Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullaahi wa barakatuh.
Saya mau bertanya. Bagaimana sikap kita terhadap saudara kita yang mengikuti pengajian di luar organisasi kita? Sementara organisasi kita sudah mempunyai struktur yang lengkap dan bahkan jadwal pengajian mingguan sudah ada bahkan juga untuk bulanannya.
Bagaimana sikap Muhammadiyah bila sebagian dari anggota pengajian itu terdiri dari anggota Muhammadiyah? Sedangkan pengajian itu bukan di bawah naungan Muhammadiyah? Bagaimana seharusnya menyikapinya? Ataukah dibiarkan begitu saja dalam mereka menimba ilmu?
Fastabiqul-khairaat.
Wassalaamu ‘alaikum wa rahmatullaahi wa barakatuh.
Rahmat Azhari
(disidangkan pada Jum’at, 7 Shafar 1438 H / 27 Oktober 2017 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh.
Terima kasih kepada saudara Rahmat Azhari atas pertanyaan yang diajukan semoga kami dapat memberikan jawaban yang bijak, Insya Allah.
Pertanyaan saudara tersebut berkaitan dengan perihal menuntut ilmu. Adapun dalil-dalil yang menjadi landasan semangat menuntut ilmu antara lain,
- Ayat Al-Qur’an tentang ilmu,
“Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. (Qs An- Nahl: 43)
“… Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat …”. (Qs Al-Mujadilah: 11)
- Hadits tentang ilmu,
“Dari Mu’awiyah ra (diriwayatkan), aku mendengar Rasulullah saw, ia bersabda, barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan, maka Allah pahamkan ia urusan agama” [Muttafaq ‘alaihi, al-Bukhari: 6768, Muslim: 1721]
“Dari Anas bin Malik ra (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda, barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah hingga ia pulang” [HR. At-Turmudzi: 1752].
“Dari Anas bin Malik ra (diriwayatkan), ia berkata: Rasulullah saw bersabda, menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim” [HR. Ibnu Majah: 220].
Berdasarkan dalil-dalil di atas jelas bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Jelas juga bahwa dalam mencari ilmu atau mengambil ‘ibrah (pelajaran) dalam kehidupan tidak dibatasi kepada siapa kita mengambilnya. Jika perkataan yang diucapkan seseorang mengandung nilai positif dan bermanfaat maka boleh diambil tanpa melihat latar belakang individual.
Dalam hal ini, termasuk belajar kepada orang-orang kafir di negara-negara mereka. Oleh karena itu, dibolehkan bagi warga Muhammadiyah untuk mengambil ilmu dari siapapun atau dari Ormas Islam manapun, selama tidak mengandung hal-hal yang bertentangan dengan akidah Islam, tidak mengandung unsur bid’ah dan perpecahan. Hal ini bertujuan untuk memperkaya khazanah keilmuan.
Sikap semangat menuntut ilmu di atas juga sesuai dengan keputusan Muhammadiyah dalam menetapkan karakter dan sifatnya sebagai Ormas Islam yang telah diuraikan di dalam Kepribadian Muhammadiyah tentang Sifat Muhammadiyah khususnya butir ke-4: “bersifat keagamaan dan kemasyarakatan”, ke-8: “bekerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya” dan ke-10: “Bersifat adil serta kolektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana”.
Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah bagian Kehidupan dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi juga ditegaskan pada butir ke-1: “setiap warga Muhammadiyah wajib untuk menguasai dan memiliki keunggulan dalam kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana kehidupan yang penting untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat” dan ke-2: “setiap warga Muhammadiyah harus memiliki sifat-sifat ilmuwan, yaitu: kritis, terbuka menerima kebenaran dari manapun datangnya, serta senantiasa menggunakan daya nalar”.
Di samping itu Muhammadiyah juga telah menyatakan bahwa dirinya adalah Ormas Islam yang bersifat inklusif, artinya tidak menganggap diri paling benar. Oleh karena itu Muhammadiyah tidak menafikan Ormas Islam yang lain sebagai sumber kajian keislaman. Dengan menanamkan karakter dan sifat di atas dalam jiwa setiap warga Muhammadiyah, diharapkan dapat menghilangkan sekat-sekat dalam agama kita serta memperkuat jalinan ukhuwah Islamiyah.
Meski dibolehkan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipahami bagi setiap warga Muhammadiyah yaitu agar terlebih dahulu mengukuhkan pemahaman ideologi Muhammadiyah dan tetap membangun komitmen, loyalitas dan semangat berMuhammadiyah. Segala program dan agenda dakwah Muhammadiyah harus mendapat prioritas oleh warganya, karena warga itulah yang menjadi nyawa yang harus tetap menyatu dengan tubuh Persyarikatan Muhammadiyah.
Hal ini dilakukan demi eksistensi Muhammadiyah dalam mensukseskan misinya yaitu dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid. Hal inilah yang harus dipahami oleh warga Muhammadiyah jika sekiranya ada yang mengikuti pengajian di luar Muhammadiyah, meski sudah ada jadwal pengajian rutin yang diagendakan oleh Muhammadiyah.
Wallahu a‘lam bish-shawab
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
—
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 3 Tahun 2019