperti PAUD/TK ABA yang menjadi keunggulan ‘Aisyiyah selama ini karena lembaga serupa milik pihak lain telah berkembang dengan pesat dan berkualitas.
Lima: Berwawasan Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal
‘Aisyiyah tidak lepas dari dinamika kehidupan bangsa dan negara, bahkan perkembangan dunia di ranah global. ‘Aisyiyah dituntut tanggungjawab dan peranannya dalam melaksanakan dakwah kebangsaan dan kemanusiaan universal untuk memberikan bingkai nilai dalam perspektif Muhammadiyah.
‘Aisyiyah dalam kehidupan kebangsaan sebagaimana Muhammadiyah dengan tetap berpijak pada Khittah dan Kepribadiannya harus terlibat dalam memberi pandangan tentang isu-isu kebhinekaan, toleransi, NKRI, dan hal-hal aktual lain dalam dinamika keindonesiaan mutakhir. Pedomannya mengacu pada antara lain buku Revitalisasi Visi dan Karakter Bangsa, Indonesia Berkemajuan, Isu-Isu Strategis, dan Negara Pancasila Darul Ahdi Wasyahadah yang dihasilkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Pandangan kebangsaan dari Muhammadiyah tersebut sekaligus dapat dijadikan acuan dalam merespons dan menyikapi dinamika kehidupan umat Islam mutakhir pasca Aksi 212, termasuk dalam menghadasi isu pembubaran Hizbut Tahrir dan lainnya. Hal itu penting agar tidak keliru dalam menyikapi perkembangan yang terjadi. Manhaj dan Ideologi Muhammadiyah menjadi rujukan dalam berbangsa, bernegara, dan peran global ‘Aisyiyah.
Sementara itu, dalam konteks global tentu saja ‘Aisyiyah seperti halnya Muhammadiyah juga dituntut untuk berkiprah sesuai dengan spirit kosmopolitanisme Islam dan visi gerakan pencerahan yang terkandung dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua. Posisi dan perannya tetap wasithiyah, serta sejalan dengan kepentingan misi, visi, dan usaha ‘Aisyiyah agar tidak besar pasak daripada tiang. Semua dalam spirit Islam rahmatan lil-’alamin!
—
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 12 Tahun 2017