Muhammadiyah telah merambah luas bukan hanya di kawasan ASEAN saja, namun juga di sejumlah negara di benua Eropa. Perkembangan Muhammadiyah di Eropa sendiri memiliki corak yang berbeda dengan yang ada di kawasan ASEAN.
Muhammadiyah di abad keduanya dinilai perlu untuk memikirkan secara lebih matang bagaimana agar visi Internasionalisasinya dapat terwujud. Sehingga, gagasan-gagasan besar Muhammadiyah dapat disebarluskan ke berbagai penjuru belahan dunia.
S ebelumnya, Suara Muhammadiyah telah mengulas bagaimana keberadaan Pimpinan Cabarng Istimewa Muhammadiyah dan Sister Organization (SO) di kawasan ASEAN dapat mendongkrak geliat Muhammadiyah di kawasan tersebut.
Kali ini, bersama Prof Dr Bahtiar Effendy selaku Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri, Suara Muhammadiyah ingin mengulik lebih dalam seputar perkembangan Muhammadiyah di Eropa. Berikut petikan dialognya.
Sejauh ini, bagaimana perkembangan Muhammadiyah di Eropa?
Ada tanda-tanda yang menggembirakan berkaitan perkembangan Muhammadiyah di Eropa. Hal ini dipicu oleh semakin banyaknya kader-kader Muhammadiyah yang menempuh pendidikan tinggi di sana baik untuk S1, S2 maupun S3. Sebagian besar karena adanya beasiswa yang mereka peroleh. Banyaknya mahasiswa Muhammadiyah ini menyebabkan mereka berkumpul dalam PCIM yang menghidupkan Muhammadiyah di rantau.
Selain mahasiswa juga memang ada kader-kader Muhammadiyah yang menetap di sejumlah negara yang kemudian membentuk perkumpulan Muhammadiyah, seperti di Belanda atau Australia. Akan tetapi yang terbanyak adalah mahasiswa yang menjadi penggerak semangat kemuhammadiyahan di luar negeri dalam bentuk PCIM.
Sudah berapa negara di Eropa yang disentuh oleh Muhammadiyah?
Lumayan banyak, terutama di negara-negara di benua Eropa, seperti Inggris, Belanda, Jerman, Prancis dan lain sebagainya. Geliat kemuhammadiyahan di Eropa berjalan seiring dengan banyaknya mahasiwa Muhammadiyah yang melanjutkan pendidikan tinggi di Eropa. Semakin banyak pesebaran mereka yang sekolah di kawasan Eropa akan semakin banyak PCIM yang didirikan.
Layaknya di kawasan ASEAN, selain melalui PCIM, adakah Sister Organization Muhammadiyah yang terbentuk di salah satu negara di Eropa?
Belum ada Sister Organization Muhammadiyah di Eropa, seperti yang ada di Singapura, Malaysia, Thailand, atau Kamboja. Geliat kemuhammadiyah memang baru di sekitar PCIM. Sister Organization ini berkaitan dengan kewarganegaraan. Organisasi seperti itu baru bisa didirikan oleh warga negara. Seperti di Singapura, ada organisasi Muhammadiyah, mereka punya kantor, punya pengurus, banyak kegiatan, serta berhubungan sangat baik dengan pemerintah Singapura. Dan itu didirikan oleh Muslim warga negara Singapura yang sehaluan dengan semangat dan jiwa keislaman Muhammadiyah. Demikian pula di beberapa negara ASEAN.
Di antara negara-negara di Eropa yang telah dijamah, negara mana yang Muhammadiyahnya paling berkembang?
Jerman merupakan salah satu negara di mana geliat kemuhammadiyahan berkembang relatif menggembirakan. PCIM aktif, dan senantiasa berkirim kabar dengan PP Muhammadiyah melalui Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI). Belanda juga begitu. Semuanya bergantung pada keaktifan kader-kader kita di sana yang memang tugas utamanya belajar. Kita harus pahami itu.
Apakah ada kebijakan tertentu yang akan dirancang untuk memperkokoh keberadaan Muhammadiyah di sejumlah negara yang telah memiliki PCIM dan SO ataupun ke depan untuk mendorong penyebaran Muhammadiyah ke negara-negara lain di Eropa?
Pada periode ini salah satu program yang dilakukan PP Muhammadiyah adalah internasionalisasi Muhammadiyah. Atau Muhammadiyah goes international. Maksudnya adalah membakukan keterlibatan Muhammadiyah dalam berbagai kegiatan internasional. Syukur-syukur bisa mempelopori di setiap negara berdirinya Sister Organization seperti yang ada di sejumlah negara di ASEAN.
Apa saja upaya merealisasikan Muhammadiyah ‘goes international’?
Keterlibatan Muhammadiyah di dunia internasional seperti problem humanitarian di Palestina, Filipina Selatan dan belum lama ini di Rohingnya. Ini akan kita perkuat dengan dibuatnya semacam lembaga bantuan kemanusiaan Muhammadiyah yang kita beri nama Muhammadiyah Aid. Surat administrasi pendirian sedang disiapkan oleh LHKI, MDMC, Lazismu juga lembaga lainnya. Ini lembaga lintas majelis dan lembaga sebagai organ yang membantu kegiatan PP Muhammadiyah.
Di ranah pendidikan dan pengembangan intelektual?
Dalam ranah pendidikan dan akademik, aktivis Muhammadiyah di Australia sedang membangun sekolah. Sejumlah PTM juga berkolaborasi untuk mendirikan universitas di Malaysia. Belum berhasil, tapi masih terus diusahakan berdirinya. Demikian pula, berbagai kerjasama antar PTM dengan perguruan tinggi di Inggris, Australia terus digalang.
Juga dengan berbagai lembaga internasional di Italia, Taiwan, dan lain sebagainya. Ada keinginan untuk mendirikan Ahmad Dahlan Chair for Indonesian and Islamic Studies di beberapa perguruan tinggi. Proposal sudah dibuat, dengan berbagai kegiatannya. Kita masih jajaki universitas mana yang tepat dan skema pembiayaannya. Pelan-pelan kita jalankan sebab program ini strategis untuk mengkokohkan kehadiran Muhammadiyah di dunia internasional. Tapi ya tidak murah. Jadi kita matangkan dulu segala sesuatunya. Demikian pula, kita merencanakan publikasi karya-karya Muhammadiyah dalam bahasa Inggris dan Arab.
Kami dengar akan ada Kongres Muhammadiyah Asean, apakah program seperti itu memungkinkan untuk digelar untuk Muhammadiyah di Eropa?
Bukan kongres, tapi semacam pertemuan tahunan antar organisasi-organisasi Muhammadiyah di sejumlah negara ASEAN. Ini dimaksudkan sebagai forum silaturahmi untuk mengembangkan kegiatan kerjasama yang sinergis. Kalau negara-negara di Asia Tenggara bikin ASEAN, Muhammadiyah akan mendirikan hal yang sama.
Jadi bukan tidak mungkin nanti kita punya Muhammadiyah ASEAN yang terdiri dari Muhammadiyah di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja. Kita bikin kantor pusat di Jakarta atau di tempat lain. Ini semua pendeknya untuk mewujudkan Muhammadiyah yang secara kerja nyata benar-benar rahmatan lil alamin. (Th)
Profil Narasmber
Prof Dr Bahtiar Effendy, Ketua PP Muhammadiyah ini merupakan pengamat politik kelahiran Ambarawa 10 Desember 1958. Pemegang dua gelar tingkat Master untuk Kajian Asia Tenggara dan Ilmu politik ini sudah menjelajah dunia internasional sejak lama.
Sempat menempuh pendidikan menengah di Columbia, Bahtiar Effendy juga lulusan Pesantren Pabelan di Jawa Tengah. Sarjana Ilmu Perbandingan Agama dari UIN Jakarta ini sekaligus pemegang PhD Ilmu Politik dari Ohio State University. Anggota American Political Science Association ini telah menulis lebih dari 15 buku.
Bahtiar Effendy juga aktif sebagai Deputy Director of the Institute for the Study and Advancement of Business Ethic, anggota Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, dan lainnya.
—
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 23 Tahun 2017