Perintah Mengikuti Ajaran Agama (3); Surat Al-Baqarah Ayat 208-212

Pergantian Tahun

Foto Dok Ilustrasi

Perintah Mengikuti Ajaran Agama Secara Keseluruhan dan Akibat Pengingkarannya (3)

Dalam aspek akidah perlu dibangun secara terus menerus kesadaran tauhīd ulūhiyyah, yakni mengesakan Allah dalam keyakinan bahwa hanya Dia saja yang layak untuk dijadikan Tuhan. Eksistensi yang lain di luar Dia tidak layak menjadi tuhan. Hal itu dilakukan dengan cara merentang garis lurus antara hamba dengan Allah. Garis lurus adalah jarak terdekat dari satu titik ke titik yang lain. Oleh sebab itu, tidak boleh ada titik lain di luar titik hamba dengan Allah tersebut. Membangun titik lain di luar titik yang sudah ada itu merupakan tindakan kemusyrikan.

Dalam aspek ibadah harus terwujud pelaksanaan tertib ibadah serta kegemaran berkomunikasi dengan Allah, melalui kecintaan membaca Al-Qur’an. Ibadah dan qirā`ah Al-Qur’an, pada hakikatnya merupakan sarana untuk membangun kedekatan hubungan dengan Allah Yang Maha Suci. Inti dari makna ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah. Melalui pendekatan diri kepada Allah dapat terwujud kesucian diri yang bersumber dari kemahasucian Allah. Allah adalah eksistensi Yang Maha Suci, dan Yang Maha Suci tidak bisa didekati kecuali oleh yang suci. Hal apapun yang bersifat kotor tidak bisa mendekati Zat Yang Maha Suci. Oleh sebab itu, melalui ibadah, yakni mendekatkan diri kepada Allah, Zat Yang Maha Suci tersebut, akan dicapai tingkat kesucian kalbu.

Sekurang-kurangnya ada dua ritual ibadah yang dapat membuat jalur hubungan kedekatan dengan Zat Yang Maha Suci, yang dapat dilakukan secara berkala setiap hari, yakni ibadah shalat dan membaca AlQur’an. Shalat merupakan sebagai sarana peningkatan kualitas diri bagi orang-orang mukmin. Melalui shalat seorang mukmin akan berdialog dengan Allah dalam upaya mendekatkan diri kepada-Nya. Kemudian, membaca Al-Qur’an juga merupakan percakapan dengan Allah. Itu sebabnya orang yang membaca Al-Qur’an dapat dikatakan sedang berkomunikasi dengan Allah.

Dalam aspek akhlak haruslah dibangun sikap hidup yang terpancar dari hati yang suci sebagai hasil dari proses pendekatkan diri kepada Allah. Akhlak dimaknai bukan hanya sekedar perilaku sopan santun belaka, tetapi juga membangun etos dan etika dalam menciptakan sesuatu yang baik dan terbaik melalui perilaku baik dan terbaik (alshalah wa al-ashlah).

Dalam aspek muamalah sangat diperlukan upaya membangun kepekaan sosial serta kepekaaan susila. Kepekaan sosial menyangkut kepedulian terhadap rendahnya taraf hidup orang lain, dengan mengembangkan sikap hidup tolong menolong. Kepekaan susila menyangkut kepedulian terhadap harkat dan martabat hidup orang lain agar tidak terjerumus ke lembah kenistaan. Dua kepekaan tersebut harus dijalin secara seimbang dengan mengokohkan semangat ta’āwun (kerjasama dan tolong menolong) di antara sesama anggota masyarakat.

Akibat Pengingkaran terhadap Ajaran Agama

Bila ketentuan di atas dilanggar dengan cara melakukan pemilihan dan pemilahan terhadap ajaran agama yang akan dilaksanakan dan tidak membangun sinergi antara empat dimensi ajaran Islam tersebut, maka akan berakibat buruk bagi umat manusia. Allah memperingatkan manusia apabila mengingkari ajaran agama maka manusia akan mengalami:

  1. Terjerumus pada langkah-langkah setan

Setan adalah segala sesuatu yang menjerumuskan pada keburukan atau kejahatan. Setan bisa berasal dari golongan manusia yang jahat dan dapat juga berasal dari jin yang jahat (iblis) (Qs Al-Kahfi [18]: 50). Kesombongan iblis dan kedurhakaannya telah membuatnya dikeluarkan dari surga. Dia memohon kepada Allah untuk diberi peluang menggoda manusia menjerumuskan manusia ke jurang kebinasaan. Allah memang telah memberikan peluang itu, kecuali bagi hambahamba-Nya yang shalih.

Manusia yang sudah terjerumus pada langkah-langkah setan akan tertimpa bencana oleh perilaku dirinya sendiri. Setan akan merasa senang bila seorang muslim yang semula telah mengorbankan dirinya untuk mencari rida Allah tapi tergelincir pada jalan yang sesat (Qs Al-Jin [72]: 66). Dengan menempuh jalan yang sesat, sesungguhnya manusia yang telah terperdaya oleh setan akan mengalami kesengsaraan hidup baik di dunia maupun di akhirat.

  1. Tergelincir dari kebenaran

Kelanjutan dari mengikuti langah-langkah setan adalah membuat manusia tergelincir dari kebenaran. Jalan yang ditempuhnya bukan lagi al-shirāth al-mustaqīm (jalan yang lurus) tetapi jalan kesesatan. Jalan kebenaran itu hanya satu, yakni kebenaran yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Dengan berpegang teguh kepada keduanya maka kehidupan akan selamat. Sebaliknya, apabila manusia tergelincir dari jalan itu maka akan masuk ke dalam kebinasaan. Semua apa yang dia lakukan akan menimbulkan petaka bagi manusia lain dan dirinya sendiri. Sebab utama tergelincirnya manusia ke dalam kebinasaan adalah jauh dari ketauhidan dan jatuh kemusyrikan.

Bila dia menjadi seorang pemimpin dia akan bertindak sewenangwenang. Bila dia seorang pengusaha dia akan mengeksploitasi para pekerjanya tanpa mempertimbangkan sama sekali kesejahteraan para pekerja tersebut. Dia hanya memikirkan bagaimana sebagai pemilik usaha ia memperoleh keuntungan yang besar.

  1. Menukar nikmat dengan laknat

Perilaku menukar nikmat dengan laknat sebenarnya merupakan perilaku Bani Israil. Dalam sejarah, Allah telah menurunkan nikmat yang sangat banyak kepada Bani Israil seperti kenabian, pertolongan Allah dari penindasan bangsabangsa lain seperti bangsa Mesir dan bangsa Babilonia, serta mereka juga memperoleh makanan almanna dan as-salwa ketika mereka kelaparan.

Namun, nikmat tersebut diingkari oleh Bani Israil yang berakibat datangnya laknat kepada sebagian mereka. Seperti pelanggaran terhadap perintah Allah agar tidak mencari nafkah di hari Sabtu. Sebagian dari Bani Israil itu dihukum dengan dijadikan kera dalam bentuk fisik atau mempunyai sifat-sifat seperti seekor kera sementara sebagian lain disiksa dengan siksaan yang sangat pedih. Bersambung

Tafsir Tahlily ini disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan naskah awal disusun oleh Prof Dr Yunan Yusuf

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 5 Tahun 2017

Exit mobile version