MATARAM, Suara Muhammadiyah – Suara Muhammadiyah bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika RI kembali menggelar Dialog Publik edisi yang kelima. Agenda tersebut diselenggarakan dalam rangka merekatkan kebersamaan masyarakat dan memperkuat pilar integrasi nasional.
“Ini kerja sama antara Suara Muhammadiyah dan Kemenkominfo sudah berjalan beberapa kali, tujuannya yang pertama untuk memperkuat pilar integrasi nasional, perbedaan tak usah dibunuh tetapi dikelola agar rumah kebangsaan kita tetap utuh dan bersatu,” ucap Pemimpin Umum Suara Muhammadiyah Buya Ahmad Syafii Maarif dalam sambutannya melalui video.
Agenda bertajuk “Menyatukan Perbedaan, Membangun Negeri” tersebut dihadiri Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Widodo Muktiyo, Direktur Suara Muhammadiyah Deni Asy’Ari, Direktur Nusatenggara Centre Suprapto Mukti Wibowo, dan Co-Founder Peace Generation Irfan Amalee di Hotel Grand Palace Lombok, Mataram, Ahad (13/10).
Menurut Buya Syafii, saat ini masih banyak tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia salah satunya dipengaruhi ideologi luar yang dapat merusak kebhinnekaan persaudaraan kita sebangsa. Oleh sebab itu kerja sama SM dan Kemenkominfo yang sudah berjalan bagus akan memberikan sumbangan agar Indonesia kedepannya lebih baik.
Dalam kesempatan yang sama, melalui video sambutannnya, Menteri Komunikasi dan Informatika RI Rudiantara menyampaikan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan memiliki banyak keragaman. Namun di era media sosial seperti saat ini cenderung membuat perbedaan dianggap sebagai sesuatu yang mengancam lewat hoax dan misinformasi.
“Ada ghibah yang jelas tidak memberi pahala, ada fitnah yang jelas memberikan dosa bagi kita, bahkan namimah mengadu domba sesama kita,” tutur Rudiantara. Oleh karena itu, Menkominfo mengapresiasi Muhammadiyah yang telah menerbitkan Fikih Informasi sebagai tuntunan bagi masyarakat dalam menggunakan, mencerna, dan memanfaatkan informasi dengan baik.
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Widodo Muktiyo mengungkapkan bahwa di Indonesia saat ini telah terjadi permasalahan yaitu krisis informasi dan komunikasi. Bukan karena kekurangan, melainkan terlalu banyak informasi yang beredar terutama di media sosial. “Kalau sudah cekcok gini nggak selesai, energi berapa pun habis,” tandasnya.
Co-Founder Peace Generation Irfan Amalee mengajak agar lebih bijak dalam arus infomasi dengan meningkatkan nalar kritis (critical thinking). Selain itu, Irfan juga menyampaikan bahwa agar kita jangan mengedepankan prasangka kepada orang lain karena belum tentu pandangan kita selalu benar.
“Informasi datang dengan berbagai versi dan keragaman, tidak ada yang seratus persen benar, dan tidak ada yang seratus persen salah. Bahkan Imam Syafii setiap membuat sebuah fatwa selalu mengatakan bahwa ‘fatwa saya mungkin benar tapi mungkin ada salahnya dan fatwa yang lain mungkin salah tapi masih mungkin ada benarnya, tidak ada yang bisa mengklaim,” ungkap Irfan.
Sementara itu, Direktur Nusatenggara Centre Suprapto Mukti Wibowo lebih menekankan tentang bagaimana merawat ruang publik di dunia nyata maupun dunia maya. “Yaitu terkait dunia nyata dengan menyediakan lebih banyak ruang perjumpaan dan merawat kewarasan di dunia maya,” tutur Direktur Pascasarjana UIN Mataram tersebut. (Riz)