Oleh : Dr H Haedar Nashir, MSi
Umat Islam mayoritas di negeri ini, sekitar 88,21%, yang berarti jumlah yang sangat besar. Namun dalam praktik pengamalan beragama, setidaknya dalam hal menjalankan rukun Islam saja seperti shalat dan puasa belum tentu semuanya sudah melaksanakan dengan taat dan benar. Berislam itu prosesnya berliku dan sarat pergumulan, tidal sekali jadi alias instan. Mereka yang santri pun belum tentu semua memiliki konsistensi keislaman yang absolut lekat, tidak jarang ada inkonsistensi antara kata dan laku.
Jika kategori santri dan abangan masih bisa dipakai sekadar untuk mengarsir bagi kepentingan pembinaan dakwah, maka masih banyak yang abangan daripada yang santri. Mereka yang abangan menurut Clifford Geertz hanya menjalankan agama secara minimal, meski mereka dari segi kepercayaan formal tetap Islam. Alhamdulillah mereka masih berada dalam agama Islam, hal yang penting bagaimana dakwah terus dilakukan untuk saudarasaudara yang masih terbilang awam tersebut.
Umat muslim yang santri sekalipun beragam sekali paham dan praktik keberagamaannya. Mereka tersebar dalam berbagai aliran, mazhab, dan golongan yang satu sama lain sering berbeda, di samping banyak kesamaannya. Keragaman keislaman tersebut di satu pihak tentu merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari, pada saat yang sama menjadi masalah yang tidak sederhana terutama dalam hal membangun ukhuwah dan menyatukan kepentingan bersama.
Kaum muslim semakin beragam jika dilihat dalam kondisi ekonomi antara mereka yang berada di tingkat bawah, menengah, dan atas. Dalam praktik budaya dan kedaerahan, malah begitu rupa heterogen dan tentu tidak mungkin diseragamkan. Lebih-lebih menyangkut orientasi politik, kondisinya makin mencair dan melebar yang sulit dicarikan titik temu secara mayoritas sebagaimana gejala terakhir dalam kasus Pilkada DKI, yang selalu ada kelompok dan golongan yang saling berseberangan.
Multiorientasi Kehidupan
Umat Islam saat ini dalam keragaman pandangan keagamaan dan latarbelakang sosial yang sarat warna tengah berada dalam perubahan sosial yang kompleks. Orientasi keagamaan dari yang kekakan-kananan sampai kekiri-kirian tumbuh-mekar dalam berbagai praktik pengamalannya. Bahkan yang dikenal moderat pun bermacam-ragam, tidak satu warna. Pro dan kontra dalam saksi ahli agama Islam tentang penistaan agama menjadi contoh paling menonjol dari keragaman paham keislaman.
Kemajemukan paham keagamaan ini membuat masing-masing golongan atau paham ingin menunjukkan keberadaan maupun pengaruhnya satu sama lain. Dalam kondisi yang demikian tidak jarang terjadi gesekan atau konflik paham dan kepentingan secara saling-silang, meskipun secara mental terjadi kecenderungan yang lebih dewasa di tubuh umat Islam. Masalah khilafiyah memang tidak sekeras dulu, tetapi di sana sini masih terjadi perselisihan, kadang masih terdapat percikan sesat-menyesatkan dengan nada cukup keras.
Arus perubahan sosial akibat modernisasi dan globalisasi telah memberi wajah umat muslim yang bermacam orientasi. Kecenderungan tinggi terhadap materi (materialistik), kesenangan inderawi (hedonistik), kegunaan (pragmatik), dan kepentingan (oportunistik) menjangkiti atau mempengaruhi perilaku orang Islam dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu sering berbenturan dengan nilai benar-salah, baik-buruk, pantas atau tidak pantas yang semestinya menjadi patokan utama perilaku muslim berdasarkan panduan ajaran Islam.
Perubahan sosial tersebut terjadi secara meluas dari umat yang ada di bawah hingga menengah ke atas di perkotaan maupun pedesaan. Lebih-lebih dengan pengaruh media massa, media sosial, dan teknologi komunikasi yang masif dan mengubah orientasi pikir dan perilaku orang-perorang sampai masyarakat. Kehadiran perumahan-perumahan baru yang meluas di seluruh tanah air makin mengubah land-scape atau tataruang fisik dan non-fisik manusia dan masyarakat, yang memperluas area perubahan perilaku masyarakat.
Di tengah perkembangan kehidupan umat Islam khususnya dan masyarakat pada umumnya yang mengalami perubahan serta multiorientasi yang majemuk tersebut timbul pertanyaan sekaligus tantangan bagi gerakan-gerakan dakwah Islam seperti halnya Muhammadiyah. Di mana letak kehadiran dakwah Muhammadiyah dan seberapa signifikan peranan gerakannya dalam memberi sibghah atau wajah umat Islam dan masyarakat luas saat ini?
Dakwah Pencerahan
Umat dan masyarakat luas sungguh menanti panduan-panduan keislaman dari Muhammadiyah. Kehadiran para da’i atau juru dakwah dan penyebar risalah gerakan dakwah Muhammadiyah untuk memberikan atau memandu kehidupan umat dan masyarakat dengan nilai-nilai Islam yang mencerahkan sungguh sangat dinanti sebagai pilihan alternatif. Seberapa signifikan kehadiran dakwah Muhammadiyah untuk memandu kehidupan umat dan masyarakat ke arah kehidupan yang cerah-mencerahkan?
Muhammadiyah secara praksis telah melakukan dakwah pencerahan sejak berdirinya sampai saat ini. Melalui pembaruan pemikiran keislaman dan praksis amal usaha di berbagai bidang sesungguhnya membuktikan bahwa gerakan Muhammadiyah selama ini bersifat pencerahan, yakni yang membawa banyak perubahan ke arah yang lebih baik. Gerakan perubahan ini kemudian ditiru banyak pihak sehingga sekarang menjadi alam pikiran umat Islam. Namun seiring dengan perkembangan umat dan masyarakat yang makin kompleks maka diperlukan orientasi baru dakwah Muhammadiyah terutama pada aspek intensitas pendekatan, strategi, dan praksisnya.
Dalam Muktamar ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta Muhammadiyah merumuskan pemikiran besar dalam “Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua”. Dinyatakan, bahwa Muhammadiyah pada abad kedua berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan. Gerakan pencerahan (tanwir) merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan. Gerakan pencerahan dihadirkan untuk memberikan jawaban atas problemproblem kemanusiaan berupa kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya yang bercorak struktural dan kultural.
Gerakan pencerahan menampilkan Islam untuk menjawab masalah kekeringan ruhani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik, korupsi, kerusakan ekologis, dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan. Gerakan pencerahan berkomitmen untuk mengembangkan relasi sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi, memuliakan martabat manusia laki-laki dan perempuan, menjunjung tinggi toleransi dan kemajemukan, dan membangun pranata sosial yang utama.
Dengan gerakan pencerahan Muhammadiyah terus bergerak dalam mengemban misi dakwah dan tajdid untuk menghadirkan Islam sebagai ajaran yang mengembangkan sikap tengahan (wasithiyah), membangun perdamaian, menghargai kemajemukan, menghormati harkat martabat kemanusiaan laki-laki maupun perempuan, mencerdaskan kehidupan bangsa, menjunjung tinggi akhlak mulia, dan memajukan kehidupan umat manusia. Komitmen Muhammadiyah tersebut menunjukkan karakter gerakan Islam yang dinamis dan progresif dalam menjawab tantangan zaman, tanpa harus kehilangan identitas dan rujukan Islam yang autentik.
Pada Muktamar ke-47 tahun 2015 di Makassar gerakan dakwah pencerahan itu diimplementasikan ke dalam praksis “Dakwah Komunitas”, sebagai reaktualisasi dari Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah yang diperbarui sesuai konteks kehidupan saat ini. Dakwah pencerahan tersebut diwujudkan dalam aksi dakwah komunitas untuk berbagai segmen sosial masyarakat seperti di kalangan masyarakat kelas bawah, menengah, dan atas. Terdapat pula dakwah komunitas untuk kelompok-kelompok khusus seperti komunitas difabel, buruh tani dan nelayan, komunitas miskin kota dan desa, kelompok profesional, komunitas media sosial, dan komunitas sosial lainnya yang heterogen dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Maka seluruh Pimpinan Persyarikatan dari Pusat sampai Ranting, organisasi otonom, majelis dan lembaga, amal usaha, dan semua unit kelembagaan di lingkungan Muhammadiyah perlu mewujudkan dakwah komunitas sebagai format dakwah pencerahan di era kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Majelis Tarjih dan Tajdid serta Majelis Tabligh memiliki fungsi atau peran khusus dalam dakwah komunitas itu, lebih utama dalam menyiapkan isi dan materi panduan yang dipadukan dengan gerakan dakwah komunitas yang bersifat bil-hal oleh majelis dan lembaga terkait. Adakah Muhammadiyah bangkit untuk mewujudkan dakwah komunitas yang cerah dan mencerahkan? Umat dan masyarakat luas menanti kiprah nyata dakwah pencerahan Muhammadiyah!
—
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 9 Tahun 2017