Dampak Permenkes 30 tahun 2019 kepada Rumah Sakit ‘Aisyiyah Muhammadiyah

Dampak Permenkes 30 tahun 2019 kepada Rumah Sakit ‘Aisyiyah Muhammadiyah

FGD ArsaMu (Dok Riz/SM)

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Asosiasi Rumah Sakit ‘Aisyiyah Muhammadiyah (ArsaMU) menggelar Focus Group Discoussion bertajuk “Dinamika dan Sikap RSMA terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 tahun 2019 secara Kebersamaan”.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah dr Agus Taufiqurrahman, MKes menyampaikan bahwa persyarikatan Muhammadiyah perlu mencermati Permenkes tersebut karena tentunya berdampak terhadap keberlangsungan Amal Usaha Muhammadiyah di bidang kesehatan khususnya Rumah Sakit ‘Aisyiyah Muhammadiyah.

“Bagaimana Muhammadiyah akan melakukan kebijakan kesehatannya dengan PMK ini, atau dengan adanya PMK ini tidak compatible dengan zaman sekarang, maka Muhammadiyah akan melakukan langkah-langkah kepada pemerintah sesuai dengan konstitusi,” ungkap Agus di Hotel Grand Zuri Malioboro, Selasa (8/10).

Agenda tersebut dihadiri Direktur Rumah Sakit ‘Aisyiyah Muhammadiyah serta perwakilan Majelis Pembina Kesehatan Umum dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.

Ketua Asosiasi Rumah Sakit ‘Aisyiyah Muhmmadiyah dr Slamet Budiarto, SH,MHKes menyampaikan bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 tahun 2019 tentang klasifikasi dan perijinan Rumah Sakit berpotensi merugikan masyarakat dan RS Aisyah Muhammadiyah.

Menurutnya terkait dengan aturan dalam Permenkes tersebut berdampak diantaranya pelayanan hemodialisa hanya ada di RS kelas A dan RS kelas B yang berpotensi menjauhkan akses pelayanan berakibat puluhan ribu pasien HD akan dirugikan, Dokter subspesialis tidak boleh di RSU kelas C/D hanya ada di RS kelas A dan B; Pelayanan medik dasar rawat jalan/poli umum tidak ada di RS kelas A, B, C yang berakibat tutupnya poliklinik umum.

“Selain itu Rumah sakit khusus kelas C hanya untuk rumah sakit khusus ibu dan anak. Hal ini berakibat RS khusus kelas C selain ibu dan anak apabila tidak bisa menaikkan menjadi kelas B maka berpotensi terhentinya operasional RS,” tutur Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tersebut.

dr Slamet mengatakan RS Muhammadiyah-‘Aisyiyah terus memperbaiki dan mengembangkan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang ada. Oleh karena itu pihaknya meminta agar Menteri Kesehatan untuk segera mencabut peraturan tersebut untuk direvisi kembali.

“Dampak bagi masyarakat adalah akan menjauhkan akses pelayanan kesehatan sehingga masyarakat akan dirugikan,” imbuhnya.

Rumah Sakit Muhammadiyah – ‘Aisyiyah, ungkap dr Slamet, yang tersebar di seluruh Indonesia sejumlah 114 merupakan Rumah Sakit not profit telah melayani jutaan pasien & keluarga kaum dhuafa sesuai dengan niat awalnya sebagai Penolong Kesengsaraan Oemoem(PKO).

“Ini adalah bentuk pengembangan program kesehatan yang kami ikhtiarkan, berharap memberikan manfaat yang besar untuk menyehatkan masyarakat, terlebih bagi kaum dhuafa,” pungkasnya. (Riz)

Exit mobile version