SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Dunia saat ini yang berada di era industri 4.0 yang berbasis teknologi informasi memberikan kesadaran baru betapa penguasaan terhadap media sangat penting, terutama dalam hal penanggulangan kebencanaan. Informasi akan menjadi sangat penting untuk melakukan pengurangan resiko (Disaster Risk Reduction).
Budi Santoso selaku Koordinator Divisi Pengurangan Risiko Bencana MDMC PP Muhammadiyah, “Paradigma terkait dengan penanggulangan bencana saat ini telah berubah, sebelumnya dikenal dengan respon bencana, namun saat ini telah terjadi perubahan melalui konsep pengurangan resiko bencana, peran jurnalistik tangguh bencana sangat penting dalam era saat ini.”.
Kesadaran ini mendorong relawan penanggulangan bencana Muhammadiyah untuk mulai menulis topik bencana serta pemahaman dan pemanfaatan akan pentingnya menulis tentang kebencanaan dengan perspektif tangguh bencana, tandas AR. Hartanto panitia acara Pelatihan “ Mewartakan Bencana Dengan Perspektif Tangguh Bencana “ LPB PDM Sleman yang berlangsung Ahad, 27 Oktober 2019. Acara ini didukung penuh oleh UNISA (Universitas Aisyiyah ), Jl. Ring Road Barat Sleman Yogyakarta serta dibuka langsung oleh Abdul Kasri M.Pd. dari PDM Sleman.
Acara ini dihadiri sekitar 70 peserta utusan sekolah dan berbagai stake holder yang peduli dengan kegiatan pengurangan resiko bencana dan berlangsung dengan sukses dan menghasilkan kesepakatan untuk mulai berani menuliskan pengalaman tentang pengurangan resiko bencana di lingkungan masing-masing peserta.
Pembicara lain Supriyono “semprit” penggiat kebencanaan dari Cangkringan menceritakan betapa dunia kerelawanan merupakan panggilan kemanusiaan yang telah ikhlas serta mendarah daging bagi para relawan. Rizki Dewantoro, Reporter dari Majalah SM menyampaikan di era digital 4.0 ini sekarang komunikasi massa proses dimana pesan-pesan diproduksi secara masal dan disampaikan kepada penerima pesan yang luas, anonim, dan heterogen.
Hebohnya Stasiun televisi pada Oktober 2010 menyiarkan kabar bahwa wedhus gembel (awan panas) telah meluncur sejauh 25 kilometer. Langsung saja berita ini membuat kepanikan hebat para pengungsi di Hargobinangun, Pakem masih, setelah dikonfirmasi ternyata yang dimaksudkan bukan awan panas yang mematikan, tetapi hujan abu yang tidak begitu berbahaya. Kasus ini bisa jadi contoh peran media massa tidak semata berfungsi menghadirkan realitas ke publik namun bisa menimbulkan bias informasi yang bisa subyektif .
Ariful “Aril”Amar, SEO Adsea.id dalam sesi Vlog tentang Tangguh Bencana menampilkan presentasi bagaimana generasi milenial, generasi Y yang akrab dengan gadget memerlukan treatment dan pendekatan yangt sesuai dengan gelombang mereka, pengurangan resiko bencana didekati dengan tayangan interaktif yang singkat namun messagenya tersampaikan dengan jitu mengena. (Arif H)