Prof Dr Syafii Maarif: Baca Dokumen Kemudian Jalankan

Muhammadiyah terus berjalan dan terus berkembang tiap tahun. Tetapi apakah perkembangan itu masih ada di jalurnya? Untuk membicarakan hal ini, Suara Muhammadiyah mewawancarai sesepuh Muhammadiyah Prof Dr Syafii Maarif. Berikut ini pandangannya:

Bagaimana pemahaman pimpinan dan warga Muhammadiyah tentang Muhammadiyah?

Kalau di sisi itu saya rasa, yang betul-betul ya, yang betul betul mengerti Muhammadiyah jumlahnya sangat minoritas. Sebab mereka umumnya tidak baca dokumen. Bahkan yang namanya hasil-hasil Muktamar nggak pernah dibaca juga, apalagi dokumen-dokumen seperti MKCH, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, Anggaran Dasar. Itu kan hampir tidak ada yang baca itu. Sepertinya kita sibuk dengan amal usaha tetapi kita nggak tahu arah akan dibawa kemana amal usaha ini. Itu yang terjadi yang saya lihat sekarang.

Akibatnya?

Akibatnya kita seperti meraba di dalam kegelapan. Kita besar amal usahanya, tetapi untuk apa kita melakukan ini semuanya. Menurut saya itu harus dipertajam. Menurut saya, Muhammadiyah ini besar tetapi keropos. Itu yang saya takutkan.

Langkah-langkah apa yang harus dilakukan?

Ya dijelaskan kepada warga. Pimpinan Pusat hingga Daerah itu menjelaskan. Harus disosialisasikan. Inilah Muhammadiyah, tujuan ini. Harus terus menerus dilakukan itu. Nggak boleh dilakukan hanya selintas. Itu harus diprogram dan itu nggak mudah. Iuran anggota terbukti nggak jalan. Kalau itu jalan, mencari uang itu gampang kok. Tetapi sama sekali tidak jalan.

Kita sudah sibuk dengan amal usaha yang besar-besar ada rumah sakit, PTM. Dan kita memandang perasaan memiliki di Muhammadiyah itu sudah kurang itu. Dan kalau ada iuran itu berjalan kan ada perasaan memiliki. Itu nggak ada, sudah. Ya Muhammadiyah ini memang masih baik dari yang lain, tetapi kan tidak efektif .

Jadi perlulah apa yang dilakukan orang terdahulu Memuhammadiyahkan kembali Muhammadiyah. Muhammadiyah selama ini kan berjalan, tetapi nggak pernah ada evaluasi tentang itu. Apakah semboyan-semboyan ini tinggal semboyan atau ada penilaian kemudian, lalu sampai di mana itu evaluasi kita, sampai di mana efektivitas dalam suatu program, suatu gagasan menjadi kenyataan. Itu yang kurang kita lakukan.

Bagaimana cara memimpinkannya?

Sebetulnya kita bisa kok, tetapi kita sibuk dengan hal-hal yang sebetulnya tidak perlu terjadi. Mengurus konflik di dalam amal usaha, antara PWM dan PTM dan lainnya. Itu kan menghabiskan energi. Sehingga sosialisasi program yang semestinya hidup dalam Persyarikatan nggak jalan. Coba kita lihat, Ranting berapa persen yang masih hidup, Cabang berapa persen yang masih hidup. Itu kan kita nggak tahu data yang sebetulnya. Berapa anggota yang punya KTA yang masih hidup, itu kan kita nggak punya datanya. Sehingga yang kita pakai itu data ada yang sudah mati. Itu kita lemah dalam soal-soal yang demikian itu. Apalagi dokumen.

Dalam hal dokumen kita lemah sekali. Karena Muhammadiyah itu bagian dari Bangsa, maka sebetulnya Bangsa ini juga lemah dalam hal dokumentasi. Itu dokumen terlalu banyak, tetapi nggak pernah dibaca, justru kemauan membaca di kalangan Muhammadiyah ini dan juga Bangsa ini sudah lemah sekali. Males Bangsa ini.

Muhammadiyah kan mengatakan Islam berkemajuan, mestinya berbeda dengan arus yang seperti ini. Kalau tidak berbeda maka kita hidup hanya dalam slogan saja. Dan banyak dalam hal muluk-muluk ini tetapi dalam kenyataan jauh dari kenyataan.

Langkah darurat apa yang dilakukan?

Kesadaran dulu lah, kesadaran pemimpin itu yang paling perlu. Jadi dipetakan masalahnya, ini lho masalahnya. Ini memerlukan data dan fakta yang cukup di lapangan. Nah itu dibicarakan dari PP, PWM dan bahkan sampai Cabang. Sebab kalau nggak begitu, ya begini-begini saja adanya. Kita hidup dalam angan-angan. Walaupun kita bagus dibandingkan dengan yang lain tetapi kita akan lebih baik kalau kita menjalankan apa yang kita inginkan, menjalankan apa yang kita rencanakan.

Jadi hal yang demikian harus disampaikan terus meneruslah. Komando di atas harus terus jalan. Tetapi memang kadang-kadang harus agak keras dalam memimpinkannya. Dengan adanya IT kan seharusnya lebih gampang dalam sosialisasinya. Tetapi yang penting manusia di belakang alat yang modern itu. Itu yang paling penting. Punya gagasan atau tidak, punya kemauan atau tidak. Itu yang paling penting. Kalau itu nggak ada harus ditumbuhkan. Itu tugas Majelis Kader. Harus dibuat petanya. Sekarang ini nggak ada petanya.

Bagaimana dengan Perbedaan Tafsir?

Kalau tentang perbedaan tafsir, kalau semuanya berdasarkan dokumen perbedaan sangat kecil sekali. Yang repot ini karena tidak memahami dokumen, bahkan membacanya dan bahkan diperpanjang. Kadang kala urusan diserahkan kepada orang yang nggak paham sehingga berkepanjangan, tetapi ketika diserahkan pada yang paham maka sebentar jadi. Memang gagasan banyak tetapi aksinya yang kurang.

Yang penting kita itu mengetahui kelemahan kita. Kemudian baru kita perbaiki. Yang penting ada kemauan dulu untuk itu. Kemauan untuk memperbaiki diri, kemauan untuk berubah. Itu yang pokok. Sehingga Muhammadiyah betul-betul ada di jalurnya. (Lutfi)

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 18 Tahun 2019

Exit mobile version