SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Berbagai narasi dan tindakan intoleran muncul di Indonesia. Penolakan terhadap perbedaan menguat karena keengganan untuk saling memahami satu sama lain. Hal ini mengurangi kenyamanan dan kekhidmatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menyikapi hal tersebut, diperlukan alternatif narasi sebagai pembentur gelombang anti-keberagaman.
Sejak tahun 2011, MAARIF Institute mencoba menanggulangi dan melawan munculnya watak intoleran melalui berbagai kegiatan yang diselenggarakan. Salah satunya melalui Jambore Pelajar Teladan Bangsa (JPTB) bagi para pelajar SMA/sederajat. Setiap tahunnya, para pelajar dari berbagai daerah di Indonesia dikumpulkan dalam rangka menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan kebinekaan.
Pada 2019 JPTB dilaksanakan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bertempat di Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidik dan Tenaga Pendidikan (PPPPTK) Seni dan Budaya, acara yang diselenggarakan pada 17-22 November ini merupakan gelaran ke-8 kalinya. Sebanyak 120 orang pelajar dari 86 sekolah di 26 provinsi turut berpartisipasi dalam gelaran kali ini. Jumlah ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya melibatkan 100 orang peserta. Penambahan kuota tersebut diputuskan mengingat terus bertambahnya antusiasme para pelajar untuk mengikuti kegiatan.
Mengambil tema “Satu Indonesia”, selama 6 hari para peserta akan dibekali dengan 12 materi menjadi pelajar teladan bangsa. Kedua belas materi tersebut adalah memahami agama dan menjalankan perintah-Nya, menuntut ilmu, adil, jujur, berbaik sangka, bersahabat, empati, tolong-menolong, toleransi, musyawarah, cinta tanah air, serta mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran.
“Bagi para peserta, bergembiralah selama berada di sini. Sebagaimana agama sebenarnya ada untuk membawa kegembiraan,” ujar Abd. Rohim Ghazali, Direktur Eksekutif MAARIF Institute.
Sebelum secara resmi membuka kegiatan JPTB, Buya Syafii Maarif mengimbau kepada para peserta untuk memahami kondisi negeri ini. Setidak-tidaknya dimulai dari bagaimana negeri ini bisa terbentuk. Agar kelak dapat menjadi pemeran utama dalam proses memajukan bangsa.
Sebuah keniscayaan bahwa pelajar akan manjadi pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu, penting untuk menamkan nilai-nilai toleransi dan kebangsaan sedinimungkin, dengan harapan terbentuknya para pemimpin bangsa yang berwatak toleran dan inklusif di masa yang akan datang. (Ichsanul Rizal)