Pesan Agama untuk Hidup Damai
Oleh : Dr H Haedar Nashir, MSi
Umat manusia sedunia kini memasuki era baru globalisasi, suatu proses dan keadaan di mana hubungan antarmanusia dan antarbangsa tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat formalitas batas negara, tetapi bersifat membuana secara lintas. Melalui teknologi informasi yang canggih, termasuk media sosial digital, hubungan kemanusiaan itu semakin mencair dan melintasi. Tidak ada orang atau golongan bangsa yang mengisolasi diri dan hidup secara eksklusif. Dalam kehidupan yang mengglobal meniscayakan relasi-relasi sosial kemanusiaan yang inklusif.
Dalam kondisi dan perkembangan dunia yang melintas-batas itu umat beragama juga tidak akan mampu hidup tertutup atau eksklusif, semua menuntut relasi kehidupan yang inklusif atau terbuka dengan tetap berkomitmen pada prinsip-prinsip keagamaan yang dipedomani. Bagi umat Islam yang jumlah sekitar 1,5 milyar di dunia —di Indonesia penduduk Muslim 222 juta orang— saat ini dituntut semakin mampu hidup bersama dalam semangat kemanusiaan yang melintasi untuk mengembangkan perdamaian, harmoni, dan memajukan peradaban yang serba utama. Di sinilah pentingnya memahami dan mengaktualisasikan Islam sebagai ajaran Ilahi untuk membangun kehidupan bersama antarumat manusia semesta.
Komitmen Beragama
Agama secara universal sangat penting dan fundamental dalam kehidupan umat manusia. Agama memiliki nilai sangat penting di tengah kehidupan yang profan (duniawi), yakni “kesatuan sistem keyakinan dan praktik-praktik yang berhubungan dengan suatu yang sakral, … di mana semua orang tunduk kepadanya atau sebagai tempat masyarakat memberikan kesetiannya” (Durkheim, 1920). Agama secara khusus berfungsi sebagai “the sacred canopy” (teras pelindung suci) atau “nomos” (menciptakan keteraturan hidup) yang membuat manusia terbebas dari “chaos” atau “anomie” yakni segala sesuatu yang kacau atau ketidakteraturan (Berger, 1967).
Dalam masyarakat modern yang sekuler sekalipun agama tetap relevan dan penting dalam kehidupan umat manusia, meskipun ekspresi dan aktualisasinya tidak bersifat langsung dan dalam kehidupan bernegara terjadi pemisahan antara domain publik dan agama (Wilson, 1966). Tantangan utamanya ialah bagaimana umat beragama pada setiap agama mewujudkan nilai-nilai luhur keagamaan yang sakral itu untuk membangun tata kehidupan yang adil, damai, baik, dan serba utama yang menjadikan umat manusia hidup selamat dan bahagia secara bersamasama.
Dalam kenyataan masih terjadi atas nama agama terjadi konflik, kekerasan, dan diskriminasi sosial sehingga kehidupan dalam masyarakat mengalami disintegrasi. Dalam kehidupan masyarakat dunia di tingkat global dan domestik saat ini secara umum juga masih dijumpai adanya rasisme, perlakuan buruk terhadap minoritas, bias gender terhadap perempuan, perdagangan manusia, kekerasan terhadap mereka yang lemah, terorisme dalam berbagai jenis, segala bentuk diskriminasi, serta beragam tindakan yang merugikan kehidupan manusia dan merusak lingkungan.
Umat beragama dituntut komitmen moralnya dalam menghadapi dan memberi solusi terhadap masalah-masalah kemanusiaan tersebut untuk membuktikan bahwa agama-agama yang dipeluknya mampu menjadi kekuatan profetik yang menghadirkan kebaikan, perdamaian, keselamatan, kebahagiaan, kemakmuran, dan kemanfaatan bagi kehidupan seluruh umat manusia dan lingkungan semesta.
Secara khusus sebagai manifestasi dari nilai-nilai luhur agama penting diaktualisasikan kehidupan yang damai tanpa sekat dan diskriminasi. Agama dan umat beragama di dunia saat ini semestinya semakin menguatkan komitmen untuk membangun kehidupan yang lebih damai dan maju bagi semua orang tanpa sekat dan diskriminasi. Umat beragama berkomitmen untuk menyuarakan dan mewujudkan kehidupan yang harmoni, toleran, saling menghormati, damai, adil, dan saling bekerjasama yang menyelamatkan kehidupan bersama. Bersamaan dengan itu terhindar dari diskriminasi, kekerasan, penindasan, teror, perang, dan segala bentuk perlakuan buruk dalam kehidupan umat manusia semesta.
Umat beragama di seluruh dunia penting mendorong berkembangnya nilai-nilai moral universal tentang hidup damai bagi semua tanpa diskriminasi dan kekerasan agar menjadi alam pikiran dan praktik hidup kolektif di seluruh komunitas dan bangsa. Dalam konteks ini penting diaktualisasikan tiga hal, pertama mendorong perluasan gerakan sosial-keagamaan yang mewujudkan nilai-nilai perdamaian dan hidup bersama tanpa diskriminasi sebagai praktik dan contoh hidup beragama (rolemodel) dalam masyarakat di mana pun lebih dari sekadar pesan-pesan normatif keagamaan.
Kedua, mewujudkan nilai-nilai perdamaian dan hidup tanpa diskriminasi sebagai etika sosial dan budaya dalam kehidupan masyarakat yang membentuk etika global. Ketiga, mendorong setiap negara dan pemerintahan untuk memperkuat komitmen pada penegakkan hak asasi manusia, antara lain menjamin setiap orang untuk memperoleh perlakuan yang adil dan damai tanpa diskriminasi dan kekerasan dalam segala bentuk.
Perspektif Islam
Dalam pandangan Islam —sebagai contoh— bahwa setiap pemeluk Islam diajarkan untuk berbuat adil, yakni sikap benar yang objektif dan tidak berat sebelah. Termasuk adil bagi siapa pun yang berbeda agama, ras, suku bangsa, dan golongan. Ajaran tentang keadilan merupakan hal yang sangat esensial dalam Islam, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.” (Qs An-Nisaa’: 135).
Selain nilai adil, setiap muslim juga diajarkan untuk berbuat ihsan. Ihsan ialah kebajikan utama yang melintas batas dalam kehidupan seseorang. Sikap adil dan ihsan harus berlaku umum bagi siapa pun, termasuk kepada pihak yang tidak disukai, sebagaimana pesan Tuhan dalam Al-Qur’an: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu berbuat tidak adil,” (Qs Al-Maidah: 8).
Islam juga mengajarkan pemeluknya untuk menjadi orang-orang yang menyebarkan kasih sayang bagi seluruh umat manusia dan makhluk ciptaan Allah di alam semesta. Nabi bahkan diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam (Qs Al-Anbiya: 107), yang mengandung makna agar setiap orang beriman menebar kasih sayang yang melintasi. Kasih sayang manusia bahkan ditujukan untuk hewan, tumbuhan, dan makhluk ciptaan Tuhan lainnya sebagaimana dalam pesan Nabi Muhammad yang artinya, “Cintailah apa yang ada di bumi, Tuhan yang ada di Langit akan mencintaimu”. Sebaliknya, “Barangsiapa yang tidak mengasihi mereka yang di bumi, maka Tuhan yang ada di Langit tidak akan mengasihinya,” (HR Ath-Thabrani).
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 19 Tahun 2019