Tolak Revisi UU KPK, PP IPM: Preseden Buruk Pemberantasan Korupsi

JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah menolak UU KPK yang telah disahkan DPR RI. PP IPM menganggap Revisi UU KPK sebagai preseden buruk dalam pemberantasan korupsi.

Hal ini berdasarkan tiga alasan, yaitu:
Pertama, KPK tidak (lagi) independen. Pada akhirnya, UU KPK hasil revisi menjadikan lembaga KPK tidak lagi independen seperti keberadaan awalnya. Melainkan menjadi bagian dari lembaga eksekutif negara. Hal tersebut tercantum di dalam UU KPK 2019 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.”

Artinya KPK menjadi bagian lembaga eksekutif yang berada di bawah kekuasaan politik. Sehingga tentunya KPK rentan menjadi korban konflik kepentingan. Karena dalam banyak kesempatan, justru oknum-oknum lembaga eksekutif yang melakukan tindak pidana korupsi dan harus ditangani oleh KPK.

Kedua, terjadi penyempitan wewenang KPK. Hakikat KPK yang pada awalnya bergerak secara bebas dan independen menjadi terbatasi karena UU KPK.
Penyempitan terjadi melalui SP3 (Surat Perintah Penghentian Perkara) dalam pasal 40 UU KPK, di mana penghentian perkara harus dilakukan jika penyelidikan telah mencapai waktu satu tahun. Padahal, kasus-kasus besar seringkali memakan waktu lebih dari satu tahun seperti kasus korupsi e-KTP yang memakan waktu hingga tiga tahun.

Tak berhenti di situ, keberadaan dewan pengawas yang diatur UU KPK juga berkontribusi dalam penyempitan wewenang KPK. Di antaranya KPK harus mendapatkan izin dewan pengawas dalam 1×24 jam sebelum penyadapan. Padahal, dewan pengawas ditunjuk oleh Presiden sehingga dapat melakukan intervensi yang tidak diperlukan.

Ketiga, PP IPM berpandangan bahwa UU KPK membuat lembaga ini menjadi lemah secara formil dan substansi dan menjadi teladan yang buruk bagi pelajar. KPK tidak lagi berdaya menangani kasus korupsi yang merupakan extraordinary crime—kejahatan luar biasa.

Pelemahan KPK melalui pengesahan UU KPK menjadi contoh buruk bagi pelajar, generasi masa depan Indonesia. Sehingga pernyataan ini sekaligus menjadi edukasi bagi pelajar yang harus mengetahui upaya-upaya pelamahan terhadap KPK. Kami mengkhawatirkan korupsi di negeri ini semakin merajalela, dan menjadi teladan buruk bagi pelajar Indonesia. Sehingga, pelajar Indoensia secara mutlak harus dijauhkan dari berbagai bentuk korupsi melalui prinsip edukasi, pencegahan, dan penindakan tanpa terkecuali.

Seiring dengan penolakan itu, Ketua Umum PP IPM Hafizh Syafaaturrahman menyatakan keprihatinannya. “Kami menyayangkan hal ini karena melemahkan KPK. Harapan terakhir rakyat Indonesia dalam pemberantasan korupsi di Indonesia,” ujar Hafizh di Kantor PP IPM di Jakarta, Sabtu (21/9).
Pelemahan KPK melalui pengesahan UU KPK tentunya menjadi preseden buruk, lanjut Hafizh dalam penindakan korupsi di Indonesia.

Pernyataan ini sebagai gambaran sikap PP IPM dalam menyikapi UU KPK. Ia menghimbau struktur pimpinan kebawah dapat mengikuti pernyataan sikap PP IPM. (Riz)

Exit mobile version