Ijtihad dalam Muhammadiyah
Oleh: M Muchlas Abror
Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dengan menggunakan akal-pikiran sesuai jiwa ajaran Islam. Keduanya adalah dasar mutlak untuk berhukum. Dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan sangat dihajatkan untuk diamalkan, mengenai hal-hal yang tidak bersangkutan dengan ibadah mahdhah. Padahal tidak terdapat dalam nash yang shahih di dalam Al-Qur’an dan Sunnah shahihah (maqbulah), Muhammadiyah melakukankan ijtihad dan istinbath atas nash-nash yang ada melalui kesamaan ‘illat.
Ijtihad berarti mencurahkan segenap kemampuan dalam mencari hukum-hukum syar’i yang bersifat zhanni sampai mujtahid tidak lagi mampu melebihi usahanya. Hasil ijtihad dari seorang mujtahid bersifat relatif, tidak mutlak benar. Atau dalam istilah ushul fiqih bersifat zhanni. Hasil ijtihad sesama mujtahid selain bisa sama bisa pula berbeda antara satu dengan lainnya. Terhadap hasil ijtihad yang berbeda, menurut etika, mereka harus berlapang dada tidak boleh saling menyalahkan. Sebab, tiap orang mempunyai keterbatasan.
Siapa yang melakukan ijtihad disebut mujtahid, kalau seorang. Namun, kalau banyak disebut mujtahidun atau mujtahidin. Nah, ijtihad ada dua macam, yaitu : ijtihad fardi (ijtihad individual) dan ijtihad kolektif (ijtihad jama’iy). Ijtihad kolektif dalam Muhammadiyah dilakukan oleh Majelis Tarjih dengan melibatkan banyak orang yang mempunyai keahlian dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Hasil ijtihad kolektif dalam Munas Tarjih setelah dilaporkan Majelis Tarjih dan ditanfidz PP Muhammadiyah resmi dinyatakan berlaku dalam seluruh jajaran Muhammadiyah.
Majelis Tarjih semula hanya membahas dan memutuskan masalah-masalah keagamaan yang diperselisihkan dengan cara mengambil pendapat yang dianggap paling kuat dalilnya. Namun, sejak tahun 1960-an, Majelis Tarjih mulai membahas dan memutuskan masalah-masalah kontemporer, misal, Keluarga Berencana, Bank, bayi tabung, aborsi, perkawinan antar agama, Tuntunan Seni Budaya Islam, Pedoman Hisab Muhammadiyah, dan Fikih Tata Kelola (di dalamnya ada Bab Pemberantasan Korupsi). Pada Munas Tarjih ke-28 di Palembang telah dibahas masalah penting Fikih Air.
Muhammadiyah Pelopor Ijtihad
Muhammadiyah, yang memelopori ijtihad, telah memberikan sumbangan yang cukup besar. Bagi kehidupan umat Islam Indonesia khususnya dan bangsa Indonesia umumnya. Banyak amalan-amalan agama Islam yang semula digerakkan oleh Muhammadiyah kini telah menjadi amalan umat Islam. Banyak contoh di antaranya pengaturan shaf-shaf shalat dan pendirian masjid baru mengarah ke kiblat.
Khutbah Jum’at yang materinya disampaikan dengan bahasa yang dapat dipahami jamaah, kecuali pada bagian tertentu (hamdalah, syahadatain, dan shalawat). Shalat tarawih 11 rakaat, shalat ‘Idain (Idul Fithri dan Idul Adha) di tanah lapang. Pengorganisasian zakat fithrah, zakat mal, termasuk zakat profesi, dan penggerakan kurban pada Idul Adha. Penyantunan anak-anak yatim dan fuqara’ masakin dengan mendirikan Panti Asuhan Anak Yatim dan Panti Jompo. Pemberdayaan kaum dhu’afa’ dengan pemberian bantuan untuk modal usaha. Belum lagi dalam bidang pendidikan dan kesehatan serta lainnya.
Majelis Tarjih memiliki Manhaj. Di antaranya menerima ijtihad termasuk qiyas sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara langsung. Dalam menetapkan masalah ijtihadiyah digunakan sistem ijtihad jama’iy. Tidak mengikatkan diri kepada sesuatu madzhab. Berprinsip terbuka dan toleran. Tidak beranggapan hanya keputusan Majelis Tarjih yang paling benar. Koreksi keputusan dari siapa pun akan diterima asal disertai dalil-dalil yang lebih kuat. Dalam hal-hal yang termasuk al-Umuru ad-Dunyawiyah, yang tidak termasuk tugas para nabi, penggunaan akal sangat diperlukan demi untuk tercapainya kemaslahatan umat.
Muhammadiyah terus melakukan dan mendorong ijtihad. Ijthad tidak boleh mandeg. Sebab masyarakat terus berkembang. Namun, ijtihad yang dilakukan tetap terukur. Tidak kebablasan. Prinsip akidah tauhid tetap dipegang teguh dan misi Islam membawa rahmatan lil ‘alamin terus dibuktikan dengan berbagai amalan nyata.
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 2 Tahun 2015