Seorang anggota civitas akademika Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Muhammadiyah Palembang pagi itu bercerita pada teman-temannya tentang kedatangan pesawatnya yang tertunda. Ceritanya heboh, pesawatnya tidak bisa mendarat karena cuaca buruk dan harus kembali ke Jakarta. Suasana pesawat kacau balau karena goncangan yang hebat dan bahkan sepatu pramugari sempat terlontar ke atas. Kondisi ini memaksa semua orang untuk berdoa demi keselamatan mereka. Semua jadi ingat pada Rabb-nya.
Demikian juga ketika terdengar kabar hilang kontaknya pesawat komersial di sekitar pulau Belitung, semua keluarga berdoa dan berharap agar mereka diselamatkan. Bahkan ada di antara keluarga tersebut yang mengundang tetangganya untuk berdoa bersama demi keselamatan penumpang. Kondisi hilang kontaknya pesawat ini ternyata mengingatkan keluarga pada Rabb-nya.
Allah SwT memang sering menyapa manusia untuk ingat pada janji-janji dan tugasnya ketika dilahirkan. Sapaan itu bisa sapaan halus tetapi juga bisa sapaan yang keras. Orang yang peka disapa halus sudah merasakan dan kemudian mengingat-Nya, tetapi ada kalanya juga diperlukan sapaan yang keras untuk kemudian baru ingat Allah. Bahkan ada juga disapa sangat keras pun tidak merasa jika disapa, apalagi terus ingat pada Tuhan-nya.
Sapaan demikian bukan saja diperuntukkan kepada manusia biasa, tetapi Nabi-nabi pun yang merupakan pilihan Allah juga pernah disapa oleh Allah karena melupakan sesuatu yang menjadi tugasnya. Kisah yang paling terkenal mengenai sapaan Allah ini adalah saat Nabi Yunus ditelan oleh ikan ketika lari dari tugas kenabiannya. Bahkan Nabi Muhammad saw pun pernah disapa Allah ketika mengabaikan Abdullah bin Ummi Maktum yang ingin mengetahui ajaran Nabi. Kisah-kisah ini diabadikan Allah dalam Al-Qur’an.
Sapaan untuk Nabi Yunus
Kisah kemarahan Nabi Yunus pada umatnya ini diabadikan oleh Allah di dalam surat Al-Anbiya. Ini bisa dilihat dalam surat Al-Anbiya ayat 87:
”Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya) maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: ’Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang lalim.’” (Qs. Al-Anbiya’: 87).
Dalam kisah ini, diceritakan Nabi Yunus as senantiasa menasihati kaumnya namun tidak ada seorang pun yang beriman di antara mereka. Nabi Yunus as merasakan keputusasaan, hatinya dipenuhi dengan perasaan marah pada mereka namun mereka tidak beriman. Kemudian beliau keluar dalam keadaan marah dan menetapkan untuk meninggalkan mereka. Keputusannya meninggalkan kaumnya itu berakhir di dalam perut ikan Nun dan kemudian ingat akan tugas-tugas yang diberikan Allah dengan berdoa:
Laa ilaaha illa anta. Subhaanaka, nnii kuntu minadz dzaalimiin
“Tiada Tuhan melainkan Engkau (ya Allah)! Maha Suci Engkau (daripada melakukan aniaya, tolonglah daku)! Sesungguhnya aku adalah dari orang-orang yang menganiaya diri sendiri.”
Sapaan untuk Nabi Muhammad. Kisah Allah menyapa Nabi Muhammad saw diabadikan di dalam surat ’Abasa.
Mengenai ayat ini ada Hadist yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim, yang bersumber dari ‘Aisyah. Diriwayatkan pula oleh Abu Ya’la yang bersumber dari Anas bahwa Firman Allah. ‘Abasa wa tawallaa (Dia [Muhammad] bermuka masam dan berpaling turun berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum, seorang buta yang datang kepada Nabi Muhammad saw seraya berkata: “Berilah aku petunjuk ya Rasulullah.”
Pada waktu itu Rasulullah saw sedang menghadapi para pembesar kaum musyrikin Quraisy. Beliau berpaling dari Ibnu Ummi Maktum dan tetap menghadapi pembesar-pembesar Quraisy. Ibnu Ummi Maktum berkata: “Apakah yang saya katakan ini mengganggu tuan?” Rasulullah saw menjawab: “Tidak.” Ayat-ayat ini (‘Abasa: 1-10) turun sebagai teguran atas perbuatan Rasulullah saw itu.
Dari berbagai kisah di atas dapat disimpulkan, bahwa semua manusia akan disapa oleh Allah ketika mulai lupa akan tugas-tugasnya. Hanya saja ada yang terus ingat tetapi ada juga yang tidak ingat sama sekali dengan Tuhannya. Waallah a’lam bish-shawab. (Lutfi Effendi)
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 2 Tahun 2015