Dahlan Rais
Pelatihan-pelatihan kader ulama harus dibuat lebih serius. Terlebih bagi pelatihan-pelatihan lanjutan. Mungkin muncul pertanyaan, apakah kader yang belum mengikuti pelatihan dasar atau pelatihan sebelumnya boleh mengikuti atau tidak. Ini harus diperhatikan, misalnya dengan membuat dua kelas. Kelas dasar dan kelas lanjutan.
Saya kira ada sejumlah tahapan yang harus dicermati. Planning, Organizing, Actuating, Controlling, dan Reflexting. Ini harus dicermati dalam setiap tahapan. Sehingga ada perbaikan-perbaikan, dan pelatihan berikutnya bisa lebih baik dari pelatihan sebelumnya. Selain itu, nanti bisa dievaluasi bersama di mana kelemahannya untuk kemudian dibenahi. Termasuk dalam hal metode. Metode ini tentu berbeda-beda.
Majelis Tarjih terus melakukan pembenahan dan evaluasi dari setiap kegiatan pelatihan ulama tarjih. Sehingga melahirkan kebaruan dan kemajuan sesuai dengan prinsip Muhammadiyah. Tidak boleh sebuah pelatihan dengan pelatihan berikutnya, apalagi sudah berganti tahun, tapi sama saja. Ini tidak boleh terjadi. Pernah ada pelatihan tidak diminati peserta karena membosankan. Tapi kemudian diselenggarakan ulang, tetap sama. Ini jumud namanya. Jumud itu bukan amal shalih. Karena amal shalih itu adalah tidak jumud.
Terkait dengan produk, Majelis Tarjih harus menghasilkan produk-produk yang bisa memberikan pesan damai, ketenteraman dan keteduhan bagi masyarakat. Perlu dijaga relevansi agama dengan kehidupan agar elan vital-nya tidak hilang. Agama harus menumbuhkan spirit berkemajuan kepada umatnya. Membawa spirit kemajuan dan sesuai dengan nilai-nilai moral. Ini saya kira teramat penting.
Lebih bermoral mana umat Islam dibanding dengan negara-negara Barat yang maju. Misalnya tentang kejujuran. Semua negara maju sangat menonjol dalam kejujuran. Nilai-nilai kejujuran harus terus dihidupkan. Karena kejujuran akan menumbuhkan kepercayaan; dan kepercayaan akan memperlancar semua urusan. Sebaliknya, kebohongan akan menumbuhkan kecurigaan; dan kecurigaan akan melahirkan persoalan.
Saya terpukul, ketika ke luar negeri. Jika ketinggalan tas atau dompet di kereta, maka tidak perlu khawatir. Saya mengalami sendiri di Taiwan. Sopir taksi di sana jarang mengunci pintu mobilnya. Pernah di sebuah kampus, mahasiswa Indonesia mengalami kecurian. Satpam dan semua pihak kampus terkejut dan sibuk dengan kasus ini. Setelah diselidiki, ternyata pencurinya adalah sesama mahasiswa Indonesia.
Angka korupsi yang tinggi di Indonesia juga akibat dari hilangnya rasa kejujuran. Bangsa ini kurang memiliki kejujuran. Bangsa ini siapa? Ya kita ini semua. Jadi yang tidak jujur itu siapa? Kita semua. Di dalamnya ada Muhammadiyah. Meskipun ada yang mengatakan, Muhammadiyah lebih baik sedikit dibandingkan masyarakat umumnya. Ada kata-kata sedikit lebih baik. (Ribas)
—
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 11 Tahun 2017