Karena berasal dari Muhammadiyah maka Semua Untuk Muhammadiyah
Sebagai anak seorang kolonisasi (transmigran) di pelosok harapan untuk memperbaiki hidup tampaknya mustahil untuk dilakukan. Apalagi beban dan jumlah anggota keluarganya juga sangat besar (11 anak). Namun, yang mustahil itu menjadi terwujud saat Daud Sidiq bertemu dengan Muhammadiyah. Mulai saat itu, tidak ada istilah mustahil dalam kamus hidup Daud Siddiq. Termasuk untuk menjadi Ketua Nasyiatul Aisyiyah.
Waktu itu, pada tahun 1959 Daud Siddiq tengah galau. Dia sudah duduk di kelas 6 SD dan hasrat untuk mengubah suratan hidupnya tengah menyala. Dia tidak yakin akan mampu memutus mata-rantai kemiskinan dan ketertinggalannya kalau terus bertahan di desa Banjarsari yang berada di pedalaman desa. Namun dia belum menemukan jalan harus bagaimana dan harus melakukan apa untuk bisa melakukan perubahan. Semangat untuk berubah itu akhirnya menemukan sinar pencerahan ketika dia bertemu dengan Imam Suhada, seorang tokoh Muhammadiyah di desanya.
Imam Suhada memberi informasi bahwa di Kota Metro ada Panti Asuhan Budi Utomo milik Muhammadiyah, Panti asuhan ini dapat menampung dan memberi sarana kepada anak-anak seperti untuk Daud Siddiq untuk berproses. Bisa tinggal di asrama juga disekolahkan secara cuma-cuma. Daud Siddiq yang tidak tahu apa itu Muhammadiyah menuruti saran itu, kedua orang-tuanya juga memberinya restu.
Sejak berada di Panti Asuhan Muhammadiyah itulah proses perubahan dalam hidup Daud Siddiq dimulai. Meski panti ini bernama Budi Utomo, namun tidak terkait dengan organisasi Budi Utomo yang berdiri tahun 1908. Panti itu pada mulanya milik orang-orang partai Masyumi, yang karena kesibukan mereka menyongsong pemilu, panti itu agak tidak terurus. Panti itu kemudian dihibahkan kepada Muhammadiyah. Oleh Muhammadiyah, nama panti itu tetap dipertahankan hanya ditambah Muhammadiyah di belakangnya.
Menurut pengakuan Daud Siddiq, sewaktu sekolah dan tinggal di panti proses pendidikan yang diterima dari tahun 1959-1963 itu berjalan biasa-biasa saja. Alias gak ada yang luar biasa. Namun, setelah dia lulus PGA 4 tahun (setingkat SLTP) dan dipulangkan kembali ke keluarganya di Banjarsari, dia merasa dirinya sudah banyak berubah.
Sebagai anak merasa yang dididik dan dibesarkan oleh Muhammadiyah, tindakan pertama Daud Siddiq di kampung halamannya adalah melaporkan diri kepada Muhammadiyah Ranting Banjarsari. Ranting Muhammadiyah yang baru terbentuk ketika dirinya masih tinggal di Panti Asuhan Budi Utomo. Saat itu Muhammadiyah Ranting Banjarsari diketuai oleh Imam Suhada, tokoh yang merekomendasikan Daud Siddiq untuk masuk di Panti Asuhan Budi Utomo Muhammadiyah, empat tahun silam.
Karena memegang ijasah PGA 4 tahun, oleh Imam Suhada, Daud Siddiq diberi tugas untuk menjadi guru honorer di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Banjarsari. Bersamaan dengan itu, dia juga mulai aktif sebagai ketua Bagian Dakwah Pemuda Muhammadiyah Ranting Banjasari.
Setahun berikutnya, walau usianya belum memenuhi syarat dia mencoba peruntungan ikut ujian guru agama, dan ternyata berhasil lulus. Oleh negara, dia ditugaskan sebagai guru dpk di MIM Banjarsari.
Statusnya sebagai guru pns tidak menghalangi gerak langkah Daud Siddiq. Status sebagai PNS yang dibarengi dengan peningkatan status sosial dan ekonomi ini justru semakin memacu Daud Siddiq lebih meningkatkan usahanya dalam menggembirakan Muhammadiyah di Banjarsari.
Puncaknya, pasca peristiwa 1965. Sebelum peristiwa 1965, Desa Banjarsari dan sekitarnya dapat dikatakan daerah merah. Penduduknya juga banyak yang abangan. Kaum santri hanya ada segelintir kecil. Namun, setelah peristiwa 1965 mereka yang khawatir dianggap sebagai kaum merah maupun yang sebelumnya abangan berbondong-bondong menjadi santri.
Karena saat itu Muhammadiyah merupakan satu-satunya ormas Islam yang tertata keanggotannya, banyak orang yang meminta disantrikan melalui Muhammadiyah. Termasuk para pemuda dan pemudinya.
Untuk pemuda Muhammadiyah tidak menjadi masalah, saat itu Pemuda Muhamadiyah sudah tertata dan berjalan dengan baik, mendapat banyak anggota baru yang beragam latar belakangnya tidak menjadi persoalan. Namun, saat itu Nasyiatul Aisyiyah belum terbentuk secara nyata. Anak-anak perempuan dari keluarga besar Muhammadiyah, belum ada yang mempunyai kepercayaan diri untuk tampil memimpin di depan publik. Apalagi di hadapan anggota baru yang berbagai latar belakang khusus tersebut.
Sebagai anak muda yang dijadikan tumpuan harapan, Daud Siddiq tidak kehilangan akal kreativitas. Lewat koleganya yang sering ke Jawa, dia nitip untuk dibelikan buku saku AD-ART NA dan perlengkapan NA yang lain. Dia pelajari buku-buku itu dan menghafalkan seluruh lagu-lagu NA. Menurut pengakuan Daud Siddiq, sampai sekarang, dia masih lebih hafal lagu-lagu NA daripada lagu-lagu Pemuda Muhammadiyah dan ortom yang lain.
Apa yang dipelajati tentang NA itu kemudian dia ajarkan kepada para pemudi yang bergabung di Muhammadiyah tersebut. Karena NA secara kelembagaan belum terbentuk, Dia menginisiasi pembentukan kepempimpinan NA. Karena saat itu belum ada satu orang pun pemudi yang berani menjadi ketuanya, dia sendiri yang jadi ketua NA (sementara).
Program NA saat itu cukup sederhana, mempelajari AD-ART sekaligus belajar tentang keorganisasian, sosialisasi lagu-lagu NA, serta membangkitkan keberanian berpidato. Setelah ada yang berani berpidato di hadapan umum sekaligus berani menjadi ketua, dibentuklah kepemimpinan NA yang sebenarnya.
Daud Siddiq semakin larut dalam kegembiraan Bermuhammadiyah saat tahun 1966 dia dipindahtugaskan untuk menjadi guru dpk di PGA Muhammadiyah 6 tahun Metro. Pada tahun itu pula dia terlibat proses pendirian Universitas Muhammadiyah Jakarta Cabang Lampung di Metro, yang kemudian menjadi cikal bakal UM Metro hari ini. Saat itu dia menjadi panitia pendirian sekaligus mahasiswa angkatan pertama di Universitas baru ini. Statusnya sebagai mahasiswa menjadikan dirinya aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah baik di Cabang Lampung Tengah maupun di DPD IMM Lampung.
Di tengah kesibukannya sebagai guru sekaligus mahasiswa, Daud Siddiq masih aktif sebagai juru dakwah Muhammadiyah di seluruh kawasan Lampung Tengah. Semua pengajian Ranting Muhammadiyah di Lampung Tengah, aktif dia datangi. Seluruh jalan di pelosok berikut tikungannya terekam kuat di ingatannya yang mulai menua.
Saat itu infrastruktur di kawasan Lampung Tengah masih belum sebagus sekarang. Banyak jalan yang masih rawan. Kalau hujan sepeda onthel yang dinaiki harus dipikul karena rodanya penuh tanah dan tidak bisa berjalan. Dalam kondisi seperti ini, Daud Siddiq sering tidak bisa pulang setelah memberikan pengajian. Padahal cuaca Lampung relatif sulit diprediksi, siang terlihat benderang, sore hari, hujan lebat menenggelamkan seluruh jalan.
Tentang jalan yang tenggelam ini, Daud Siddiq mempunyai cerita unik yang tidak terlupakan. Saat itu air hujan menggenangi jalan. Daud Siddiq yang belum tahu kondisi jalan saat normal memaksakan diri meneruskan perjalanan dengan bersepeda. Ternyata jalan itu bersisian dengan sungai yang sedang meluap. Jalan dan sungai tidak kelihatan karena tertutup air. Akhirnya Daud Siddiq dan sepedanya masuk ke dalam sungai. Padahal saat itu dia mau berangkat mengisi pengajian dan masih bersepatu lengkap. Dia berenang dengan memakai sepatu di sungai yang cukup dalam dan berarus deras.
Tidak hanya hujan yang banjirnya yang saat itu sering mengancam. Saat itu, juga masih banyak begal yang berkeliaran di banyak jalan yang agak sepi.
Kiprah Suami Siwanty ini untuk Muhammadiyah semakin nyata ketika pada tahun 1971-2010 dia masuk sebagai anggota pleno Pimpinan Muhammadiyah Daerah Lampung tengah. Pada masa awal, sebagai anggota Pleno yang paling muda, dia benar-benar merasa tertantang untuk menggembirakan para Angkatan Muda Muhammadiyah yang tergabung di ortom Muhammadiyah.
Saat itu ketua Pemuda Muhammadiyah dan Tapak Suci yang keduanya pindah domisili ke luar Sumatra. Maka dia diberi mandat PMD untuk merangkap tugas sebagai ketua kedua ortom itu sampai terpilihnya ketua yang baru. Untungnya, di tahun 1972 ada Munir Mulkhan yang mendapat tugas baru di Kota Metro. Munir Mulkhan kemudian didapuk sebagai Ketua Pemuda Muhammadiyah Lampung Tengah.
Kepedulian ayah dari empat orang anak ini dalam membina AMM masih terus melekat hingga hari ini. Siswoyo Eko Purnomo, mantan ketua IMM Metro memberi kesaksian, Daud Siddiq sebagai sosok yang unik. Semua aktivis AMM di Metro pasti sudah pernah disemprot Mbah Daud, namun tidak ada satupun yang kemudian kapok. Karena setelah menegur dan menuntut pertanggung jawaban suatu hal, Mbah Daud juga langsung memberi solusi dan juga terkesan selalu peduli pada kegiatan AMM. Semua kegiatan AMM yang ada, nyaris semua ditunggui oleh Mbah Daud.
Eko juga menuturkan, pada suatu waktu ada satu bendera Muhammadiyah yang tidak ada di tempat biasanya. Sebagai satu-satunya orang yang tinggal di sekretariat, Eko diperintahkan untuk mencari bendera itu sampai ketemu, tidak hanya di Sektretariat tapi juga dilacak sampai ke beberapa PCM yang baru mengadakan kegiatan, dengan asumsi bendera itu dipinjam dan belum dikembalikan.
Tidak hanya menyuruh, Mbah Daud juga menyertai Eko keliling di seluruh cabang itu. Tawaran Eko untuk membeli bendera yang baru ditolak mbah Daud. Karena urusannya bukan soal bendera dan harganya yang tidak seberapa, tetapi soal tanggungjawab dan kepercayaan pada amanat yang dibebankan.
Walau masuk sebagai anggota pleno PDM, penugasan kedinasan Daud Siddiq di amal usaha tetap berlangsung. Pernah pada suatu waktu, dia beri tugas oleh Muhammadiyah sebagai Kepala Panti Asuhan Budi Utomo Muhamadiyah, kepala SD Muhammadiyah Metro, Kepala MTs Muhammadiyah, juga kepala Madrasah Aliyah Muhammadiyah Metro. Sedangkan negara masih menugaskan dirinya sebagai Pengawas Pendidikan Agama Islam.
Dari seluruh semua tugas itu, hanya tugas yang dari negara sebagai Pengawas Pendidikan Agama Islam saja yang menghasilkan pendapatan. Sedangkan tugas dari Muhammadiyah justru menghasilkan pengeluaran. Namun, dia tidak mengeluh. Seluruh anggota keluarga juga disadarkan untuk menerima semua amanah dari Muhammadiyah itu dengan ikhlas. Asal untuk Muhammadiyah semua keluarga Daud Siddiq harus ikhlas dan bisa menerima. Termasuk menjadi penanggung jawab hutang kepada bank juga ikhlas dilakukan Daud Siddiq untuk mempercepat kemajuan amal usaha Muhammadiyah.
Dengan sedikit berkelakar, sebagai anak panti Muhammadiyah dia sudah tidak kaget apalagi jengkel dengan seluruh bentuk kenakalan dan keusilan semua anak Muhammadiyah. Bagi laki-laki kelahiran 29 September 1947 ini, semua kenakalan dan keusilan anak muda merupakan bentuk lain dari kreativitas. Itu gak boleh dilarang, hanya perlu diarahkan agar tetap berada di garis yang benar.
Oleh karena itu, sewaktu Daud Siddiq diamanahi menjadi ketua PDM Metro (2010-2020), dia sangat bisa menerima ide yang aneh-aneh dari kaum muda Muhammadiyah. Meskipun kadang-kala ide itu berada di luar tradisi dan sedikit menabrak aturan. Keakomodatifan Daud Siddiq dalam menerima ide anak-anak muda dan didukung kerja keras seluruh Pimpinan Muhammadiyah Metro yang lain, saat ini hampir di semua PCM terdapat amal usaha yang dapat diunggulkan dan dibanggakan. Kebanyakan sekolah Muhammadiyah dari tingkat dasar sampai SLTA berubah menjadi sekolah unggulan yang difavoritkan masyarakat.
Poliklinik kesehatan Muhammadiyah nyaris hadir di semua kecamatan yang ada di kota Metro. RSU PKU Muhamadiyah Metro juga dapat terus berkembang dengan menggembirakan. Muhammadiyah Bisnis Center dengan berbagai varia usahanya juga semakin nyata perkembangan dan pendapatannya. Demikian juga halnya dengan beberapa pondok pesantren, apotek, BMT, dan UM Metro, semua dapat berkembang dengan menggembirakan.
Sementara itu PRM dan PCM yang ada di Kota Metro juga semakin terlihat semarak dengan aneka kegiatan yang berkemajuan. Semua PCM dan PRM juga lebih tertata administrasi dan programnya dengan adanya lomba yang diadakan oleh LPCR PDM Metro. Saat ini PDM Metro juga tengah memfasilitasi seluruh PCM danPRM untuk menyusun sejarah mereka masing-masing. Program ini dilakukan agar generasi sekarang sadar bahwa apa yang sekarang ada ini merupakan buah perjuangan panjang yang tidak ringan.
Sampai hari ini, Muhammad daud Siddiq yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Daud juga masih aktif keliling dari Ranting ke Ranting juga dari Cabang ke Cabang Muhammadiyah. “Hanya saja, sekarang gak perlu nggenjot sepeda apalagi jalan kaki dan memanggul sepeda. Ke sana kemari sudah diantar pakai mobil Innova. Ber-Muhammadiyah itu enak, sekarang enak, dulu juga enak. Asal untuk Muhammadiyah semua enak.” Katanya sembari tertawa.
Penulis : Isngadi