Kiai Sudja’ dan Misi Kemanusiaan Muhammadiyah

Kiai Sudja’ dan Misi Kemanusiaan Muhammadiyah

Sebuah Rapat Anggota Muhammadiyah Istimewa yang dihadiri 200-an peserta, dilangsungkan pada 17 Juni 1920. Agenda utama malam itu memusyawarahkan tentang bergabungnya beberapa bidang untuk diterima dan diberi kedudukan sebagai bahagian dari Hoofd Bestuur (HB) Muhammadiyah. Adalah HB Muhammadiyah Bahagian Sekolahan (ketua HM Hisyam), Bahagian Tabligh (ketua HM Fachrodin), Bahagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (Ketua HM Sudja’), dan Bahagian Taman Pustaka (ketua HM Mokhtar).

Secara aklamasi, forum menerima semua bahagian itu dan setuju untuk dilantik. Pimpinan pun meminta kesediaan dan rencana yang akan dilakukan masing-masing ketua bahagian. Tiba di giliran Kiai Sudja’, para hadirin gempar. Gelak tawa membahana setelah Kiai Sudja’ bertutur, “Hendak membangun hospital (ziekenhuis) untuk menolong kepada umum yang menderita sakit.” Kiai Dahlan menenangkan hadirin dan bertanya tentang rencana PKO lainnya.

“Hendak membangun armhuis,” jawab Sudja’. Hadirin yang masih asing dengan kata itu bertanya maksudnya. Kiai Sudja’ menjabarkan, “Menurut kata orang, armhuis artinya adalah rumah miskin.” Hadirin kembali menertawakan dan Kiai Dahlan menenangkan peserta sembari bertanya agenda lainnya. “Hendak membangun weeshuis,” kata Kiai Sudja’ seraya menjelaskan bahwa kata dalam Bahasa Belanda ini artinya rumah yatim. Tidak hanya tawa, di antara hadirin ada yang berkata, “Itu kan pekerjaan pemerintah.”

Di akhir sidang, Kiai Sudja’ meminta izin bicara. Di antara penggalannya, “Banyak orang-orang di luar Islam yang sudah berbuat menyelenggarakan rumah-rumah Panti Asuhan untuk memelihara mereka si fakir miskin dan kanak-kanak yatim yang terlantar dengan cara sebaik-baiknya hanya karena terdorong karena rasa kemanusiaan saja, tidak karena merasa bertanggung jawab dalam masyarakat dan bertanggung jawab di sisi Allah kelak di hari kemudian.”

Tak berhenti di situ, “Kalau mereka dapat berbuat karena berdasarkan kemanusiaan saja, maka saya heran sekali kalau umat Islam tidak dapat berbuat. Padahal agama Islam adalah agama untuk manusia, bukan untuk khalayak yang lain. Apakah kita bukan manusia? Kalau mereka dapat berbuat, kena apakah kita tidak dapat berbuat? Hum ridjal wa nahnu ridjal.” Kiai Sudja’ menyadarkan hadirin untuk berani bermimpi besar yang disertai keyakinan kepada Allah. Berlandaskan pada ayat 7 surat Muhammad dan ayat 69 surat Al-Ankabut.

Kisah tersebut direkam Kiai Sudja’ dalam Cerita tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan (2018). Jika kita sejenak kembali ke satu abad yang lalu dan merasakan suasana rapat, mungkin kita termasuk di antara peserta yang tertawa. Bagaimana tidak, penduduk bumi putera masih dalam kondisi terjajah, tertinggal, terbelakang, tidak berpendidikan. Masyarakat yang dipenuhi klenik biasa berobat ke dukun, bukan ke dokter di rumah sakit yang jelas-jelas meniru orang kafir Belanda. Demikian halnya dengan ide pelayanan sosial, terasa aneh bagi masyarakat bermental inferior. Namun, Kiai Sudja’ telah bertekad merealisasikan cita.

HB Muhammadiyah Bahagian PKO ini menapak perlahan. Gerak Muhammadiyah sebagai organisasi modern menyeimbangkan antara orientasi filantropi dan juga orientasi ekonomi. Antar Amal Usaha Muhammadiyah tersebut sering melakukan subsidi silang. Bekerjasama membawa umat dan bangsa menuju kemajuan bersama.

Gagasan pokok PKO mewarnai Muhammadiyah. Belakangan, terlihat pada Majelis Pemberdayaan Masyarakat, Majelis Pelayanan Sosial, Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Muhammadiyah, serta Lembaga Penanggulangan Bencana/ Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC).

Pertautannya dengan PKO terbaca pada visi MDMC, “Berkembangnya fungsi dan sistem penanggulangan bencana yang unggul dan berbasis Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kemajuan hidup masyarakat yang sadar dan tangguh terhadap bencana serta mampu memulihkan korban bencana secara cepat dan bermartabat.” (ribas)

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 23 Tahun 2018

Exit mobile version