Keluarga Sakinah

Keluarga merupakan komunitas terkecil dalam masyarakat, paling sedikit terdiri dari suami dan isteri yang diikat dengan ikatan sakral pernikahan. Di dalam Islam tujuan penting dari sebuah pernikahan termaktub dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 21 yaitu:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang… (QS. Ar-Ruum 21).

Merujuk pada ayat di atas, salah satu tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk mewujudkan keluarga sakinah. Sederhananya keluarga sakinah merupakan keluarga yang di dalamnya terdapat ketentraman, kedamaian, dan ketenangan. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, maka pasangan suami istri harus bisa membagi peran dengan baik dalam sebuah keluarga.

Di dalam Islam peran antara dan tugas antara suami istri berbeda dan telah dibagi dengan cukup jelas. Hal ini didasarkan pada firman Allah SwT di dalam Al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 34 yaitu:

Artinya: kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (lakilaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (QS. An-Nisa’ 34)

Berdasarkan ayat diatas maka peran seorang suami adalah sebagai pemimpin bagi keluarganya. Sebagai seorang pimpinan, suami menjadi kompas yang mengarahkan, membimbing, mendidik serta mengayomi keluarganya. Beratnya tanggung jawab sebagai pemimpin sebanding dengan kemampuan yang dianugerahkan Allah kepadanya.

Seorang suami memiliki kemampuan lebih dibanding dengan kemampuan yang dimiliki kaum perempuan atau istri. Kemampuan yang dimaksud mencakup kemampuan secara fisik maupun psikis. Dengan kemampuan tersebut diharapkan seorang suami dapat membimbing dan mengarahkan keluarganya sesuai dengan tuntunan agama.

Selain itu, seorang suami memang sudah selayaknya dijadikan sebagai pimpinan, sebab seorang suami yang berkewajiban untuk menafkahi seluruh keluarganya. Menafkahi keluarga bukanlah sesuatu yang mudah, bahkan untuk memenuhi tanggung jawab tersebut, tidak jarang seorang suami mempertaruhkan jiwanya, maka untuk itu suami berhak untuk dihormati oleh seluruh keluarga termasuk istrinya.

Namun, meskipun suami memiliki otoritas penuh sebagai pimpinan dalam keluarga, bukan berarti suami berhak memperlakukan keluarganya termasuk istri dengan semena-mena, bahkan dalam kondisi istri salah sekalipun.

Dengan kata lain ada aturanaturan tertentu yang harus menjadi pedoman suami dalam menjalankan perannya sebagai pimpinan. Dalam isi petikan terakhir dari ayat di atas, Allah menyinggung terkait tatacara suami memperlakukan istri yang salah, yaitu di mulai dari menasehati, berpisah ranjang dengannya dan baru memukulnya.

Ketiganya disebutkan secara bergiliran menandakan bahwa pelaksanaannya juga harus bergiliran, dalam artian tidak boleh satu melompati yang lainnya. Sementara apabila seorang istri sudah taat kepada suaminya, maka dilarang bagi suami untuk mencari-cari cara menyusahkan istrinya.

Hakikatnya tugas seorang istri bukan memasak, mencuci, dan membersihkan rumah sebagaimana anggapan kebanyakan orang selama ini, akan tetapi tugas seorang istri hanya mentaati suaminya.

Jikalaupun seorang istri melakukan tugas-tugas tersebut, hal itu bukanlah sebagai kewajiban baginya, akan tetapi semua itu tidak lebih hanyalah sebagai bentuk ketaatan untuk meringankan beban pada pundak suaminya.

Berangkat dari penjelasan di atas maka suami maupun istri harus memahami tugas-tugasnya dalam keluarga sehingga mampu berbagi perannya dengan baik. Dengan berbagi peran antara suami dan istri, maka diharapkan keluarga Islami yang sakinah (tenteram) akan terwujud.

Tafsir, Ketua PWM Jawa Tengah

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 4 Tahun 2018

Exit mobile version