Prof Dr H Haedar Nashir, MSi
Hidup matinya Muhammadiyah sebagai gerakan keumatan dan kemasyarakatan tergantung pada aktivitasnya di basis Ranting. Ranting merupakan tolok ukur utama dari keberadaan Muhammadiyah di akar-rumput. Di tingkat kepemimpinan paling bawah itulah adanya denyut nadi kehidupan jamaah umat dan masyarakat. Meskipun keberadaan Muhammadiyah kuat di tingkat kepemimpinan Pusat, Wilayah, Daerah, dan Cabang maka semuanya tidak akan kokoh jika pergerakan Rantingnya rapuh atau lemah.
Sungguh tepat adagium yang sering digelorakan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr H Din Samsuddin, bahwa “Ranting itu penting”, sehingga “Cabang, Daerah, Wilayah, dan Pusat berkembang”. Adapun basis aktivitas dan sasaran dakwah Ranting Muhammadiyah ialah jamaah, yaitu komunitas umat dan masyarakat setempat. Tidak mungkin ada Ranting tanpa jamaah sebagai basis komunitas gerakan. Keberadaan Ranting tergantung jamaahnya. Sementara jamaah tergantung para pemimpinnya selaku imam.
Jika Muhammadiyah ingin tetap kokoh menyatu dengan jamaahnya di basis umat dan masyarakat, maka pertahankan dan hidup suburkanlah Ranting sebagai pembina jamaah. Di antara agenda yang sangat penting dan strategis untuk dibangkitkan dalam kegiatan Ranting ialah melakukan pembinaan ke-Islaman yang lebih intensif bagi jamaah. Muhammadiyah jika ingin mengembalikan kejayaan gerakannya sebagai kekuatan masyarakat madani (Islamic Civil Society) mau tidak mau harus kembali ke Ranting dan Jamaah di basis gerakan.
Pembinaa Keislaman
Salah satu langkah penting revitalisasi Ranting yang menjadi fokus gerakan Muhammadiyah di akar rumput hasil Muktamar Satu Abad ialah menghidupsuburkan aktivitas ke-Islaman. Artinya menguatkan kembali kegiatan-kegiatan pembinaan ke-Islaman bagi warga umat atau masyarakat di mana Ranting itu berada. Ruh kegiatan Muhammadiyah itu ialah menyebarluaskan dan memajukan hal ihwal ajaran Islam. Ajaran Islam dalam aspek akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah-dunyawiyah haruslah diyakinkan dan dipahamkan dalam diri setiap pemeluknya untuk diamalkan dalam kehidupan.
Ranting harus menjadi markas pergerakan pembinaan ke-Islaman yang benar, bernas, dan berkemajuan. Dalam hal pembinaan ke-Islaman dapat dikembangkan antara lain yang paling utama pengajianpengajian. Pengajian umum dan pengajian anggota maupun pengajian pimpinan di lingkungan jamaah dalam berbagai macam model yang dikembangkan sesuai kondisi setempat. Pengajian tersebut tentu berbasis di masjid dan mushala, selain di gedung dakwah atau kantor Ranting setempat secara saling bersinergi. Aktivitas pengajian tersebut beragam corak untuk laki-laki dan perempuan, khusus perempuan, khusus laki-laki, anak-anak muda, remaja, dan anakanak dalam berbagai model sesuai sasarannya.
Pengajian tafsir, Hadits, fikih, dan berbagai materi lainnya secara mendalam dan luas harus dipahamkan kepada jamaah sesuai dengan asas ‘ala-’uqulihim atau kapasitas pemikiran mereka. Tema-tema khusus yang bernas dan mendalam penting menjadi menu pengajian jamaah. Selama ini pengajian di jamaah Muhammadiyah, materinya terlalu umum dan sebatas ceramah semata, yang kadang karena pengayaan materinya kurang menjadi membosankan. Apapun materinya haruslah yang mendalam dan memberikan pencerahan kepada umat, bukan yang asal-asalan termasuk asal meriah. Ciri khas pengajian Muhammadiyah justru terletak pada materinya yang kaya dan mencerahkan. Dalam pengajian tafsir misalnya dapat merujuk langsung pada Tafsir At-Tanwir yang diasuh pada rubrik Suara Muhammadiyah oleh Tim Tarjih Pusat.
Khutbah Jum’at pun selain harus dirancang jadwal dan imam serta khatibnya yang benar-benar berkualitas, juga memberikan pesan-pesan Islam yang mencerahkan. Penjelasan-penjelasan tentang iman, Islam, dan ihsan atau akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah haruslah mendalam dan mencerahkan. Mencerahkan itu artinya selain benar substansi atau isinya, juga dapat membangkitkan kesadaran, pemikiran, dan panggilan untuk beramal yang membawa pada perubahan. Mengajak umat dengan nilai-nilai Islam yang dipahami Muhammadiyah pada kemajuan sekaligus meninggalkan ketertinggalan dan kejumudan.
Karenanya, para penceramah, pemberi materi, dan khatib di lingkungan Muhammadiyah haruslah kaya dengan banyak rujukan dan bacaan. Apa yang disajikan itu harus berisi, menarik, dan membangkitkan inspirasi jamaah untuk hidup cerah dan mencerahkan. Penting juga diperhatikan soal metode yang efektif dan menarik. Termasuk waktu dan cara penyampaian jangan terlalu lama dan bertele-tele, sehingga membosankan dan di luar batas kewajaran. Kalaupun ada selingan gurau dan canda tidak perlu yang mengarah pada hal-hal yang pornografi, yang kadang masih dilakukan oleh sebagian mubaligh.
Pembinaan ke-Islaman lainnya dapat dikembangkan model nonkonvensional di luar pengajian. Model takhasus berupa kursus dan pelatihan yang menarik seperti “Islam untuk Pemula”, “Kajian Islam Intensif” bagi pemuda-remaja, Balai Konsultasi Keislaman, Klinik Keluarga Sakinah, tayangan film-film Islami, diskusi dan dialog, dan model-model baru lainnya. Apa pun modelnya pembinaan ke-Islaman di akar jamaah haruslah benar, mendalam, kaya wawasan, dan mencerahkan. Jangan hanya ingin meriah ala pengajian yang isinya dangkal dan tidak mencerahkan. Itulah yang harus membedakan dakwah atau tabligh Muhammadiyah dengan lainnya.
Prioritas Gerakan
Umat atau masyarakat saat ini di mana pun berada dan bagaimanapun keadaannya sangat haus atau dahaga akan nilai-nilai ke-Islaman yang dapat membimbing jalan hidup mereka. Kenapa mereka tertarik pada Salafi, Jamaah Tabilgh, Majelis Tafsir Al-Qur’an, Tarbiyah, dan gerakan-gerakan Islam lain sebagai pendatang baru. Tentu ada yang mereka cari dan ingin menemukan sesuatu yang dibutuhkan secara keruhanian dan nilai-nilai ke-Islaman. Apa pun corak pemahamannya dari gerakan-gerakan Islam itu ternyata diminati umat atau masyarakat, yang boleh jadi tidak mereka temukan atau kurang mendapat pembinaan ke-Islaman dari Muhammadiyah dan gerakan Islam yang besar lainnya selama ini.
Masyarakat luas atau bahkan umat Islam juga dihadapkan pada misi agama lain yang sekarang ini juga gencar melakukan pendekatan dan pengembangan misi ajarannya dengan berbagai model yang menarik. Gerakan agama lain banyak memakai pendekatan budaya dan bahasa setempat sehingga mudah diterima dan menyatu dengan masyarakat. Gerakan agama lain itu tentu lebih sistematik dalam mengembangkan misinya, sehingga lama kelamaan memperoleh tempat khusus di masyarakat. Ini menjadi tantangan khusus bagi gerakangerakan Islam untuk menampilkan pendekatan-pendekatan dakwah “bi-lisan” dan “bil-hal” yang lebih maju.
Jika dakwah Muhammadiyah, khususnya dalam pembinaan ke-Islaman, bersifat kuno dan tidak menarik maka akan berlaku hukum pasar “siapa yang paling menarik memberikan penawaran, maka masyarakat akan membelinya”. Manakala pesan-pesan keIslaman yang disampaikan oleh para mubaligh dan pimpinan Muhammadiyah kering, umum, dangkal, dan tidak bernas tentu tidak akan mengundang daya tarik umat di mana pun. Apalagi jika para pembawa misi ke-Islamannya itu garang, ekslusif, konfrontatif, dan tidak simpatik di hadapan umat atau masyarakat, maka jamaah pun akan menjauh.
Karenanya pembinaan ke-Islaman dan dakwah jamaah di basis gerakan Muhammadiyah tidak boleh dilakukan asal-asalan dan berlangsung apa adanya tanpa intensitas dan pembaruan. Langkah penting dan strategis ini harus menjadi perhatian Muhammadiyah secara keseluruhan dari Pusat, Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting. Termasuk oleh organisasi otonom, majelis, lembaga, dan amal usaha. Agenda pembinaan ke-Islaman dan membangkitkan kembali ruh ke-Islaman di basis gerakan sungguh menjadi utama untuk dijadikan prioritas gerakan secara nasional. Agenda ke-Islaman tersebut sebenarnya tidak sebanding atau tidak kalah penting dari isu-isu politik!
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 4 Tahun 2015