YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah -Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Bantul, kembali mengadakan diskusi publik yang bertemakan “Kontemplasi Permasalahan HAM di Indonesia” di aula gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yogyakarta, pada Senin 2 Desember 2019.
Diskusi tersebut dihadiri oleh kader IMM dan juga dari pergerakan lain. Yang menjadi pembicara pada diskusi kali ini adalah Dosen FH UMY Dr. Martinus Sardi, LBH Jogjakarta Era Harera Pasarua, Walhi Jogjakarta Himawan Kurniadi, dan dimoderatori oleh Kabid Hikmah PC IMM Bantul Immawan Sofian.
Sebagai pembicara pertama, Dr. Martinus Sardi menyampaikan “HAM bersifat universal, artinya berlaku untuk siapa saja. Setiap orang memiliki hak hidup, hak untuk bebas dari diskriminasi, hak kesetaraan dalam kebebasan dan martabat, dan beberapa yang tertuang dalam proklamir HAM pada 10 Desember 1948, namun pada realitanya HAM masih sering dilanggar baik oleh pemerintah ataupun masyarakat luas”
“Selain mendapatkan hak-haknya, warga negara juga memiliki kewajiban hak asasi manusia yang harus ditaati, contohnya mentaati hukum yang berlaku dan bela negara misalnya”Lanjut Dr.Martinus Sardi. Melanjutkan apa yang disampaikan oleh Dr.Martinus Sardi,
Era Harera Pasuruan mengatakan “penyebab pelanggaran HAM dalam hipotesa saya dan teman-teman adalah perputaran kapital internasional, dengan adanya sistem perputaran capital tersebut maka yang terjadi adalah eksploitasi, ekspansi, dan akumulasi keuntungan.”
Selanjutnya Era Harera Pasuruan menjelaskan lebih kepada kasus-kasus HAM yang belum terselesaikan yang sedang di tangani oleh LBH Jogjakarta, ia menyebutkan satu kasus yang ditangani di solo yakni terkait dengan kepemilikan tanah untuk warga disamping UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta) yang sudah bermukim sejak 1999. “secara konstitusi, warga disana sudah bisa mendaftarkan tanah disana, karena sudah mencapai 20 tahun menetap disana” lanjut Era
Sebagai pembicara ketiga Himawan menyatakan “apa yang terjadi hari ini disebabkan pertarungan glonal yang kian masif, selain itu negara sampai saat ini tidak serius menyelesaikan persoalan HAM yang terjadi di Indonesia, sebut saja kasus pembantaian pada tahun 1965, pembunuhan Munir, Marsina, dan apa yang terjadi di papua pada hari ini. Penghinaan masyarakat papua yang di cap sebagai “Monyet” juga tidak diselesaikan secara serius oleh pemerintah kita. Padahal ini merupakan persoalan substantive tapi dijawab dengan candaan”
Himawan juga menerangkan bahwa “pemerintah hanya mengakumulasi persoalan-persoalan yang terjadi tetapi tidak hadir untuk menyelesaiaknya”
Dalam diskusi tersebut ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta diskusi tersebut, diantaranya pertanyaan yang diajukan oleh Immawan Rohit Kabdi RPK DPD IMM (Riset Pengembangan Keilmuan Dewan Pimpinan Daerah) Sulawesi Utara. “Bagaimana merebut politik kekuasaan dari oligarki?’’ pertanyaan ini di jawab oleh Himawan Kurniadi. Ia menyampaikan “Kita perlu membuat gerakan sosial baru dan menjaga konsistensinya, selain itu juga harus membangun tatanan yang kuat dan ketat”
Dua pertanyaan lain lain diajukan oleh Ahmad “Bagaimana mengkritik yang benar?, kita mahasiswa bisa apa?apakah idealism kita bisa bertahan ketika kita berhasil memperoleh kekuasaan?” “Tugas mahasiswa menganalisis persoalan kemudian mengedukasikan kepada masyarakat” Jawab Himawan. Menjawab pertanyaan Ahmad yang pertama, Dr. Martinus Sardi menuturkan “kenapa orang yang mengkritik kemudian ditangkap, itu karena kritiknya terlalu kasar. Kritik itu harus halus tapi kasar”
“Idealisme akan susah dipertahankan karena berhadapan dengan warisan ideologi pada orde baru yang tidak peduli dengan HAM” jawab Era menanggapi pertanyaan Ahmad. (Riz)