Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan alam luar biasa. Sumber Daya Alam yang dimiliki begitu melimpah. Tapi mengapa ranking indeks ketahanan pangan Indonesia pada level ASEAN masih di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam?
Menurut Suryo Pratolo Wakil Rektor 3 Bidang Sumber Daya dan Aset Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), ketahanan pangan adalah fenomena atau gejala yang nampak di permukaan dan bukan sumber masalah utama. “Masalah utamanya itu ketahanan ekonomi,” sebutnya.
Karenanya, lanjutnya, untuk mewujudkan ketahanan pangan, yang perlu dilakukan ialah dengan menciptakan terlebih dahulu ketahanan ekonomi. Lihat saja Singapura. Negara kecil dengan kekayaan alam jauh di bawah Indonesia, tapi memiliki ketahanan pangan terbaik. Sebab ketahanan ekonomi Singapura sudah terbentuk dengan baik.
Kesimpulan itulah yang kemudian menjadikan UMY berubah dan berbenah untuk mewujudkan ketahanan ekonomi, sebagai jalan menuju kemakmuran dan kemandirian institusi. Sekitar 5-10 tahun yang lalu, UMY mulai merintis jalan kemandirian ekonomi dengan lima langkah.
Pertama, memperkuat accounting atau akuntansi. Sebagai contoh, Pratolo mengungkapkan, selama ini untuk memenuhi kebutuhan air mineral kampus, perbulan UMY harus mengeluarkan dana sebesar 50 juta. Tapi semenjak mendirikan unit usaha bernama MY Tirta (air mineral kemasan), UMY justru mendapat pemasukan tiap bulan sebesar 70 juta. “Dengan akuntansi kita bisa melihat fenomena yang sebenarnya,” paparnya.
Kedua, mendirikan wirausaha (entrepreneurship). Selain MY Tirta, kampus Muhammadiyah ini juga mendirikan UMY Boga. Yaitu untuk memenuhi kebutuhan makan dan snack kampus. Dulu, kata Pratolo, untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, pertahun UMY mengeluarkan anggaran sebesar 17 milyar. Sekarang, dengan adanya UMY Boga yang melibatkan ibu-ibu ‘Aisyiyah, dana 17 milyar bisa dikelola sendiri. “Nah ketahanan ekonominya muncul tho,? Ujar Wakil Rektor 3 UMY ini.
Ketiga, melakukan demand pull (tarikan permintaan). Singkatnya UMY menciptakan pasar dengan, salah satunya, mewajibkan pegawai dan dosen untuk membelanjakan 10% dari gajinya di bedukmutu.com (Bela-beli Produk Muhammadiyah Bermutu). Yaitu situs jual beli online yang produknya 100% dari Persyarikatan. Termasuk UMY juga menyediakan aplikasi serupa (UMY Islamic Payment) yang diperuntukan bagi para mahasiswa untuk memudahkan pembayaran apapun. Bayar kuliah juga membeli kebutuhan sehari-hari.
Keempat, melek pajak (Tax Literacy). Sehebat apapun usaha dibangun, kalau tidak melek pajak, bisa-bisa usaha akan sulit berkembang. Sebab beban pajaknya terlampau tinggi. Tax Literacy menjadi sebuah keharusan untuk menguatkan gerakan ketahanan ekonomi.
Terakhir, pemanfaatan teknologi digital. Baik bedukmutu. com dan UMY Islamic Payment merupakan bentuk dari pemanfaatan teknologi digital oleh UMY. Di mana keduanya mampu memutarkan dana hingga milyaran.
“Lima langkah ini menjadikan UMY kian mandiri dan bersih dari hutang,” tegas Pratolo. (gsh)