Hidup di era revolusi 4.0 saat ini tidak akan lepas dari dunia digital. Termasuk menggunakan media sosial sebagai wahana menjalin hubungan dengan sesama. Media sosial merupakan media daring yang para penggunanya dapat dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi blog, jejaring sosial, wiki, forum, dan dunia virtual. Penggunaan whatsapp, twitter, instagram, dan jenis aktivitas jejaring sosial lainnya menjadi kegiatan sehari-hari nyaris tanpa mengenal waktu dan ruang sehingga manusia saat ini boleh dikatakan sebagai „insan medsos“.
Bukan hanya “tiada hari tanpa medsos”, boleh jadi “tiada detik tanpa bermedsos”, sehingga ada orang-orang yang pekerjaannya hanya bermain handphone untuk ber-WhatsApp, ber-Twitter, ber-Instagram, dan menggunakan berbagai aplikasi komunikasi virtual sosial lainnya. Dalam banyak hal penggunaan media sosial selain suatu keniscayaan juga positif untuk membangun komunikasi dan relasi sosial yang bermanfaat bagi kehidupan individu, keluarga, masyarakat, bangsa, dan kemanusiaan semesta. Media sosial bahkan dapat menjadi alat dakwah yang efektif, mudah, cepat, murah, dan fungsi positif lainnya.
Namun media sosial juga dapat menjadi disfungsi atau melahirkan hal-hal yang negatif dalam kehidupan. Melalui media sosial segala berita dan informasi bohong atau hoaks, menebar kebencian dan permusuhan, memanaskan situasi, dan segala keburukan disebarluaskan secara mudah, cepat, dan masif. Konflik sosial akan mudah tersulut melalui media daring ini. Boleh jadi, perang akan terjadi dipicu oleh media sosial yang memiliki kekuatan pesan dengan daya jelajah tinggi. Tentu sesuatu yang tidak diharapkan oleh semua pihak yang mencintai persatuan, perdamaian, serta tata kehidupan yang memajukan dan mencerahkan.
Karena itu khusus kepada warga Muhammadiyah jadilah pelopor yang mencerahkan dunia media sosial. Jika Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah menyebarkan risalah pencerahan mengikuti jejak uswah hasanah Nabi Muhammad yang namanya dipakai oleh Gerakan Islam yang didirikan oleh Kiai Ahmad Dahlan tahun 1912 itu, maka seyogianya warganya lebih-lebih kader dan para pimpinannya menjadi suri teladan dalam bermedsos.
Sebarkan pesan-pesan yang mendamaikan, mempersatukan, mencerdaskan, memajukan, dan mencerahkan dalam bermedsos. Sebaliknya jauhi kebiasaan menyebarkan informasi, video, ujaran, pernyataan, tulisan, dan segala pesan yang dapat memanaskan situasi, menyebar kebencian, memicu permusuhan, serta segala bentuk informasi yang mengandung dosa dan keburukan.
Apalagi para da’i, mubaligh, dan siapapun yang selama ini menjadi pembawa risalah tabligh. Hadirkanlah tabligh dengan cara hikmah, mau’idhah yang baik, dan dialog terbaik sebagaimana diajarkan Allah dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl 125 dan dipraktikkan Nabi akhir zaman.
Jauhi tabligh yang menyebarkan pesan-pesan yang menimbulkan kegaduhan dan permusuhan. Jangan pula warga Persyarikatan bersemangat mendukung pernyataan seseorang yang di mata publik menimbulkan keresahan, hanya karena merasa sehaluan lebih-lebih dengan mengatasnamakan Muhammadiyah. Di sinilah pentingnya kearifan dan rasa pertanggungjawaban mulia dalam bermedsos.
Kita berharap warga, kader, dan lebih-lebih para pimpinan di lingkungan Persyarikatan selain bijak juga kian produktif dan positif dalam bermedsos. Lebih-lebih para mubaligh dan penggerak tabligh, mestinya menghadirkan narasi-narasi damai dan mencerahkan. Jangan menyuarakan pesan-pesan yang panas, bermusuhan, dan menebar tabligh lil-mu’aradhah atau serbakonfrontasi. Jadikan medsos sebagai media dakwah pergerakan yang mencerahkan di segala bidang kehidupan. Bukankah Muhammadiyah membawa Islam berkemajuan dan risalah pencerahan? (Hns)
—
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 18 Tahun 2019