Drs HA Dahlan Rais M Hum
MARI kembali kita mengenal diri kita. Karena dengan mengenal diri sendiri, kita akan tahu bagaimana mengambil keputusan apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya. Dalam rapat kerja yang dilakukan Muhammadiyah dan organisasi otonom Muhammadiyah untuk merumuskan apa yang harus dikerjakan selanjutnya perlu terlebih dahulu mengenal Muhammadiyah. Ada 3 kunci dalam mengenal Muhammadiyah, yaitu Islam, Dakwah, Tajdid.
Islam yang seperti apa? Tentunya Islam yang membawa kedamaian, yang teduh, dan yang mampu menyelamatkan kita semua. Maka karena itulah Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan yang tidak mengedepankan kekerasan, atau non violent movement. Namun, bukan berarti lembek dan tidak bisa tegas. Sebaliknya, tegas namun bukan yang mengedepankan kekerasan.
Muhammadiyah juga tidak terikat atau tidak mengikatkan diri terhadap madzhab apapun kecuali apa yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Islam yang rahmatan lil alamin, yang memberi dan yang menghidupi.
Tidak heran ketika ada yang bertanya mengapa usia Muhammadiyah bisa digolongkan panjang, karena Muhammadiyah sejak awal memang didirikan atas dasar ingin memberi dan selalu menghidupi.
Dimanapun Muhammadiyah tumbuh, maka akan terlihat bahwa Muhammadiyah selalu memberikan manfaat bagi yang lainnya, bukan hanya untuk Persyarikatan sendiri. Maka, Insya Allah usia Muhammadiyah akan terus panjang jika prinsip ‘terus memberi’ ini selalu dipegang.
Lalu juga Islam yang selalu mengajarkan apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan sunnah seperti apa yang dilakukan Kiai Dahlan. Kiai Dahlan dalam mengajarkan Al-Qur’an mengedepankan amal dan bukan hanya sebatas pengertian. Al-Qur’an setelah dimengerti harus diamalkan.
Begitu juga dengan dakwah yang artinya mengajak kepada kebaikan dengan mauidzah dan hikmah. Dakwah artinya perubahan dari keadaan dan kondisi kita yang sekarang ke arah yang kita idealkan. Atau yang dikatakan dengan “minadzulumaati ilaa-nuuri”. Sedangkan kunci dari perubahan bangsa sendiri tidak bisa dipungkiri adalah melalui pendidikan.
Namun, selama ini sepertinya ada yang hilang dari kata ‘Pendidikan’ yang dimaksudkan mampu mengubah ini. Yaitu pendidikan yang ‘Berkualitas dan Berkeunggulan’. Unggul sendiri dapat dikategorikan menjadi 2 macam, keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Komparatif adalah ketika unggul saat dibandingkan dengan yang lainnya, sedangkan kompetitif adalah ketika unggul saat diadu atau dihadapkan dalam kompetisi dengan lainnya.
Dalam mewujudkan pendidikan yang mampu memberi perubahan ini, kita harus mampu membangun 2 keunggulan ini. bukan hanya mencerdaskan saja tetapi pendidikan yang mampu membangun karakter dan akhlaqul karimah.
Pendidikan dikatakan berhasil apabila anak didik, yang paling sederhana saja, tidak melakukan kegiatan mencontek saat ujian, tidak membawa contekan saat ujian.
Ketika anak didik tidak melakukan hal ini, maka yang telah ditanamkan adalah sikap jujur, percaya diri, serta mandiri. Ini adalah bekal yang dibutuhkan untuk menjadi bangsa yang besar dan telah ditanamkan lewat kepanduan dan diajarkan di luar ruang-ruang kelas oleh Hizbul Wathan, sebagai salah satu ortom.
Tajdid adalah pembaharuan, salah satu unsurnya perubahan seperti yang diemban oleh pendidikan. Pertama, berarti pembaharuan dalam arti mengembalikan kepada keasliannya/kemurniannya, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai soal-soal prinsip perjuangan yang sifatnya tetap/tidak berubah-ubah.
Dan Kedua, berarti pembaharuan dalam arti modernisasi, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai masalah seperti: metode, sistem, teknik, strategi, taktik perjuangan, dan lain-lain yang sebangsa itu, yang sifatnya berubah-ubah, disesuaikan dengan situasi dan kondisi/ruang dan waktu. (thari)
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 8 Tahun 2016